Kupi Beungoh
Mencermati Sandiwara Politik DPRA, dari Paripurna Pemakzulan, menjadi Paripurna Pelantikan Gubernur
Dinamika politik yang terjadi antara eksekutif dan legislatif belakangan ini benar-benar menyita perhatian publik.
Oleh: Rizki Ardial*)
Dinamika politik yang terjadi antara eksekutif dan legislatif belakangan ini benar-benar menyita perhatian publik.
Dari ribut-ribut soal interpelasi, berlanjut ke pelantikan Gubernur Aceh defenitif, hingga bursa calon wakil gubernur yang mulai menghangat.
DPRA yang diawal terlihat sangat garang dan mengancam akan menggulingkan Nova Iriansyah dari jabatannya sebagai Plt Gubernur Aceh, belakangan menjadi ramah dan bersahabat.
Saya akan mulai dari usulan hak interpelasi. Sesuai dengan Pasal 27A, Undang Undang No 22 Tahun 2003, hak interpelasi itu bertujuan untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Meski begitu, menjadi pemahaman bersama di masyarakat, bahwa ketika dewan menggunakan hak interpelasi, sudah bisa dipastikan bahwa ujung-ujungnya akan bermuara pada pemakzulan.
Contohnya seperti yang dilakukan DPRD Pematang Siantar, DPRD Jember, DPRD Sumbar, dan beberapa lainnya.
Baca juga: Partai Pengusung Mulai Siapkan Calon Wakil Gubernur, Begini Sikap Gubernur Nova Iriansyah
Baca juga: Pertanggungjawaban APBA 2019 Diterima, Gubernur: Terima Kasih Pimpinan dan Anggota DPRA
Demikian juga dengan hak interpelasi yang diajukan sejumlah Anggota DPRA. Tujuannya juga sama, yakni memakzulkan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Apalagi beberapa dewan secara terang benderang menyatakan ingin menggulingkan Nova dari jabatannya.
Saat itu, publik melihat emosi para wakil rakyat seperti sudah berada di ubun-ubun dan siap meledak karena melihat tingkah polah dan sepak terjang Plt Gubernur Aceh yang seakan melabrak pakem-pakem tata kelola pemerintahan.