Jurnalisme Warga
Revitalisasi Sastra Nazam di Tanah Tauhid Sufi
Akhir Maret lalu, meskipun hujan mengguyur tanah Serambi Makkah sejak beberapa hari lalu, mobil yang kami tumpangi terus melaju menuju Meulaboh

OLEH SAFRIZAL, S.Pd., M.Hum., Penyuluh Bahasa dan Sastra serta dan Pemerhati Pendidikan di Balai Bahasa Provinsi Aceh, melaporkan dari Meulaboh
Akhir Maret lalu, meskipun hujan mengguyur tanah Serambi Makkah sejak beberapa hari lalu, mobil yang kami tumpangi terus melaju menuju Meulaboh, Kota Tauhid Sufi. Setelah menempuh jarak sekitar 235 km, tim kami sampai di tempat tujuan. Kedatangan tim kami ke tanah Teuku Umar ini dalam agenda revitalisasi sastra nazam Aceh.
Pada malam pertama tiba di ibu kota Aceh Barat, tim kami menjumpai salah satu penyair kondang di kota itu. Penyair tersebut telah dihubungi terlebih dahulu ketika tim kami masih berada di Kutaraja (Banda Aceh). Oleh sebab itu, pertemuan ini adalah bagian dari agenda pertama revitalisasi yang akan dilaksanakan.
Di sebuah warung kopi dengan seduhan kopi arabica, kami melakukan pembicaraan awal terkait rencana revitalisasi yang akan dilakukan esok hari. Penyair yang kami undang tersebut adalah sastrawan yang terus memperkenalkan nazam ke seluruh penjuru nusantara. Beliau adalah Syeh Masri Hanif, pria kelahiran Aceh Barat. Pada pertemuan ini, kami membicarakan teknik revitalisasi sastra yang lebih terfokus pada pelaksanaannya.
Selain itu, Syeh Masri juga membicarakan perihal kondisi nazam saat ini. Dari segi asal-usulnya, nazam itu sendiri merupakan puisi yang berasal dari Persi, terdiri atas 12 larik, berirama dua-dua atau empat-empat, isinya perihal hamba sahaya istana yang setia lagi budiman.
Menurut Syrh Masri, nazam Aceh kini berada di ambang kepunahan. Hal itu disebabkan oleh perkembangan zaman. Perkembangan teknologi di era sekarang membuat masyarakat tidak tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan nazam sebagai salah satu metode pembelajaran agama.
Malam itu, hujan deras terus membasahi tanah Teuku Umar. Diskusi antara tim kami dan Syeh Masri terus berlanjut. Setelah tiga jam berlalu, tim dan Syeh pun menyelesaikan pembicaraan. Salanjutnya, revitalisasi akan dimulai esok hari di rumah Syeh Masri berdasarkan kesepakatan.
Pada hari kedua, tim mendatangi kediaman Syeh Masri di Jalan Bungong Tanjung, Masjid Tuha, Meurebo. Di sana, empunya kediaman telah menunggu kedatangan kami. Tidak menunggu waktu terus berjalan, agenda kedua revitalisasi sastra dimulai, yaitu mewawancarai Syeh Masri dan beberapa peserta nazam yang telah diundang. Tim melakukan wawancara dengan mengacu pada instrumen yang telah disusun. Pertanyaan yang diajukan di antaranya adalah sejarah awal nazam di Aceh, perkembangan nazam di Kabupaten Aceh Barat, dan metode pengajaran nazam kepada peserta. Masih banyak pertanyaan yang tim ajukan.
Hal yang menarik dari jawaban Syeh Masri adalah nazam yang berlaku saat ini dapat dimanipulasi dengan mengacu pada kondisi saat ini. Hal itu melihat perkembangan yang terus berubah. Pada awal nazam diperkenalkan adalah bagian dari pembelajaran agama semata. Misalnya, memperkenalkan sifat Allah kepada anak-anak atau mengajarkan suatu materi agama kepada pembelajar di dayah-dayah. Akan tetapi, nazam saat ini di dalamnya dapat berisi suatu masalah yang terbaru, seperti nazam yang ditulis oleh Syeh Masri sendiri dengan tema Covid-19. Beliau beralasan bahwa melalui nazam ini, masyarakat yang awam tentang Covid-19 dapat mengetahui melalui nazam.
Pada hari ketiga, tim mendatangi lagi kediaman Syeh Masri. Tak ubahnya satu hari yang lalu, di kediamananya, tim kami disambut dengan senang hati oleh empunya rumah. Tim bahkan disambut oleh nazam yang dibawakan oleh peserta pelatihan. Pada hari ketiga ini, peserta dilatih cara membawa nazam dengan irama (lagu) yang standar. Pelatihan dilakukan untuk memantapkan penampilan esok harinya.
Terdapat sepuluh peserta yang dilatihnya. Semuanya remaja Gampong Masjid Tuha, Meureubo. Menurut Syeh, mereka yang dilatih adalah para murid rapa-i yang sering diajak untuk membawakan petuah-petuah saat ada undangan. Peserta yang dilibatkan adalah para remaja yang masih duduk di bangku sekolah.
Menurut Syeh, nazam perlu dilestarikan dengan cara menurunkan kepada yang lebih muda agar terdapat regenerasi yang mampu memperkenalkan nazam kepada generasi berikutnya.
Pada hari keempat, datanglah hari puncak, yaitu penampilan nazam. Tepat pada hari Jumat, 2 April sekira pukul 15.00 WIB, para peserta telah siap dengan perlengkapannya di kediaman Syeh Masri. Tim kami pun bergegas menuju lokasi.
Pada saat tim kami tiba di lokasi, tidak hanya peserta yang berada di sana, tetapi juga hadir beberapa warga setempat untuk melihat penampilan nazam yang dibawakan oleh Syeh Masri beserta peserta pelatihan. Penampilan mereka sangat memesona penonton saat membawakan beberapa lagu yang berbeda.
Menurut Syeh, model yang lagu yang sering dibawakan adalah lagu dalam cerita Aneuek Glueh. Penampilan selesai sebelum azan magrib berkumandang, tentu setelah istirahat saat asar tiba. Setelah kegiatan selesai dilaksanakan, tim kami kembali ke penginapan untuk persiapan kembali ke Banda Aceh.