Human Interest Story
Kisah Moorissa,Perempuan Pintar WNI Dibalik Autopilot Mobil Tesla yang Berani Terjun ke Bidang STEM
Morissa tidak mengetahui pasti mengapa statistik perempuan yang terlibat dalam di dunia teknik, khususnya otomotif, terbilang masih sangat rendah.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Sosok Moorissa Tjokro, merupakan satu dari sedikit insinyur atau engineer wanita yang berhasil berkarya di bidang otomotif.
Dia merupakan satu-satunya perempuan Indonesia yang saat ini bekerja di Tesla, perusahaan pembuat mobil listrik asal Amerika Serikat.
Perempuan pintar ini juga merupakan satu dari 6 insinyur wanita dibalik fitur Autopilot yang diterapkan pada mobil listrik Tesla saat ini.
Sebagai lulusan dari Georgia Institute of Technology dan Columbia University, posisi yang ditempati perempuan berusia 27 tahun ini bukan sembarangan.
Dia adalah perancang perangkat lunak fitur Autopilot (Autopilot Software Engineer) untuk Tesla di San Francisco, California.
Tentu saja, profesi yang ditekuni itu tak terlepas dari jejak pendidikan serta segudang prestasi yang telah dia raih.
Sementara itu, bidang pekerjaan yang dia masuki diakuinya pula merupakan bidang yang masih sangat jarang ditemui keberadaan kaum wanita.
Akan tetapi, wanita kelahiran 1994 ini punya alasan mengapa ia berani terjun ke dunia STEM (Sains, Teknologi, Teknik/Engineering, Matematika).
Baca juga: Kisah Mantan Kombatan GAM Pereulak, Bebas dari Cilandak Jualan Rujak dan Pulang Setelah 17 Tahun
Baca juga: Kisah Muhammad Yusni, Dulu Bandar Narkoba, Kini Kades di Deliserdang Ini Diserang Pengedar Narkotika
Lantas, bagaimana kisah dan kiprah Moorissa hingga berada di Tesla dan menjadi sosok berpengaruh dibalik fitur Autopilot perusahaan Amerika Serikat itu?
Simak selengkapnya seperti dikutip dari pemberitaan VOA Indonesia pada Desember 2020.
Jejak pendidikan dan prestasi
Prestasi Moorissa di dunia STEM (Sains, Teknologi, Teknik/Engineering, Matematika) memang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Tahun 2011, saat baru berusia 16 tahun, Moorissa mendapat beasiswa Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College.
Tapi sayangnya, pada waktu itu ia tidak bisa langsung kuliah di institusi besar atau universitas di Amerika, karena ada persyaratan umur minimal 18 tahun.
Tahun 2012, Moorissa yang telah memegang gelar Associate Degree atau D3 di bidang sains, lalu melanjutkan kuliah S1 jurusan Teknik Industri dan Statistik, di Georgia Institute of Technology di Atlanta.