Jurnalisme Warga
Manisan Pala Tetap Eksis di Tengah Pandemi
MANISAN pala seolah tidak ada habisnya dan tidak boleh dilupakan begitu saja, khusunya bagi para penikmat kuliner tradisional
OLEH WANHAR AS-SALATANY, S.Ag., alumnus Prodi Studi Agama-Agama, Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry, dan Anggota Komunitas Menulis Pematik, melaporkan dari Samadua, Aceh Selatan
MANISAN pala seolah tidak ada habisnya dan tidak boleh dilupakan begitu saja, khusunya bagi para penikmat kuliner tradisional. Apabila kita singgah di Kota Naga, Tapaktuan, maka belum lengkap rasanya tanpa mencicipi dan membeli oleh-oleh kuliner khas Aceh Selatan yang satu ini. Bagaimana tidak, selain rasanya yang khas, manisan pala juga bisa meningkatkan imunitas, mendetoksi racun dalam tubuh, melancarkan peredaran darah, menjaga kesehatan mulut, mengatasi insomnia, bahkan melancarkan pencernaan.
Ketika masih kuliah dulu, saya sering menjadikan manisan pala sebagai oleh-oleh untuk teman-teman di Banda Aceh. Meskipun bukan berasal dari Aceh Selatan, mereka “teuloem-loem” alias sangat menyukai buah tangan yang satu ini. Rasanya, seperti ada mata rantai yang hilang ketika sekali saja saya lupa membawa oleh-oleh manisan pala.
Sesuai namanya, camilan nikmat ini dibuat dari buah pala segar pilihan. Ada yang berbentuk basah, ada juga yang kering. Buah pala tidak hanya dikemas dalam bentuk kue, tapi juga ada yang memformulasikannya dalam bentuk sirop. Sirop pala memiliki perpaduan rasa manis dan asam. Kebiasaan orang Aceh Selatan, khususnya kampung halaman saya di Gampong Kuta Blang, kerap menyuguhkan kepada tamu minuman dari sirop pala ini ketika Lebaran. Minum ini sangat nikmat jika dikonsumsi bersama es batu pada siang hari.
Adapun faktor mengapa kuliner pala begitu menonjol di Aceh Selatan, adalah karena populasinya yang melimpah. Tanaman pala ini tumbuh subur di daerah pegunungan Aceh Selatan yang sudah eksis sejak zaman Kesultanan Aceh. Tidak hanya itu, dahulu perekonomian masyarakat sangat terbantu dengan adanya perkebunan pala ini. Akan tetapi, akhir-akhir ini produksi tanaman pala yang ada di Aceh Selatan kian menurun. Hal itu wabah hama yang merusak pertumbuhan dan kualitas pohon. Bahkan, di beberapa daerah di Aceh Selatan, tanaman pala mulai punah. Masyarakat yang profesinya bersinggungan dengan buah pala otomatis akan kehilangan pekerjaan.
Industri rumahan
Ibu Asmawati merupakan podusen usaha manisan pala di Gampong Batee Tunggay. Usaha ini dia rintis sejak tahun 2009. Ia mengambil buah pala langsung dari petani pala yang ada di Gampong Air Berudang, Kecamatan Tapaktuan yang berbatasan dengan Kecamatan Samadua. Meskipun di daerah Samadua sendiri buah pala ini sudah sangat langka, tapi tidak membatasi Bu Asmawati menjaga kualitas produknya dengan memilih buah yang masih segar dan terhindar dari kebusukan.
Manisan pala ini biasanya dijual dengan harga Rp5.000 untuk kemasan kecil, sedangkan untuk kemasan besar dibanderol dengan harga Rp12.000. Khusus sirop pala, pembeli bisa membawa pulang hanya dengan harga Rp17.000 per botol.
Bagi Anda yang penasaran bagaimana rasanya, Anda bisa membeli dan mendapatkannya di supermarket atau toko-toko terdekat dan rumah makan di wilayah Samadua, Tapaktuan, Kota Fajar dan sekitarnya. Di beberapa toko di Banda Aceh juga sudah terdapat sirop dan manisan pala ini.
Selain itu, bisa pula ditemukan langsung ke lokasi produksi, tepatnya di jalan Tapaktuan-Meulaboh, Sp. Ayam Potong, Gampong Batee Tunggay, Samadua, Aceh Selatan.
Menurut informasi yang saya dapatkan dari Ibu Asmawati, usaha produksi kuliner pala sudah ia rintis sejak belasan tahun silam. Pada mulanya, Bu Asmawati tak pernah terpikir untuk menggelutinya. Berhubung ia pernah sakit selama enam bulan, ia merasa perlu membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang sempat down karena biaya pengobatannya. Situasi ini kemudian membuat Bu Asmawati berpikir ekstra sehingga muncullah inisiatif untuk berwirausaha. Harapannya, dengan berwirausaha bisa membangun kemandirian ekonomi dan bisa merdeka secara finansial.
Melalui tekad yang kuat, kini Bu Asmawati bisa membangun usaha manisan pala walaupun dengan modal pas-pasan. Berkat kegigihan dan keuletannya, usaha manisan pala ini semakin menunjukkan progres yang luar biasa. Terbukti, ia sudah memiliki beberapa karyawan sehingga tidak harus melakukan semuanya sendirian lagi.
Manisan pala Bu Asmawati sudah didistribusikan ke berbagai daerah di Aceh. Mulai dari Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Meulaboh, Calang, Banda Aceh, Saree (Aceh Besar) hingga ke Lhokseumawe. Bahkan, pendistribusian manisan pala ini sudah sampai ke luar Pulau Sumatra. Kini, industri rumahan Bu Asmawati yang juga dikenal dengan sebutan ‘UD Anugrah Bersama’ telah berhasil meraup keuntungan jutaan rupiah per bulannya.
Masa pandemi
Semenjak pandemi Covid-19, lini produksi manisan Pala UD Anugrah Bersama ini mengalami degradasi penjualan yang signifikan. Biasanya, setiap pengiriman untuk pendistribusian ke berbagai daerah berjalan lancar. Namun, saat ini tidak jarang barang yang sudah dikirim dikembalikan lagi ke Bu Asmawati karena sepinya peminat manisan pala. Hal tersebut bermula dari kebijakan pemerintah yang sempat memberlakukan jam malam di Aceh. Meskipun Aceh sudah mulai masuk pada fase new normal (tatanan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19), tapi belum sepenuhnya membuat para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya di Aceh Selatan, bisa bangkit dari keterpurukan.