Tokoh Kristen di Aceh Akui Ada Non-Muslim Tundukkan Diri pada Hukum Syariah

Menurutnya, banyak pemerhati dan aktivis HAM di luar Aceh memberi kesimpulan tanpa melalui pendalaman materi terlebih dahulu.

Penulis: Syamsul Azman | Editor: Zaenal
Foto kiriman Hasan Basri M Nur
Drh Idaman Sembiring (kanan), tokoh Kristen yang sudah 40 tahun bermukim di Banda Aceh berbicara dalam pertemuan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Aceh dengan mahasiswa magang pada Sekolah HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh di Aula Kantor Kesbangpol Aceh, Senin (12/7/2021). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pemberlakuan Hukum Islam (Syariat Islam) di Aceh sering mendapat tanggapan miring dari orang-orang di luar Aceh.

Tanpa mendalami apa yang sesungguhnya terjadi, banyak orang di luar mengajukan klaim bahwa hukum Syariah di Aceh itu diskrimatif, bahkan dipaksakan pemberlakuannya pada penganut agama di luar Islam.

Isu itu mencuat dalam pertemuan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Aceh dengan mahasiswa magang pada Sekolah HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh di Aula Kantor Kesbangpol Aceh, Senin (12/7/2021).

Anggota FKUB Aceh, Hasan Basri M Nur, dalam siaran pers kepada Serambinews.com menulis, drh Idaman Sembiring adalah salah satu unsur FKUB yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Tokoh Kristen yang sudah 40 tahun bermukim di Banda Aceh ini memberikan pencerahan kepada mahasiswa magang Sekolah HAM KontraS.

Menurutnya, banyak pemerhati dan aktivis HAM di luar Aceh memberi kesimpulan tanpa melalui pendalaman materi terlebih dahulu.

Idaman memberi dua contoh kasus.

Pertama, ada umat Kristen di Takengon yang melakukan pelanggaran hukum tapi kemudian yang bersangkutan memilih hukum cambuk untuk diterapkan ke atasnya.

“Yang bersangkutan memilih sendiri untuk diberlakukan hukum syariah, tanpa pemaksaan. Setelah selesai dicambuk, yang bersangkutan langsung bebas, tak perlu menjalani hukum penjara lagi,” kata Idaman, seperti dikutip siaran pers FKUB Aceh.

Kedua, Idaman menambahkan, kasus serupa juga pernah terjadi di Aceh Besar yang mana seorang penganut agama Buddha memilih hukum cambuk agar dapat segera bebas dan tidak terganggu kegiatan ekonominya.

“Apakah untuk kasus-kasus seperti itu dapat disebutkan sebagai tindakan pelanggaran HAM?” tanya Idaman yang disambut peserta dengan kata: Tidak!

Baca juga: Menag tak Ragu dengan Aceh,  Isu Kerukunan Antarumat Beragama Sudah Selesai

Baca juga: Polisi Humanis Sangat Mendukung Syariat Islam

Dalam kesempatan itu, Idaman yang alumnus FKH Universitas Syiah Kuala juga bercerita pengalamannya hidup selama 40 tahun bersama mayoritas muslim di Aceh, khususnya di kawasan Lampulo Banda Aceh.

“Saat saya beli tanah dan bangun rumah di Lampulo pada tahun 1994, mungkin hanya saya sendiri yang beragama Kristen kala itu. Tapi tak ada kendala apa pun,” katanya.

Idaman Sembiring yang pensiunan PNS di Banda Aceh mengaku kerap terlibat dalam kegiatan sosial budaya dalam hidup bermasyarakat di Aceh, terutama dalam aneka kegiatan kenduri.

Dalam pertemuan itu, dari FKUB hadir Prof Dr A Hamid Sarong, Idaman Sembiring, Dr Damanhuri Basyir, Dr Taslim, Suardi Saidi, Cut Intan Arifah, dan Hasan Basri M Nur.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved