Mantan Kadis Tersangka Proyek RTLH, Termasuk Seorang Konsultan

Kejaksaan Negeri Subulussalam menetapkan mantan kepala dinas sosial Kota Subulussalam berinisial S dan seorang konsultan berinisiap DEP

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/KHALIDIN
Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Mayhardy Indra Putra, S.H., M.H. menggelar konferensi Pers penetapan tersangka kasus dugaan tindak korupsi proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sumber dana DOKA tahun 2019, Selasa (10/8/2021) di Kantor Kejari Subulussalam. 

SUBULUSSALAM - Kejaksaan Negeri Subulussalam menetapkan mantan kepala dinas sosial Kota Subulussalam berinisial S dan seorang konsultan berinisiap DEP sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak korupsi proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

Penetapan kedua tersangka itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Mayhardy Indra Putra SH MH dalam konferensi Pers yang digelar Selasa (10/8/2021) di Kantor Kejari Subulussalam. Turut hadir Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Ika Lius Nardo SH dan Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan (PB3R) Abdi Fikri SH MH.

Kajari Subulussalam, Mayhardy, mengatakan, modus penyimpangan dilakukan tersangka adalah dengan cara membebankan pembuatan gambar dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta biaya pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama serta pertanggungjawaban kedua kepada para penerima bantuan.

Dijelaskan, tersangka berinisial S meminta tersangka DEP yang merupakan konsultan untuk membuat rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar 168 rumah baru (relokasi). Dia juga meminta membuat RAB untuk 82 unit rehabilitasi rumah dengan mencantumkan biaya administrasi pembuatan RAB dan gambar sebesar Rp 500.000.

“Kemudian pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama sebesar Rp 500.000 lalu untuk pembuatan pertanggungjawaban kedua dipatok sebesar Rp 500.000,” sebutnya.

Biaya pembuatan gambar, serta LPJ pertama dan kedua tersebut dikatakan Mayhardy dibebankan kepada masing-masing penerima bantuan. Total uang yang ditarik dari masing-masing penerima sebesar Rp 1,5 juta.

Padahal, lanjut Kajari, berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam Nomor 32 tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam tahun anggaran 2019, kewajiban untuk membuat RAB adalah kewajiban kelompok dibantu petugas pendamping.

Selain itu RAB yang disusun tersangka DEP juga dinyatakan bertentangan dengan format RAB yang ditetapkan dalam Perwal Nomor 32 tahun 2019. Dalam perwal itu tidak menyebutkan adanya biaya administrasi dalam RAB. Atas kasus inilah, penyidik menyimpulkan berdasarkan dua alat bukti, menetapkan S mantan Kepala Dinas Sosial dan DEP selaku konsultan sebagai tersangka dalam kasus proyek RS-RTLH Kota Subulussalam.

Kajari Subulussalam, Mayhardy, menjelaskan, proyek RTLH bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka) tahun 2019 senilai Rp 4,8 miliar. Dana sebesar itu diperuntukan terhadap 250 masyarakat penerima manfaat yang terbagi 15 kelompok Rumah Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).

Masing-masing penerima bantuan mendapat Rp 19.350.000 sesuai Surat Keputusan Wali Kota Subulussalam Nomor 188.45/184/2019 tanggal 9 September 2019.  Namun, dalam perjalanan proyek tersebut dikabarkan menuai masalah, yakni terjadi dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pembuatan gambar dan laporan pertanggungjawaban pertama serta kedua.

Sehingga setiap penerima manfaat yang sejatinya menerima uang sebesar Rp 19.350.000 menjadi berkurang masing-masing sebesar Rp 1,5 juta. Kasus ini pun diselidiki pijak Kejaksaan Negeri Subulussalam dan akhirnya ditingkatkan ke penyidikan.

Akibat tindakan korupsi yang dilakukan, terjadi kerugian keuangan negara mencapai Rp 375.000.000. “Jumlah tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Kota Subulussalam,” ujar Kajari Subulussalam Mayhardy.(lid)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved