Internasional
Banjir Rendam Fangak, Sudan Selatan Berbulan-bulan, Satu Juta Orang Terancam Kelaparan
Sekitar 1 juta orang di Sudan Selatan harus mengungsi dari area banjir yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini.
"Tapi sekarang mereka mengecewakan kami," kata wakil direktur pemerintah di daerah itu, Kueth Gach Monydhot.
“Kami tidak memiliki harapan, kami kehilangan kepercayaan pada mereka," tambahnya.
Situasi di kabupaten Fangak tetap tidak menentu, dengan hampir seluruh lebih dari 60 desa terkena banjir dan tidak ada tanggapan dari pemerintah, katanya.
"Apakah menurut Anda mereka akan merencanakan untuk orang lain ketika mereka gagal melaksanakan perjanjian damai?" tanyanya.
Di klinik Fangak Tua yang dikelola oleh badan amal medis Doctors Without Borders, Nyalual Chol mengatakan tanggul yang dia coba bangun runtuh, dan rumahnya juga runtuh.
Dia sendirian di rumah bersama keempat anaknya. Seperti banyak keluarga lainnya, suaminya sedang pergi bertugas di bagian lain negara itu sebagai tentara.
Dia mencapai klinik dengan kano setelah satu jam perjalanan, mencari bantuan untuk anaknya yang sakit. Di sana, dia juga mendapat jatah makanan.
Koordinator proyek Doctors Without Borders di Old Fangak, Dorothy I. Esonwune, mengenang pemandangan pengungsi baru yang berlindung di bawah pohon tanpa tikar, selimut, atau kelambu.
Sementara itu, klinik keliling amal ditangguhkan karena pandemi Covid-19, yang semakin mempersulit upaya untuk menjangkau orang-orang sakit yang terdampar akibat banjir.
“Air terus naik dan tanggul-tanggul terus jebol dan masih ada warga yang mengungsi, padahal kebutuhan pokok mereka tidak ada,” ujarnya.
Dia menggambarkan beberapa orang yang kerap berdesakan di satu tempat penampungan.
Baca juga: Arab Saudi Bantu Korban Banjir di Sudan Selatan
Sekarang komunitas internasional telah membunyikan peringatan tentang kemungkinan kelaparan di bagian lain negara bagian Jonglei yang dilanda banjir.
Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB di Sudan Selatan, Meshak Malo, telah mengimbau pihak-pihak yang bertikai menghentikan kekerasan.
Juga harus memastikan akses kemanusiaan untuk mencegah situasi yang mengerikan berubah menjadi bencana besar.
Laporan baru tentang kemungkinan kelaparan adalah pembuka mata dan sinyal bagi pemerintah, yang belum mendukung temuannya, kata ketua Biro Statistik Nasional, Isaiah Chol Aruai.
“Tidak mungkin pemerintah akan mengabaikan atau meremehkan keadaan darurat ketika ternyata benar-benar darurat,” katanya.(*)
