Eks HGU PT CA
Dewan Desak Bupati Bagikan Lahan Eks HGU PT Cemerlang Abadi, Setiap Gampong Lima Hektare
Hal tersebut disampaikan oleh Ikhsan dan Julinardi menanggapi hasil putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan yang diajukan PT Cemerlang Abadi,
Penulis: Rahmat Saputra | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Rahmat Saputra I Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Anggota DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) mendesak pemerintah segera mengeksekusi terhadap lahan eks Hak Guna Usaha PT Cemerlang Abadi (HGU PT CA).
Hal tersebut disampaikan oleh Ikhsan dan Julinardi menanggapi hasil putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan yang diajukan PT Cemerlang Abadi, terkait permintaan pembatalan surat keputusan (SK) perpanjangan hak guna usaha (HGU) yang diterbitkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.
"Dengan keluarnya putusan MA pada 28 September lalu itu, maka yang harus dilakukan saat ini oleh Pemkab Abdya, adalah segera membentuk tim TORA dan membagikan lahan eks HGU PT CA," ujar anggota DPRK Abdya, Julinardi.
Bahkan, Juli sangat mendukung wacana Bupati Abdya, Akmal Ibrahim SH untuk membagikan lahan eks PT CA itu terhadap lembaga keagamaan.
"Ini langkah yang sangat tepat, sehingga lahan ini tidak menjadi aset pribadi, yang rawan diperjual belikan," tegasnya.
Baca juga: Demo di Nigeria, Massa Jarah Gudang Makanan, Dipicu Kebrutalan Polisi dan Tuntutan Reformasi
Baca juga: Info Beasiswa S1 di University of British Colombia, Kanada, Biaya Ditanggung Penuh Selama Pendidikan
Untuk itu, Juli meminta pemerintah harus mengkaji sistem pembagian tanah itu, sehingga tidak menimbulkan masalah baru dikemudian hari.
"Apakah sistemnya wakaf, seperti Baitul Asyi, atau bagaimana! Yang pasti, tanah itu harus membawa kemaslahatan umat, dan organisasi keagamanan ini bisa mandiri dan tidak lagi membawa proposal ke pemerintah, seperti cita-cita Pak Bupati Akmal," cetus politisi Hanura.
Selain lembaga keagamaan, Juli mendesak pemerintah bisa membagikan eks HGU PT CA itu untuk seluruh gampong yang ada di Abdya, minimal 5 hektare per gampong.
"Saya rasa pembagian untuk gampong juga wajib dan penting, sistemnya dikelola oleh BUMG, uangnya bisa dimanfaatkan untuk masyarakat miskin dan anak yatim. Kalau luas per gampong itu minimal lima hektare, kalau lebih, bagus lagi," pungkasnya.
Sementara itu, ketua Komisi D DPRK Abdya, Ikhsan mendesak pemerintah segera mengeksekusi eks HGU PT CA.
"Saya rasa eksekusi ini perlu segera dilakukan, agar tanah yang sudah terlantar puluhan tahun itu bisa digarap para penerima eks HGU," ujar Ikhsan.
Bahkan, Ikhsan mengapresiasi langkah Akmal Ibrahim yang berani mengumumkan para calon penerima eks PT CA kepada publik.
"Saya rasa, langkah dan sikap transparan ini patut kita apresiasi," tegas politisi PAN ini.
Bukan itu saja, Ikhsan juga mengapresiasi langkah bupati yang telah menyahuti lermimtaan dirinya, tentang agar HGU PT CA bisa dibagikan kepada 152 gampong, untuk pemberdayaan anak-anak yatim fakir miskin di gampong masing-masing.
"Jika ini terwujud, maka ini adalah terobosan yang baik untuk menjadikan gampong mandiri, dan kami siap kawal ini,nagar ini terealiasi. Namun, yang harus dikaji adalah sistemnya, sehingga tanah yang akan diberikan untuk desa itu tidak boleh di penjual belikan," pungkasnya.
Tolak Perpanjang HGU PT CA
Bukan saja Pemkab Abdya dan masyarakat menolak perpanjangan HGU PT CA tersebut, namun Gubernur Aceh, drh Irwandi Yusuf ikut menolak HGU PT CA tersebut.
Dari data yang dimiliki Serambinews.com, pada 21 Februari 2018, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf pernah mengeluarkan surat pembatalan izin HGU PT CA. Terbitnya surat itu, menyikapi adanya surat Bupati Abdya, Akmal Ibrahim pada 18 Desember 2017.
Dalam surat yang ditujukan pada Menteri Agraria dan Tata Ruang dan BPN itu, salah satu alasan pembatalan, karena HGU yang diberikan 7516 Ha tidak dikelola seluruhnya dan hanya dikelola sekitar 2000 Ha hektare.
Selain itu, keberadaan PT CA dinilai tidak berdampak baik pada pembangunan daerah maupun, pada masyarakat sekitar.
Bahkan, sejak diberikan Hak Guna Usaha hingga berakhirnya izin pada 31 Desember 2017 lalu, PT CA tidak pernah memberikan plasma 20 persen pada masyarakat, sebagaimana syarat mendapatkan HGU
Sehingga, Tgk Agam sepakat menolak perpanjangan HGU PT CA, dan meminta area tersebut dijadikan cetak sawah baru, dan sebagian lainnya dibagikan kepada masyarakat.
HGU PT CA itu awalnya diterbitkan pada 14 Januari 1989 dengan luas lahan 7516 Ha di Kecamatan Babahrot. Namun, dalam perjalannya, PT CA hanya melakukan penanaman seluas 2847 Ha, sementara 2668 Ha dibiarkan dan tidak dimanfaatkan, sementara 2500 Ha sudah dikuasi oleh masyarakat.
Tolak Perpajangan
Seperti diketahui, dorongan penolakan perpanjangan HGU PT CA disuarakan dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat, anggota DPRK, LSM, bahkan Gubernur Aceh.
Mereka menilai, selama 28 tahun kehadiran PT CA tidak berkontribusi positif terhadap daerah dan masyarakat setempat. Bahkan, sebelum Abdya mekar dari Aceh Selatan, puluhan masyarakat sempat ditahan, karena berkonflik dengan PT CA.
Selain itu, dari luas 7516 Ha yang diberikan, pihak PT CA hanya mengelola HGU untuk perkebunan sawit seluas 2000 Ha, sementara selebihnya masih hutan dan dikelola oleh masyarakat Sehingga mereka mendukung langkah BPN-RI turun langsung ke lapangan melihat langsung kondisi PT CA yang penuh dengan semak dan tidak terurus.
Bukan itu saja, dalam mengurus perpanjangan izin HGU-nya PT CA diduga melakukan kesalahan prosedur. Pasalnya, mereka tidak melibatkan pemerintah daerah baik Pemkab Abdya maupun Pemerintah provinsi sebagai para pihak yang harus mendapatkan rekomendasi dalam mengurus perpanjangan izin.
Jika sebuah perusahan tidak mengantongi rekomendasi dan tetap memperpanjang HGU, maka perbuatan tersebut melanggar Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dan Peraturan Menteri Pertanian 21 tahun 2017 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Atas dasar itu, pada 21 Februari 2018 Gubernur Aceh telah mengeluarkan surat menolak perpanjangan HGU PT CA yang ditujukan kepada kementerian Agraria Tata Ruang dan BPN.
Terbitnya surat itu, menyikapi adanya surat Bupati Abdya, Akmal Ibrahim pada 18 Desember 2017.
Tak hanya Gubernur, Anggota DPRK Abdya periode 2014-2019 juga sepakat menolak perpanjangan HGU PT CA.
Sikap itu diambil oleh anggota DPRK Abdya, pasca melakukan pansus ke lokasi PT CA pada 28 Maret 2018, yang melihat sebagian PT CA masih hutan belantara.
Dalam pansus itu hadir, Ketua DPRK Abdya, Zaman Akli SSos, wakil ketua DPRK Abdya, Romi Syah Putra dan Jismi, ketua Komisi A DPRK, Nurdianto, ketua komisi DPRK B, Umar, dan para anggota DPRK Abdya, Zulkarnaini, Agusri Samhadi, Julinardi, Teuku Indra, Muslidarma, Yusran, Syarifuddin UB, Reza Mulyadi.
Hasil Pansus itu, mereka sepakat untuk menolak. Penolakan ini dikarenakan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut dituding tidak melaksanakan kewajiban kebun plasma dan Corporate Social Responsibility (CSR), serta diduga menelantarkan sebagian besar lahan HGU sehingga menjadi kawasan sarang babi hutan yang sangat merugikan petani.
Tak sampai melakukan itu, untuk menolak perpanjangan izin HGU PT CA, sejumlah perwakilan masyarakat, termasuk ulama, bersama Pemkab dan DPRK Abdya pun menyambangi pemerintah pusat di Jakarta pada April 2018.
Mereka beraudensi ke Kementerian ATR/Kepala BPN RI dan Ketua Komisi III DPR RI untuk memaparkan kondisi ril di lapangan terkait PT CA, lengkap dengan bukti pendukung.
Menyahuti tuntan masyarakat, Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Repulik Indonesia (BAP DPD-RI) turun ke Abdya dan menggelar rapat kerja untuk menyerap aspirasi di aula masjid Kompleks Perkantoran Abdya, 7 Juni 2018.
Selain itu, BAP DPD-RI juga telah menggelar RDP (rapat dengar pendapat) di ruang rapat 2B Gedung B DPD RI pada 12 September 2018.
RDP tersebut dihadiri Bupati Akmal Ibrahim, Ketua DPRK, pejabat yang mewakili Menteri ATR/Kepala BPN RI, Kanwil BPN Aceh, Kantor Badan Pertanahan Abdya, serta manajemen PT CA bersama penasehat hukum.(*)