Zikir dan Shalawat Menggema di Lhong Raya

Peringatan 16 tahun tsunami Aceh di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, pada Sabtu (26/12/2020) pagi, berlangsung sederhana

Editor: hasyim
SERAMBI/HENDRI
PKK Aceh Dyah Erti Idawati didampingi Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Aceh, Jamaluddin, memberikan santunan kepada anak yatim secara simbolis pada acara peringatan 16 tahun bencana tsunami di Stadion Harapan Bangsa, Kota Banda Aceh, Sabtu, (26/12/ 2020). SERAMBI/HENDRI 

* Peringatan 16 Tahun Tsunami Aceh Berlangsung Sederhana

BANDA ACEH - Peringatan 16 tahun tsunami Aceh di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, pada Sabtu (26/12/2020) pagi, berlangsung sederhana. Tak ada persembahan atau kegiatan khusus untuk memperingati bencana dahsyat yang merenggut ratusan ribu nyawa dan harta benda masyarakat Tanah Rencong tersebut. Yang terdengar dari stadion termegah di Aceh ini hanya lah lantunan zikir dan gema shalawat. Kegiatan lain yang turut mengisi rangkaian acara itu adalah tausyiah, pemberian santunan kepada anak yatim, serta penampilan musim dan puisi tentang refleksi bencana tsunami Aceh.

Karena masih dalam suasana pandemi Covid-19, acara tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, peringatan tsunami dilaksanakan secara daring dan luring. Rangkaian kegiatan juga disusun seminimal mungkin, sehingga tak banyak penampilan di panggung utama. Hanya ada penampilan tiga seniman Aceh yaitu Rafly Kande, Jamal Sharif, dan Nazar Syah Alam, yang membawakan musik dan puisi tentang refleksi bencana tsunami.

Amatan Serambi, kegiatan itu diawali dengan zikir dan shalawat yang dipimpin Tgk H Zamhuri Ramli SQ MA. Lalu, dilanjutkan dengan lantunan shalawat badar, menyanyikan hymne Aceh, pidato Gubernur Aceh, pemberian santunan kepada anak yatim, penampilan musik dan puisi, dan diakhiri dengan tausyiah tentang refleksi bencana tsunami oleh Prof Dr Fauzi Saleh SAg Lc MA, Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Para tamu undangan yang hadir didominasi pejabat daerah dan perwakilan warga. Saat masuk ke area panggung utama, tamu disambut dengan foto-foto suasana pascatsunami yang mengambarkan kesedihan dan penderitaan 16 tahun lalu. Mengambil momentum yang penuh cobaan ini, Pemerintah Aceh ingin menjadikan refleksi peringatan tsunami sebagai kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang hingga kini masih mewabah.

Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, dalam sambutannya menyampaikan, di balik bencana tsunami 16 tahun lalu yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda, terdapat pesan yang wajib diemban. Pesan itu, sebut Nova, adalah kesadaran dan kekuatan dalam menghadapi bencana. "Peringatan ini hendaknya menjadi media untuk membangun kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi berbagai bencana alam maupun non-alam yang kerap terjadi di negeri kita," ujar Gubernur.

Seraya merefleksi bencana mahadasyat itu, Nova Iriansyah mewakili masyarakat Aceh kembali menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada masyarakat nasional dan komunitas internasional atas kontribusinya membantu Aceh setelah tsunami menerjang. Pascatsunami, sebutnya, ada 53 negara yang berperan membangun kembali Aceh hingga menjadi seperti saat ini.

"Katanya, rehablitasi dan rekonstruksi saat pascatsunami Aceh merupakan gerakan dan kesatuan internasional yang paling besar yang pernah ada dan tercatat. Mudah-mudahan ini membangkitkan solidaritas kita," harap Nova.

Tsunami sebagai suatu kejadian besar dan sebuah ujian tentu masih berbekas di hati dan ingatan masyarakat Aceh. Namun demikian, Gubernur meminta seluruh masyarakat Aceh untuk mengambil hikmah dari ujian tersebut serta bertekad untuk terus bangkit menjadi lebih baik.

Sikap optimisme setelah16 tahun tsunami memporak-porandakan Aceh, menurut Nova, dapat menjadi bukti bahwa masyarakat Aceh yang agamis tidak pernah berputus asa. Masyarakat mampu bangkit dari keterpurukan. Berbagai kemajuan di sektor perekonomian, pendidikan, pariwisata, dan beberapa bidang unggulan lainnya sudah nampak nyata ke permukaan.

Peringatan 16 Tahun Tsunami Aceh mengangkat tema "Refleksi Tsunami dan Kekuatan Masyarakat Aceh dalam Menghadapi Pendemi Covid- 19". “Tema ini memberi arti bahwa semangat dan daya dorong sebagai masyarakat Aceh yang terkenal religius, dapat membentuk keyakinan dan kesadaran kita atas kebesaran dan kekuasaan Allah SWT,” tuturnya.

Selain itu, tambanya, tsunami yang terjadi di Aceh mengingatkan semua pihak bahwa negeri ini termasuk salah satu kawasan yang rawan bencana, meskipun hakikatnya musibah tsunami adalah ujian dari Allah. Dalam kesempatan itu, Nova kembali mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 belum selesai. Meskipun saat ini dengan penanganan medis, kasusnya terus  menurun. "Covid belum selesai, kita tidak boleh lengah," pungkas Nova Iriansyah.

Sementara di kompleks kuburan Massal Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, pemkab setempat juga menggelar zikir dan doa bersama untuk mengenang dan memperingati 16 tahun tsunami. Kegiatan itu dikemas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.  Doa bersama dipimpin Baba Marwan Kayee Kunyet dan tausyiah disampaikan Abu Zulbahri Lhoong.

Di kuburan massal Siron dan Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, ribuan warga yang datang sejak pagi. Di antara mereka ada yang berdoa, membaca Yaasiin, dan menaburkan bunga ke makam tak bernisan tersebut. Warga datang dari berbagai latar belakang agama, mendoakan anggota keluarganya yang sudah tiada. Sejumlah penziarah tak kuasa membendung air mata dan larut dalam suasana pilu saat memanjatkan doa kepada sanak keluarganya yang meninggal dunia saat tsunami yang terjadi akhir 2004 lalu. Sejak pagi hingga siang, penziarah silih berganti masuk ke kompleks kuburan massal tersebut.

Musibah Harus Bisa Memperkuat Kebersamaan

Sementara itu, Prof Dr Fauzi Saleh SAg Lc MA, Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, dalam tausyiahnya menyampaikan, masyarakat Aceh harus bisa mengutamakan sabar dalam menghadapi bencana. Apalagi , menurutnya, setelah diterjang bencana dasyat 16 tahun silam, kini kembali diterpang bencana pandemi Covid-19.

Menurut Prof Fauzi, tsunami adalah tanda-tanda. Banyak makna luar biasa yang bisa dipetik, di antaranya adalah kesabaran. "Hari lalu saat Tsunami dan hari ini saat pandemi, kita harus sabar. Sabar adalah menanggung sesuatu tanpa harus mengeluh dan berkeluh kesah," ujarnya.

Tsunami, sambung Fauzi, adalah ujian layaknya hidup yang harus terus dijalani. Musibah tersebut adalah cara Allah menguji manusia dengan tujuan meningkatkan derajatnya. "Dengan memberikan ujian, Allah mengangkat harkat dan martabat kita. Seandainya bersabar, kita akan mendapat kenikmatan seperti samudera yang tidak bertepi," ungkap Prof Fauzi Saleh.

Ia mengungkapkan, kesabaran masyarakat Aceh sudah menampakkan hasil. Setelah 16 tahun tsunami melanda Aceh, sebutnya, berbagai kemajuan sudah terlihat. Fauzi berharap, musibah baik tsunami maupun pandemi bisa memperkuat kebersamaan dan kedamaian antara sesama masyarakat Aceh.

Lebih jauh Fauzi mengingatkan, di tengah pandemi seperti saat ini, memilih takdir menjadi suatu keharusan. Takdir, kata dia, seumpama orang yang mengembala pada lahan yang satu sisinya hijau dan sisi lainnya gersang.

"Mengembala di lahan hijau dan gersang adah takdir yang dipilih. Maka kemudian di sinilah harus ada yang namanya iktiar. Tidak ada yang sia-sia ketika seorang manusia berusaha," kata guru besar ilmu fiqh tersebut. "Sehat atau kesehatan adalah mahkota yang baru terasa ketika ia tidak ada lagi bersama kita. Dengan usaha, Allah akan menjauhkan kita dari penyakit," demikian Prof Fauzi Saleh. (mun)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved