Internasional
Inggris Potong Bantuan ke Perempuan Suriah Tanpa Tempat Tinggal, Kekerasan Seksual Bakal Meledak
Pemerintah Inggris memutuskan memangkas bantuan untuk 55.000 perempuan dan anak perempuan Suriah yang tidak memiliki tempat tinggal.
SERAMBINEWS.COM, LONDON - Pemerintah Inggris memutuskan memangkas bantuan untuk 55.000 perempuan dan anak perempuan Suriah tanpa tempat tinggal.
Bantuan itu awalnya untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan seksual di Suriah, menurut Komite Penyelamatan Internasional (IRC).
Kelompok itu mengatakan pendanaan dari Inggris untuk program-programnya di negara yang dilanda perang itu dikurangi sebanyak 75 persen.
Sehingga, secara efektif mengakhiri skema untuk membantu warga Suriah mendapatkan kembali swasembada ekonomi setelah satu dekade konflik.
Mereka yang paling dirugikan dari ini, tambahnya, adalah kaum perempuan.
Baca juga: Bos Mafia Turki Kembali Berulah, Tuduh Penguasa Kirim Senjata ke Jaringan Al-Qaeda di Suriah
Su'ad Jarbawi, Wakil Presiden IRC untuk Timur Tengah dan Afrika Utara kepada The Independent:, Sabtu (5/6/2021) mengatakan
“Situasi kemanusiaan di negara ini dengan cepat memburuk ketika kasus Covid meningkat."
"Bahkan, orang-orang akan menghadapi krisis kelaparan yang serius."
"Rakyat Suriah membutuhkan kepastian dan dukungan."
"Pemotongan bantuan ini hanya akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.”
Inggris menetapkan rencana awal tahun ini untuk mengurangi anggaran bantuan luar negerinya dari 0,7 persen produk domestik bruto menjadi 0,5 persen atau sekitar $5,6 miliar dolar AS.
Ha itu mengingat dampak pandemi virus Corona terhadap perekonomian.
Langkah itu menuai kritik tajam di dalam negeri dan dari komunitas internasional.
Baca juga: Irak Pulangkan 100 Keluarga ISIS dari Kamp Pengungsi Suriah, Penuhi Permintaan AS
Kantor Luar Negeri, Persemakmuran & Pembangunan Inggris mengatakan pemotongan itu hanya tindakan sementara.
Tetapi setidaknya 30 anggota parlemen Konservatif, serta mantan Perdana Menteri Konservatif Sir John Major, telah meminta pemerintah Konservatif untuk tidak memaksakan keputusan tersebut.