Jaksa Tahan 3 Pejabat Singkil, Kasus Rehab Rumah Warga Miskin
Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil menahan tiga tersangka dugaan korupsi kasus rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH)
SINGKIL - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil menahan tiga tersangka dugaan korupsi kasus rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH), Kamis (14/1/2020). Ketiga tersangka tersebut masing-masing JN, mantan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Aceh Singkil yang kini menjabat Staf Ahli Bupati. Kedua, TR selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang kini menjabat Kabag Administrasi Pembangunan. Terakhir, RS selaku bendahara. Ketiga tersangka tersebut kini dititip di Rumah Tahanan Cabang Singkil. Mereka menjalani masa tahanan untuk 20 hari ke depan.
"Alasan penahanan karena ancaman hukumannya di atas lima tahun, takut menghilangkan barang bukti dan melarikan diri," kata Kajari Aceh Singkil, Muhammad Husaini didampingi Kasi Pidsus Delfiandi, Kasi Intel, dan pejabat Kejari lainnya.
Terkait kekhawatiran Jaksa takut menghilangkan barang bukti dinilai cukup alasan. Sebab, dokumen proyek rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) tahun 2016 tersebut semestinya disimpan di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun saat melakukan penyitaan, tim penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Singkil justru menemukan bukti dokumen itu di rumah JN.
"Dalam proses penyelidikan, sewaktu melakukan penyitaan dokumen tidak di Dinas Sosial, tapi di rumah JN. Tidak ada itikad baik dari JN," ujar Kajari.
Para tersangka, kata Muhammad Husaini, belum mengembalikan kerugian negara. Kasus yang melilit JN bukan semasa menjadi Staf Ahli Bupati, melainkan saat ia menjabat Kepala Dinas Sosial Tenga Kerja dan Transmigrasi Aceh Singkil tahun 2016 lalu.
JN diduga terlibat tindak pidana korupsi rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) tahun 2016. Pagu anggarannya Rp 1 miliar dengan sumber Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) yang dikelola Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Singkil.
Menurut Kajari, dugaan kerugian negara dalam kasus RTLH senilai Rp 232.839.371. Hal itu berdasarkan hasil audit yang telah dilakukan Inspektorat Aceh Singkil. Sementara itu, berdasarkan hasil penyelidikan Jaksa, ada dua kuitansi masing-masing senilai Rp 53.460.000 yang ditandatangan JN dan TR pada 2 Desember 2016.
Kemudian, ada lagi satu kuitansi senilai Rp 783.989.100 yang ditandatangani pada 27 Desember 2016. Uang senilai Rp 783.989.100 diserahkan tersangka lain kepada JN di rumahnya.
Inilah awal mula terjadi dugaan penyelewengan. Sebab, kata Kajari, semestinya sesuai Juknis uang tidak boleh diserahkan cash, melainkan dibelanjakan sesuai kebutuhan oleh bendahara.(de)