Viral Lagi Potensi Tsunami 20 Meter di Indonesia, Waspada dan Ingat Rumus Penyelamatan 20-20-20

Potensi terjadinya tsunami 20 meter di Selatan Jawa, Indonesia, viral lagi dalam beberapa hari ini.

Gempa bermagnitudo 5,0 atau lebih besar yang terjadi di wilayah Indonesia selama 50 tahun sejak 1968 hingga September 2018 yang dicatat oleh USGS. Data diambil pada 30 September 2018 pukul 20.00 WIB.(KOMPAS.com/LAKSONO HARI W) 

SERAMBINEWS.COM - Potensi terjadinya tsunami 20 meter di Selatan Jawa, Indonesia, viral lagi dalam beberapa hari ini.

Potensi terjadinya tsunami setinggi 20 meter di Selatan Jawa merupakan kajian terbaru para peneliti Institut Teknologi Bogor (ITB).

Kajian itu dipublikasikan di jurnal internasional Nature pada Kamis (17/9/2020) oleh tim peneliti dengan penulis pertama S Idiantoro dari Global Geophysics Reasearch Group ITB.

Sebelumnya, potensi tsunami setinggi 20 meter akibat gempa megathrust di wilayah Pantai Selatan (Pansela) Jawa-Bali juga viral sekitar Juli 2019.

Saat itu, informasi tentang potensi tsunami tersebut merupakan hasil kajian yang disampaikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Terkait kajian terkini yang diterbitkan peneliti ITB, pakar tsunami dari BPPT, Widjo Kongko, kembali angkat bicara.

Menurut Widjo, kajian atau publikasi terbaru terkait potensi tsunami 20 meter di Pantai Selatan Jawa membuka wacana baru tentang ancaman tsunami di Pantai Selatan Jawa.

"Potensi tsunami dari sumber megathrust bisa mencapai 20 meter atau lebih," kata Widjo seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

Ia menambahkan, sebenarnya di zona subduksi selatan Jawa terdapat seismik gap atau kawasan aktif secara tektonik.

Namun, seismik aktif secara tektonik tersebut bersifat senyap atau hampa gempa dalam waktu lama.

Hal tersebut perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan ancaman dengan potensi katastropik atau bencana.

Maka, kendati gempa belum bisa diprediksi, potensinya bisa dihitung dan, melalui model, bisa diperkirakan dampak tinggi dan waktu tibanya tsunami. "

Kalau mengulang 400-500 tahun untuk gempa besar di zona subduksi selatan Jawa, mungkin tidak terlalu lama lagi akan terjadi, jika mengacu perhitungan akhir gempa besar terakhir yang terjadi berdasarkan katalog Wichman," jelas Widjo.

Berdasarkan katalog Wichman, yang mencatat gempa bumi dan tsunami di Indonesia antara tahun 1538 hingga 1877 adalah katalog berjudul Arthur Wichmann's Die Des Indischen atau Gempa Bumi di Kepulauan Hindia Belanda, yang mengumpulkan cerita 61 gempa bumi dan 36 tsunami besar terjadi.

Selain itu, Widjo juga menyinggung bahwa potensi gempa besar yang berpeluang memicu tsunami di zona subduksi selatan Jawa itu mengacu pada mitologi Ratu Kidul yang tertulis dalam tembang atau lagu macapat-pangkur.

"Meski begitu, gempa tetap belum bisa diprediksi kapan akan terjadi," ujarnya.

Rumus penyelamatan 20-20-20

Beberapa waktu lalu, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengimbau masyarakat tetap siaga menghadapi potensi bencana gempa bumi dan tsunami.

Pernyataan itu disampaikan Agus Wibowo terkait informasi tentang adanya potensi gempa besar bermagnitudo 8,8 disertai tsunami dengan ketinggian mencapai 20 meter, yang ramai dibicarakan di media sosial dalam pekan ini.

Agus mengungkapkan bahwa ada beberapa sikap yang bisa dilakukan untuk kesiapsiagaan bencana.

Pertama, mengenali potensi ancaman di lokasi tempat gempa berlangsung atau bisa menggunakan aplikasi InaRISK melalui laman https://inarisk. bnpb.go.id.

Kemudian, cara lain bisa dengan membangun bangunan yang tahan gempa.

"Jadi kalau di orang sipil itu bilangnya proses perkuatan dengan retrofikasi, misalnya ada dinding bangunan yang tidak bagus diberi perkuatan dengan ditambah tulangan yang lebih baru atau kolong yang lebih berat lagi," ujar Agus seperti dikutip dari Kompas.com.

Selain dengan tulangan, perkuatan bangunan bisa dengan metode-metode lain, lebih bagus lagi menggunakan kayu.

Kemudian, Agus pun mengimbau agar masyarakat mampu menerapkan prinsip 20-20-20, terutama warga yang tinggal di pinggir pantai.

"Kalau warga merasakan gempa selama 20 detik, setelah selesai (guncangan) warga harus segera evakuasi, karena di pantai akan datang tsunami dalam 20 menit, lari ke bangunan yang ketinggiannya minimal 20 meter," kata Agus.

Setiap Gempa Terjadi, Ingat 20 Detik 20 Menit dan 20 Meter!

Adapun proses evakuasi dengan memilih gedung tinggi meski dekat pantai pun tidak menjadi kendala, asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah gempa berhenti.

Agus mengungkapkan bahwa ciri-ciri bangunan yang mempunyai kualitas tahan gempa yang baik adalah bangunan yang sudah diperiksa dan diuji oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Jadi bangunan-bangunan yang sudah dites yang dibangun dengan kekuatan tahan gempa, tidak sembarang bangunan," ujar Agus.

Selanjutnya, Agus juga mengimbau masyarakat untuk selalu siap siaga menghadapi bencana tersebut.

Penjelasan BMKG

Beberapa waktu yang lalu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan potensi hasil kajian menunjukkan wilayah pesisir Sukabumi termasuk zona megathrust yang dapat memicu gempa dan tsunami.

Bahkan dari hasil pemodelan peta tingkat guncangan gempa (shakemap) oleh BMKG, dengan skenario gempa berkekuatan M 8,7 di zona megathrust menunjukkan dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI yang artinya dapat merusak bangunan.

"Jika besaran magnitudo M 8,7 ini digunakan untuk masukan skenario model tsunami, maka wilayah Pantai Sukabumi diperkirakan berpotensi mengalami status ancaman AWAS dengan tinggi tsunami di atas 3 meter," kata Daryono selaku Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG.

Meskipun potensi tsunami dan gempabumi di Sukabumi dan sekitarnya merupakan kajian simulasi, tetapi ahli tsunami menegaskan perlunya mitigasi dini.

Hal itu dikatakan oleh hli tsunami Widjo Kongko.

 "Melihat hasil tersebut, yaitu tinggi (tsunami) lebih dari 35 meter dan waktu tibanya yang sangat singkat yaitu 10-20 menit, maka perlu dilakukan mitigasi yang seksama," kata Widjo kepada Kompas.com, Minggu (8/3/2020).

Dengan kajian ancaman megathrust dan potensi tinggi-waktu tiba yang singkat, kata Widjo, perlu dilakukan program atau implementasi mitigasi gempabumi tsunami untuk seluruh aktor atau para pihak.

Ada beberapa saran dari Widjo sebagai antisipasi jika potensi gempabumi dan tsunami ini terjadi.

"Antara lain peta ancaman atau landaan tsunami, jalur evakuasi, tempat evakuasi secara detail perlu dibuat," ujarnya.

 Standar Operasional Prosedur (SOP), perangkat deteksi dini tsunami, serta gladi atau pelatihan-pelatihan perlu diadakan secara rutin.

Selain itu, program peningkatan kapasitas masyarakat atau otoritas di daerah juga perlu dilakukan.

Hal yang terpenting dilakukan juga adalah penataan tataruang wilayah dan jarak sempadan pantai.

"Apakah telah ditetapkan regulasinya dan ditegakkan implementasinya di lapangan,"tuturnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved