Webinar IPB-IMG: Yusradi Usman al-Gayoni, Bahasa terkait Erat dengan Lingkungan
Pengkaji bahasa/Ekolinguistik, Yusradi Usman al-Gayoni, menyatakan bahasa berhubungan erat dengan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pengkaji bahasa/Ekolinguistik, Yusradi Usman al-Gayoni, menyatakan bahasa berhubungan erat dengan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati, terutama untuk pangan dan obat-obatan.
"Bahasa merupakan identitas. Gayo sangat kaya keanekaragaman hayati. Ketika keanekaragaman hayati Gayo punah, bahasa Gayo juga punah. Budayanya juga ikut punah. Karenanya, perlu langkah pelestarian bahasa, budaya, dan keanekaragaman hayati Gayo," kata Yusradi Usman al-Gayoni, yang berbicara dalam webinar bertajuk “Revitalisasi Bahasa, Budaya, dan Keanekaragaman Hayati Gayo: Genap Si Mulo, Agih Si Belem”, kerjasama Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Ikatan Musara Gayo Jabodetabek yang disiarkan secara Live di Youtube : Leuser IPB dan Join Zoom Meeting, Rabu, (9/12/2020).
Webinar dibuka Bupati Bener Meriah, Tgk H Sarkawi. Pembicara dalam webinar itu Bupati Aceh Tengah Drs Shabela Abubakar, Bupati Gayo Lues H Muhammad Amru MAP, Dr Ir Arzyana Sunkar MSc Dosen IPB sekaligus Ketua Tim Peneliti Leuser, H Aspala Banta Cut SE MM (Ketua Majelis Adat Gayo Aceh Tengah) dengan moderator Drs Jamhuri MA (Ketua Keluarga Negeri Antara - KNA)
Yusradi Usman mengatakan, upaya revitalisasi, pelestarian, dan pengembangan itu, harus dilakukan bersama oleh semua pihak.
"Mulai orang Gayo di Gayo sebagai daerah inti, orang Gayo di pesisir Aceh sebagai daerah penyangga, dan orang (diaspora) Gayo di luar Aceh sebagai zona pendukung,” ujar Yusradi yang juga Sekretaris Umum Ikatan Musara Gayo (IMG) Jabodetabek.
Tahun depan (2021), jelas Yusradi, Musara Gayo akan memprogramkan dan menguatkan kegiatan pelestarian bahasa, budaya, dan keanekaragaman hayati Gayo, juga, mendorong diaspora Gayo lainnya berperan lebih aktif.
Pasalnya, menurut Yusradi, terjadi ketimpangan pengetahuan kegayoan antara generasi Gayo kelahiran sebelum tahun 1950,1970-1960, dan kelahiran 1980-1990-an serta generasi Gayo yang lahir di 2000-an sampai sekarang. "Di Jabodetabek sudah masuk generasi keempat orang Gayo.
Ada belasan ribu orang Gayo di Jabodetabek. Di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten bahkan diperkirakan sampai dua puluhan ribu jiwa. Penguatan ke generasi ketiga, cucu (kumpu) dan keempat, cicit (piut) ini yang mesti dikuatkan," tegasnya.
Kunci revitalisasi dan pelestarian ini, tentu dengan dipelajarinya bahasa, budaya, dan keanekaragaman hayati Gayo, diajarkan, dan dipakai. "Ini yang mesti dilakukan orangtua milenial dan kakek-neneknya, sebagai tanggung jawab personal, moral, dan sosial sebagai orang Gayo. Termasuk, di Gayo. Sebab, makin jauh orang Gayo dari zona inti tadi, maka semakin besar pula semangat kegayoannya."
Di Jabodetabek, ungkapnya, ada juga orang Gayo yang membudidayakan keanekaragaman hayati Gayo, buat obat-obatan dan pangan, terutama kuliner, pun terbatas. "Kalau istrinya orang Gayo, suaminya non gayo, kuliner Gayo biasanya tetap dikenalkan ke suami dan anak-anak. Kalau istrinya bukan orang Gayo, pengenal kuliner Gayo tadi relatif kecil," katanya.
Dalam pengenalan kegayoan juga demikian. "Jika suaminya orang Gayo, maka pengenalan Gayo cenderung berjalan baik. Sebaliknya, kalau suaminya bukan orang Gayo, pengenalan kegayoan relatif terbatas. Apalagi, kalau jarak, komunikasi, dan interaksinya jarang dengan orang dan paguyuban Gayo," sebutnya.(*)
Baca juga: Hasil Hitung Cepat Pilkada - Begini Nasib Calon Bupati yang Minum Air Basuh Kaki Ibu Sebelum ke TPS
Baca juga: Begini Prosedur Pemeriksaan Protkes Covid-19 bagi Penumpang Pesawat di Bandara CND Nagan Raya
Baca juga: Keluar Hotel Selama 8 Detik saat Jalani Karantina, Pria di Taiwan Ini Didenda Rp 49 Juta