Samar Tawfiq Alhaj, Lebih Baik Berada di Gaza daripada Aceh

sejak hari pertama pertempuran pecah di Palestina, Samar selalu merasa cemas. Setiap saat dia menunggu kabar dari keluarga dan teman-temannya di Gaza

Editor: bakri
Serambinews.com
Samar Tawfiq Alha, Mahasiswi Palestina yang kuliah di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 

SETIAP hari, sejak hari pertama pertempuran pecah di Palestina, Samar selalu merasa cemas. Setiap saat dia menunggu kabar dari keluarga dan teman-temannya di Gaza, Palestina.

Setiap berita media selalu dipantau untuk mencari tahu perkembangan terkini di kota kelahirannya. Waktu terasa begitu lama dan menakutkan, meskipun dia berada di Aceh, jauh dari jangkauan rudal Zionis Israel.

Samar, nama lengkapnya adalah Samar Tawfiq Alhaj. Gadis berusia 21 tahun ini merupakan mahasiswi Palestina yang kuliah di Aceh. Dia merupakan salah satu mahasiswai internasional yang mendapat bea siswa dari Universitas Syiah Kuala (USK). Samar kuliah di Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan, angkatan tahun 2019.

Sudah dua tahun Samar berada di Aceh. Lebaran tahun lalu ia tak pulang. Lebaran tahun ini juga sama. Bedanya, kali ini keluarganya berada di bawah hujan rudal. Beruntung, keluarganya tak ikut menjadi korban kebrutalan Zionis. "Alhamdulillah, mereka baik-baik saja," kata Samar kepada Serambi.

Tetapi mengingat perang hingga kini masih berlangsung, bukan tidak mungkin sesuatu yang buruk bisa terjadi. Ketakutan inilah yang selalu membayangi hari-hari Samar.

Sebenarnya, perang bagi Samar merupakan hal biasa. Di usianya saat ini, sudah tiga kali Samar merasakan bagaimana hidup di zona perang. Tetapi jauh dari keluarga saat perang sedang berlangsung, baru kali inilah dia rasakan.

Karena itu, hampir setiap saat Samar menanyakan kabar kepada keluarga dan teman-temannya di Palestina. Samar merasa, lebih baik dia berada di Gaza bersama keluarganya daripada di Aceh.

"Di saat-saat seperti ini, lebih baik kalau saya bersama keluarga, bersama dengan mereka. Perang ini saya jauh dari mereka, ada selisih waktu 4 jam antara Indonesia dan Gaza. Ini sulit bagi saya,”

"Terkadang ibu dan ayah saya tidak bisa lama-lama terhubung dengan internet. Saya tidak punya solusi selain bertanya kepada teman-teman saya atau membaca berita yang ada," ujarnya.

Samar mengaku akan lebih memilih berada di Gaza meski berada di bawah hujan rudal, daripada hidup nyaman di Aceh tapi jauh dari keluarga. "Saya tidak peduli apakah itu aman atau tidak. Tetapi yang penting bagi saya adalah saya berada di samping keluarga saya," tekannya.

Tetapi untuk pulang ke Palestina itu juga sesuatu hal yang tak mungkin, mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pulang dan pergi. Disamping itu, Samar juga tak ingin menambah beban bagi ayah dan ibunya di masa-masa sulit ini.

Samar hanya berharap perang di Gaza bisa segera berakhir, sehingga rakyat Gaza bisa menikmati kehidupan yang aman dan damai. "Saya berharap keluarga dan teman-teman saya di sana selalu dalam keadaan sehat," imbuhnya.

Diblokir Instagram

Samar juga mengungkapkan adanya upaya dari Zionis Israel menutup-nutupi apa yang terjadi di Gaza. "Israel memblokir siapa saja yang menunjukkan kebenaran atau apa yang mereka lakukan di Gaza. Misalnya, saya biasa menerbitkan berita tentang apa yang mereka lakukan di Gaza, tetapi akun Instagram saya diblokir," ungkapnya.

Ia pun memperlihatkan kepada Serambi beberapa gambar yang dipostingnya tentang kondisi di Gaza. "Israel mengebom rumah-rumah yang wanita, orang tua dan anak-anak berada di dalamnya. Pemboman terhadap gedung tempat tinggal. Ada gedung yang ditinggali lebih dari 50 keluarga di dalamnya," ucap Samar.

Masyarakat di Gaza, diakuinya, saat ini sangat membutuhkan uluran bantuan, terutama bantuan dari sisi medis dan kesehatan. "Sekarang saya pikir mereka membutuhkan lebih banyak perawatan atau bantuan dari sisi kesehatan," timpalnya.(yocerizal)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved