Berita Malaysia

Anwar Ibrahim Gagal Batalkan Gugatan yang Menantang Pengampunannya Dua Tahun Lalu

Ia mengatakan, Yang di-Pertuan Agong saat itu menjalankan fungsinya sebagai Cabang Pelaksana saat memberikan pengampunan kepada Anwar.

Editor: Zaenal
AFP/ROSLAN RAHMAN
Anwar Ibrahim (70), saat diwawancarai di kediamannya di Kuala Lumpur, Kamis (17/5/2018), setelah dibebaskan dari penjara. 

Sebelumnya, Kantor Berita Malaysia, Bernama melaporkan, Datuk Seri Anwar Ibrahim mengajukan permohonan untuk membatalkan gugatan pengacara Mohd Khairul Azam Abdul Aziz terkait pengampunan penuh yang diberikan kepada presiden PKR yang dipenjara karena menyodomi mantan asisten pribadinya.

Hal tersebut diinformasikan oleh pengacara J Leela yang mewakili Anwar kepada wartawan usai pengurusan perkara melalui e-review di hadapan Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Rumaizah Baharom yang kemudian menetapkan 14 Agustus untuk sidang permohonan kliennya.

"Sidang permohonan Anwar sebagai tergugat kedua yang membatalkan gugatan akan disidangkan di hadapan Hakim Datuk Nik Hasmat Nik Mohamad," kata kuasa hukum tersebut.

Ia mengatakan, Penasihat Senior Federal Natra Idris yang mewakili Dewan Pengampunan sebagai tergugat pertama juga menginformasikan bahwa pihaknya juga akan mengajukan permohonan yang sama (untuk membatalkan gugatan).

Leela mengatakan Anwar yang juga Anggota Parlemen Port Dickson mengajukan permohonan pada 13 Mei antara lain dengan alasan Khairul Azam selaku penggugat tidak memiliki locus standi atau kedudukan hukum untuk melanjutkan gugatan, gugatan penggugat sepele, memalukan dan menyalahgunakan proses pengadilan.

Mohd Khairul Azam selaku penggugat mengajukan gugatan melalui Messrs Raja Riza & Associates pada tanggal 26 Februari dengan menetapkan Pardon Board dan Anwar sebagai tergugat pertama dan kedua.

Geger Pencurian Kain Kafan, Pelaku Bongkar Makam Ibu Muda yang Baru Meninggal

Sopir Bus Tusuk Istrinya Hingga Tewas karena Dituduh Selingkuh, Korban Alami 13 Luka Tusukan

Berdasarkan pernyataan gugatannya, Mohd Khairul Azam mengatakan pada 10 Februari 2015, Pengadilan Federal telah menguatkan putusan dan hukuman lima tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Banding terhadap anggota parlemen Port Dickson karena diduga menyodomi mantan asisten pribadinya, Mohd Saiful Bukhari Azlan.

Namun, kuasa hukum mengklaim bahwa pada 9 Mei 2018, setelah Pemilu ke-14 dan pemerintahan baru terbentuk, beberapa tindakan keliru dan inkonstitusional dilakukan untuk memastikan Anwar diampuni dan dibebaskan dari hukuman penjara yang dijalaninya.

Penggugat mengklaim bahwa dua hari setelah pemerintahan baru dibentuk, perdana menteri saat itu, Tun Dr Mahathir Mohamad, dalam konferensi pers pada 11 Mei 2018, mengumumkan bahwa Yang di-Pertuan Agong (YDPA) telah setuju untuk memberikan pengampunan penuh kepada Anwar.

Mohd Khairul Azam mengklaim bahwa pengampunan penuh yang diberikan kepada Anwar bertentangan dengan Pasal 42 (4) dan (5) dari Konstitusi Federal karena pengampunan oleh Agong harus dilakukan atas saran dari Dewan Pengampunan.

Ia menyatakan bahwa Pardon Board belum terbentuk sebagaimana mestinya setelah terbentuknya pemerintahan baru dan tidak mungkin Pardon Board bersidang untuk memberikan nasihat kepada Agong agar memberikan grasi kepada Anwar.

Oleh karena itu, penggugat, antara lain, mengajukan pernyataan bahwa Dewan Pengampunan secara ilegal didirikan berdasarkan Konstitusi Federal dengan tujuan untuk duduk dan kemudian memberi nasihat kepada YDPA tentang permohonan pengampunan Anwar, sehingga nasihat yang diberikan kepada YDPA menjadi tidak sah dan tidak berlaku.(*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved