Luar Negeri
Demo Belarus Makin Besar, Puluhan Ribu Massa Bawa Bendera Lama dan Desak Presiden Lukashenko Mundur
Lukashenko terpilih lagi menjadi presiden dalam pemilu yang disengketakan, dan ia menolak mundur meski terus didesak massa.
SERAMBINEWS.COM, MINSK - Setidaknya puluhan ribu massa bahkan mungkin lebih, turun ke jalanan Belarus pada Minggu (6/9/2020), dalam demo terbaru untuk menuntut mundurnya Presiden Alexander Lukashenko.
Lukashenko terpilih lagi menjadi presiden dalam pemilu yang disengketakan, dan ia menolak mundur meski terus didesak massa.
Ia bahkan meminta bantuan ke Rusia agar bisa tetap berkuasa.
Polisi, meriam air, kendaraan lapis baja, dikerahkan ke pusat ibu kota Minsk oleh pihak berwenang untuk mengamankan demo.
Beberapa stasiun kereta bawah tanah juga ditutup.
Kelompok HAM Viasna mengatakan, hampir 70 orang ditahan di ibu kota negara tersebut.
Pengunjuk rasa terdiri dari semua lapisan masyarakat, mulai dari orang tua hingga anak-anak, pelajar, pendeta Katolik, dan atlet terkenal turun le jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka, lapor koresponden AFP di lokasi.
Banyak yang memegang bendera lama Belarus dan plakat, sementara sebuah band menabuh drum dan memainkan alat musik lainnya.
Sebelumnya demo pemilu tidak pernah sebesar ini di Belarus.
Demo besar ini pecah setelah Lukashenko yang berkuasa di negara bekas Soviet itu selama 26 tahun, mengklaim terpilih lagi dengan 80 persen suara pada 9 Agustus.
Svetlana Tikhanovskaya sebagai rival di pemilu mengatakan, dirinyalah yang sebenarnya memenangkan pemilu.
Ia juga menyebut pasukan keamanan Lukashenko telah menahan ribuan demonstran, dan banyak di antara mereka menuduh polisi melakukan pemukulan dan penyiksaan.

Beberapa orang akhirnya tewas dalam kekerasan itu.
Dalam tekanan pihak berwenang, Tikhanovskaya kabur dari Belarus untuk berlindung di negara anggota Uni Eropa, Lithuania.
"Teh traktiran Putin"
Para warga Belarus berdemonstrasi di seluruh negeri selama hampir sebulan terakhir, meski gerakan ini tidak memiliki pemimpin yang jelas karena banyak aktivis dipenjara atau didepak keluar negara.
Pada Minggu (6/9/2020) para pengunjuk rasa berjalan menuju kediaman Lukashenko di Istana Kemerdekaan, dan meneriakkan kata "Pengadilan" serta "Berapa Anda dibayar?"
"Saya meminta pemilu baru yang jujur," kata demontran Nikita Sazanovich (28) dikutip dari AFP.
Pengunjuk rasa lainnya terlihat memegang foto pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny, yang menurut Jerman telah diracuni denganracun saraf Novichok.
"Tolong tetap hidup," tulis plakat itu yang merujuk pada musuh utama Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut.
Navalny koma dalam 2 minggu terakhir karena diduga diracuni dari secangkir teh yang diminumnya di bandara Siberia.
"Sasha, minumlah teh. Ini traktiran Putin," teriak beberapa demonstran mengacu ke nama kecil Lukashenko.
Banyak yang mengatakan, mereka akan terus turun ke jalan sampai Lukashenko mundur.
"Lukashenko harus mundur," kata demonstran Nikolai Dyatlov (32) "Kenapa presiden yang dipilih secara sah berada di negara yang berbeda," ujarnya merujuk ke Tikhanovskaya (37) di Lithuania.
Minggu Kelima Demo Anti-rezim Lukashenko, Massa Bawa Bendera Lama Belarus
Demonstrasi Belarus pada minggu kelima diwarnai dengan massa yang membawa bendera lama negara itu.
Pada Minggu (6/9/2020), para pengunjuk rasa yang berbondong-bondong menuju Istana Kemerdekaan Belarus membawa bendera putih-merah-putih raksasa.
Bendera itu adalah bendera pertama Belarus saat masih bernama Republik Rakyat Belarus pada 1918, usai lepas dari Kekaisaran Soviet pada akhir Perang Dunia I.
Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, warna putih bermakna White Russia kemudian garis merah besar ditambahkan di tengahnya.
Warna-warna ini berasal dari lambang tradisional yang digunakan oleh Belarus di bawah pemerintahan Lithuania, yakni perisai merah dengan kuda putih dan ksatria.
Sejak 1995, bendera itu menjadi simbol oposisi rezim Alexander Lukashenko.
Sebelum tahun ini, bendera itu turut berkibar pada demo 2006, 2010, dan 2015.
Setidaknya puluhan ribu orang, bahkan mungkin lebih, turun ke jalanan di ibu kota Minsk akhir pekan lalu, menuntut mundurnya Presiden Alexander Lukashenko.
Ia sudah berkuasa 26 tahun di Belarus, dan mengklaim terpilih lagi dengan 80 persen suara pada pemilu 9 Agustus yang disengketakan.
Pengunjuk rasa terdiri dari semua lapisan masyarakat, mulai dari orang tua hingga anak-anak, pelajar, pendeta Katolik, dan atlet terkenal turun le jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka, lapor koresponden AFP di lokasi.
Sebelumnya demo pemilu tidak pernah sebesar ini di Belarus. Demo besar ini pecah setelah Lukashenko yang berkuasa di negara bekas Soviet itu selama 26 tahun mengklaim terpilih lagi dengan 80 persen suara pada 9 Agustus.
Para warga Belarus berdemonstrasi di seluruh negeri selama hampir sebulan terakhir, meski gerakan ini tidak memiliki pemimpin yang jelas karena banyak aktivis dipenjara atau didepak keluar negara.
Pada Minggu (6/9/2020), para pengunjuk rasa berjalan menuju kediaman Lukashenko di Istana Kemerdekaan, dan meneriakkan kata "Pengadilan" serta "Berapa Anda dibayar?"
"Saya meminta pemilu baru yang jujur," kata demontran Nikita Sazanovich (28) dikutip dari AFP.
Pengunjuk rasa lainnya terlihat memegang foto pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny, yang menurut Jerman telah diracuni dengan racun saraf Novichok.
"Tolong tetap hidup," tulis plakat itu yang merujuk pada musuh utama Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut.
Navalny koma dalam dua minggu terakhir karena diduga diracuni dari secangkir teh yang diminumnya di bandara Siberia.
"Sasha, minumlah teh. Ini traktiran Putin," teriak beberapa demonstran mengacu ke nama kecil Lukashenko.
Banyak yang mengatakan, mereka akan terus turun ke jalan sampai Lukashenko mundur.
• Kuli Bangunan di Aceh Singkil Ditemukan Meninggal Gantung Diri, Begini Penjelasan Polisi
• Penyanyi Albania-AS Bebe Rexha Promosikan Karpet Merah Berlabel Arab
• Mulai Pagi Ini, Sekretariat Pemko Langsa Kembali Dibuka, Sistem Kerja Pegawai Dibagi 2 Shif
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demo Belarus Makin Besar, Puluhan Ribu Massa Desak Presiden Lukashenko Mundur",