Melihat Jejak Turki di Serambi Mekkah,  Ketika Ratusan Tentara Ottoman Menikahi Gadis Aceh

Kisah Mutawwali, pemuda asal Jambi yang menjemput jodohnya, Edanur Yildiz ke Turki, menarik perhatian warganet dan media di kedua negara ini

Editor: bakri
Serambi Indonesia
Azimah (50), penjaga kompleks kuburan Tgk Di Bitay (Selahaddin Mezarligi), di Gampong Bitay, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, memberi penjelasan kepada Huseyin Ozturk, pria Turki menetap di Aceh (kanan) yang berkunjung ke cagar budaya itu bersama Serambi, Jumat (12/2/2021). 

Kisah Mutawwali, pemuda asal Jambi yang menjemput jodohnya, Edanur Yildiz ke Turki, menarik perhatian warganet dan media di kedua negara ini. Setelah itu, muncul pula kisah pria Turki, Huseyin Ozturk yang menemui belahan jiwanya, Putri Murdhani di Aceh.

BANYAK orang tahu, pasangan Huseyin Ozturk dan Putri Murdhani bukanlah pasangan pertama yang melibatkan Turki dengan Aceh. Meski jarang terangkat di media, beberapa pria asal Turki diketahui telah mempersunting perempuan Aceh.

Tapi tak banyak yang tahu, jika ratusan tahun lalu pernah terjadi sebuah peristiwa besar tentang menikahnya ratusan tentara Turki Usmani (Ottoman) dengan perempuan Aceh.

Kisah ini diungkap oleh Azimah (50), penjaga kompleks kuburan Tgk Di Bitay (Selahaddin Mezarligi), di Desa Bitay, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, kepada Serambi dan Huseyin Ozturk yang berkunjung ke situs cagar budaya itu, Jumat (12/2/2021). Di Kompleks ini, terdapat ratusan makam tentara Ottoman (Turki Usmani atau Khalifah Usmaniyah).

Azimah mengaku sebagai keturunan ke-20 dari delegasi militer Turki Usmani pertama yang datang ke Aceh pada 1567. Menurut Azimah, di Bitay dan desa tetangga Emperom memang banyak warga keturunan Turki.

Tapi mereka tidak lagi bisa berbahasa Turki, dengan wajah dan postur tubuh yang juga telah sama dengan masyarakat Aceh lainnya. Sebabnya, mereka adalah keturunan ke 20 dari perkawinan silang antara Turki dan Aceh.

“Pada masa lalu, di Bitay ini terdapat satu akademi militer dan satu akademi agama bernama Baital Maqdis. Mungkin itu sebab disebut gampong Bitai. Sementara Emperom diyakini berasal dari kata Emperor (kaisar/khalifah),” ujarnya.

Azimah mengatakan, meski mereka tidak bisa lagi berbahasa Turki, tapi generasi mereka masih punya ikatan batin dengan Turki. Selepas tsunami, setelah para tentara dan warga sipil Turki merehabilitasi kompleks makam tersebut, anak-anak Gampong Bitai banyak yang melanjutkan pendidikan di sekolah yang didirikan oleh lembaga pendidikan Turki.

Sebagian mereka juga melanjutkan pendidikan tinggi ke Turki. Satu putri Azimah bahkan memiliki keinginan yang sangat kuat untuk melanjutkan kuliah di Turki. Ia juga memiliki mimpi suatu saat akan tinggal di Turki atau mendapatkan jodoh pemuda Turki.

Menikah di Aceh

Di kompleks ini terdapat ratusan makam yang penuh dengan batu nisan berbendera Turki. Kompleks makam yang dulunya sangat dekat dengan pantai ini direhabilitasi oleh Pemerintah Turki, pascatsunami Aceh 26 Desember 2004.

Satu di antara makam itu tampak menonjol di antara puluhan makam lain yang berada di atas bukit kecil. “Itu makamnya Syekh Salaheddin (Tgk Di Bitay), yang lainnya adalah makam murid utamanya,” kata Huseyin Ozturk yang diiyakan oleh Azimah, juru kunci kompleks tersebut.

“Syekh ini adalah imam (pemimpin) mereka, sehingga tidak ada lagi makam di depan makamnya. Dan tidak ada yang sejajar dengan makamnya,” lanjut Huseyin.

Memang sekilas terlihat jejeran makam itu seperti saf jamaah shalat. Di bawah bukit kecil itu, barulah terdapat ratusan makam lain yang di batu nisannya bertuliskan nama mirip antara Aceh dan Turki.

Selain kuburan, di kompleks itu juga terdapat sebuah museum yang menyimpan beberapa benda yang menjelaskan hubungan Aceh dengan Turki pada masa lalu. Di antaranya, miniatur kapal yang membawa pasukan Turki Usmani, lengkap dengan meriam lada sicupak.

Ada pula foto Sultan Selim II, sosok Sultan Ottoman yang mengirimkan ekspedisi besar-besaran ke Aceh untuk membantu Kerajaan Aceh melawan Portugis. “Waktu itu (tahun 1567), Sultan Selim II mengirim 600 tentara ke Aceh dan mereka mendarat di sini,” kata Huseyin.

“Sebanyak 300 orang syahid dalam perang dengan Portugis. Pasukan yang tersisa mendirikan dua akademi di sini, yaitu akademi militer dan akademi agama,” lanjut dia.

Pasukan Turki Usmani yang tersisa inilah yang kemudian menikah dan tinggal di Aceh hingga akhir hayatnya. Mereka berjumlah ratusan orang dan kini keturunannya menyebar di banyak daerah di Aceh, khususnya di kawasan barat Banda Aceh dan Aceh Besar.

“Dulu semua yang tinggal di sini adalah keluarga kami, keturunan tentara Turki. Tapi setelah tsunami banyak yang telah pindah dan menjual aset mereka di sini. Tapi saya tetap bertahan, karena saya dapat amanah dari almarhum bapak untuk menjaga makam para aulia dan syuhada ini,” ungkap Azimah.

Nah, ingin tahu lebih detil tentang sejarah hubungan Aceh dengan Turki? Silakan berkunjung ke Gampong Bitay, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang ingat sejarah.(syamsul azman/nal)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved