Ekspor Ikan
Volume Ekspor Ikan dari Aceh Melonjak 114 Persen Selama Pandemi Covid-19
Contohnya dari wilayah Banda Aceh, pada tahun 2019 lalu, volume ikan yang ke luar mencapai 12.093 ton. Pada tahun 2020 lalu turun menjadi 10.466 ton.
Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Herianto I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamaman Hasil Perikanan Aceh Diky Agung Seatiawan mengungkapkan volume ekspor ikan dari Aceh ke luar negeri di masa pandemi covid-19 pada tahun 2020 lalu, melonjak sebesar 114 persen dari tahun sebelumnya.
“Ekspor hasil perikanan dari Aceh pada tahun 2019 volumenya baru berkitar 182,6 ton. Di tahun 2020 lalu, dalam masa pandemi covid-19, volumenya malah bertambah sebanyak 208 ton, menjadi 390,1 ton, atau meningkat sebesar 114 persen,” kata Diky Agus Setiawan kepada Serambinews.com, Jumat (29/1) di Banda Aceh.
Diky mengatakan, dirinya juga sangat terkejut melihat data rekap volume ekspor hasil perikanan dari Aceh pada tahun 2020 lalu, melonjak sangat tinggi.
Baca juga: Terkait Jadwal Berangkat Umrah 28 Pimpinan Balai & Dayah Teladan Lhokseumawe, Ini Penjelasan DSI
Baca juga: Senator Republik Usir Wartawan, Bahkan Diancam Ditangkap Sebelum Mempertanyakan Ancaman ke Demokrat
Sementara lalu lintas ikan dari Aceh ke luar Aceh, seperti ke Sumut, Riau, Pakan Baru, Batam, Jakarta, Surabaya, Kalimantan bahkan sampai ke NTT, volumenya malah cenderung menurun.
Contohnya dari wilayah Banda Aceh, pada tahun 2019 lalu, volume ikan yang ke luar mencapai 12.093 ton. Pada tahun 2020 lalu turun menjadi 10.466 ton.
Ikan yang masuk dari luar ke Aceh, sangat kecil hanya 21,9 ton.
Plt Kepala Dinas Kelauatan dan Perikanan Aceh, Ir Aliman mengungkapkan, volume ekspor ikan dari Aceh ke luar negeri, jumlahnya bisa lebih besar lagi, dari yang disebutkan pihak Kepala Stasiun Karatina Ikan.
Alasannya, ungkap Aliman, sejumlah perusahaan ekspor ikan yang ada di Kawasan Industri Belawan, Sumut, banyak yang mendapat pasokan bahan baku ekspor ikannya dari Aceh, tapi pada saat melakukan ekspor ikan ke luar negri, mereka tidak mendaftarkan asal bahan baku ekspor ikannya itu dari Aceh.
Salah satu contohnya di Kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaradja Lampulo, ada sebuah perusahan pengolahan dan pembekuan ikan.
Perusahaan itu, kata Aliman menyatakan kepadanya, ikan tuna yang sudah dibekukan di PPS Kutaradja Lampulo, pada saat mau diekspor ke luar negeri, dikirim ke pabrik pengolahan ikan di Kawasan Industri Belawan, Sumut, lebih dulu, setelah itu baru diekspor ke negara tujuannya.
Ikan asal Aceh yang dikirim dari Lampulo ke induk perusahaan pengolahan ikan bekunya di Kawasan Industri Belawan, sebut Aliman, pada saat ikan itu diekspor ke luar negeri, tidak dicatatkan bahan bakunya berasal dari Aceh.
Volume ekspor ikan yang tercatat di Stasiun Karantina Ikan di Banda Aceh, adalah yang dokumen ekspornya diproses melalui kator Bea Cukai Kota Banda Aceh atau Provinsi.
Sementara yang dokumen eskpor ikannya diambil dari Kantor Bea Cukai Belawan, Sumut, tidak tercatat menjadi volume ekspor ikan dari Aceh. Padahal, bahan bakunya berasal dari Aceh.
Aliman mengatakan, pihaknya sangat optimis Kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaradja akan menjadi pelabuhan perikanan teramai dan terbesar di Sumatera, karena jumlah boat ikan yang bersandar di PPS Kutaradja Lampulo, setiap tahun bertambah.
Saat ini, jumlahnya boat yang bersandar di Dermaga PPS Kutaradja Lampulo, sudah mencapai anatara 350 - 450 unit boat.
Informasi yang kami peroleh dari Dirut PT Yakin Pasifik Tuna, Almer Hafis Sandi, pada saat hari Rabu (27/1) kemarin melakukan ekspor perdana pada tahun 2021, ikan tuna dan tenggirinya ke Brunai Darussalam sebanyak 12 ton.
Ia menjelaskan perusahaannya akan melakukan kerja sama dengan para pengusaha perikanan di Andaman India.
PT Yakin Pasifik Tuna, yang memilik pabrik pengelohan pembekuan ikan tuna dan tenggiri di Kawasan PPS Kutaradja Lampulo, akan mendatangkan puluhan unit boat tangkap ikannya ke dermaga PPS Kutaradja Lampulo.
Boat tangkapan ikan PT Yakin Pasifik Tuna itu, akan diisi 70 persen nelayan dari Aceh dan 30 persen nelayan dari Andaman.
Maksudnya, jika dalam satu unit boat ada awak 20 orang awal kapalnya, sebanyak 14 orang dari nelayan Aceh dan 6 orang nelayan lagi dari Andaman, India.
Kerja sama dengan perusahaan Andaman India itu kita lakukan, kata Almer Hafis Sandy, dimaksudkan, supaya boat tangkap ikan bisa beroperasi di wilayah perairan laut Andaman yang banyak ikan tuna kualitas bagus, dan bernilai ekonomi tinggi, serta ikan tenggirinya.
Jadi, kata Almer, dengan adanya kerja sama dengan pihak swasta perikanan pulau Andaman India, produksi ikan tuna bisa meningkat dan nelayan asal Aceh yang ditangkap petugas keamaman Andaman India, akan berkurang.
"Boat-boat tangkap ikan milik PT Yakin Fasifik Tuna, yang sudah bermitra dengan perusahan perikanan Andanam di India, dan memperkerjakan nelayan Andaman, tidak ditangkap lagi oleh petugas pengawas perairan laut Andaman, India,”ujar Almer.
Keuntungan lain, kata Almer, pihaknya bisa cepat memenuhi order permintaan ekspor ikan tuna dan tenggiri yang datang dari Jepang, Brunai Darussalam, Malaysia, Amerika, Eropa, Arab, Rusia dan negara asia lainnya.(*)