Berita Banda Aceh

Minta Naikkan Upah Minimum, Buruh Aceh Datangi Kantor Gubernur dan DPRA

 "Tuntutan kita ada dua yang pertama persoalan lokal, lokal itu menyangkut dengan meminta Pemerintah Aceh untuk menaikkan UMP tahun 2001,"...

Penulis: Hendri Abik | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ HENDRI ABIK
Aliansi Buruh Aceh (ABA) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Aceh, Senin (09/10/2020). 

 "Tuntutan kita ada dua yang pertama persoalan lokal, lokal itu menyangkut dengan meminta Pemerintah Aceh untuk menaikkan UMP tahun 2001," kata Ketua Aliansi Buruh Aceh, Saiful Mar di sela-sela aksi di kantor Gubernur Aceh.

Laporan Hendri | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Aliansi Buruh Aceh (ABA) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Aceh, Senin (09/10/2020).

Pada aksi kali ini, mereka menyatakan menolak UU Cipta Kerja dan meminta presiden membatalkan Undang-Undang No 11 tahun 2020, tentang cipta kerja dengan mengeluarkan PERPU.

Massa juga mengajukan judicial review dan meminta MK untuk mencabut Undang-Undang di atas tersebut.

Selain itu, pada aksi tersebut mereka juga menyatakan menolak surat edaran menterik dengan tidak menaikkan UMP 2021 dan mendesak Gubernur Aceh untuk menetapkan UMK di setiap kabupaten atau kota.

Para buruh itu, juga mendesak pemerintah Aceh untuk menjalankan amanah UUPA dan revisi Qanun No 7 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan.

 "Tuntutan kita ada dua yang pertama persoalan lokal, lokal itu menyangkut dengan meminta Pemerintah Aceh untuk menaikkan UMP tahun 2001," kata Ketua Aliansi Buruh Aceh, Saiful Mar di sela-sela aksi di kantor Gubernur Aceh.

Baca juga: Pengurus OSIS SMA Putra Bangsa Lhoksukon, Aceh Utara Dilantik

Menurutnya, UMP di Aceh setiap tahun selalu naik, baik itu dua persen dan empat persen.

Bahkan, pernah 20 persen ketika Zaini Abdullah memimpin.

"Nah hari ini, surat  edaran lebih duluan keluar daripada UU tersebut. Sehingga diperintahkan seluruh gubernur 34 provinsi di Indonesia untuk tidak menaikkan UMP," katanya.

Padahal sambungnya, setiap perda UU itu, setelah disahkan dua atau tiga tahun ke depan akan dijalankan.

"Ini anehnya UU belum berjalan, praktiknya sudah berjalan," sebutnya.

Dia menilai, ini tak ubahnya 'negeri boneka'.

"Belum apa-apa sudah dipaksakan UU nya, dipaksakan edarannya. Padahal edaran itu, sebuah ajuran boleh terima atau tidak," ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved