Wawancara Khusus

2 Tahun Hendra Budian di DPRA, Kepemimpinan Responsif untuk Menjawab Espektasi Publik

Hadirnya orang-orang muda di pimpinan DPRA membuat espektasi publik terhadap kinerja lembaga itu sangat besar

Editor: bakri
FOR SERAMBINEWS.COM
Hendra Budian 

Ekspetasi publik ini besar, maka banyak sekali kami menerima tamu audiensi, bahkan yang di luar kewenangan tugas DPRA. Tapi menerima mereka saja sudah sesuatu yang baik untuk masyarakat. Kedua, saya memiliki pengalaman mendorong advokasi dari luar gedung ini. Sehingga, saya dan kawan-kawan tim harus dekat dengan masyarakat.

Sebenarnya, selama 2 tahun ini kita hanya sebagai fasilitator. Misalnya ada masyarakat yang ingin bertani, tapi lahannya masuk ke hutan lindung, maka kami pertemukan mereka dengan dinas kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Minimal mereka tahu persoalan dan juga untuk meredam hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi di masyarakat.

Saya aktif di medsos personal, itu sebagai pertanggung jawaban saya terhadap orang yang saya wakili. Responsnya sangat baik, bahkan saya harus membentuk tim untuk mencatat pesan-pesan yang masuk. Saya memanfaatkan itu sebagai masukan.

Selama ini masyarakat berpandangan bahwa DPRA melekat dengan pokir, penganggaran, dan Qanun, sebenarnya selain itu apa yang dilakukan DPRA?

Ya memang itu tugas yang diatur oleh undang-undang. Tugas kita ada tiga, pengawasan, legislasi, dan penganggaran. Cuma menjadi lebih, ketika sumber ekonomi Aceh tak hanya berpaku pada APBA. Aceh tidak memiliki sumber ekonomi lain, itu yang kami sebut dengan ekonomi pelat merah. Jadi, ekonomi Aceh hanya ditopang oleh PT APBA dan CV APBK. Sementara sektor industri sangat kecil. Investasi belum hidup, investasi Uni Emirat Arab yang akan masuk di Singkil baru akan dimulai.

Makanya publik jenuh dengan dinamika DPR karena hanya disitu-situ saja. Kita masih belum bisa melakukan kreasi lain, kenapa? karena platform ekonomi hanya di APBA. Bayangkan jika kita tidak melakukan penguatan UUPA , Otsus kita berkurang dari 2 persen jadi 1 persen setara DAU, ini akan jadi apa? Otsus kita sekarang Rp8 triliun, kalau nanti jadi 1 persen maka tingga Rp 4 triliun.

Bagaimana pandangan Anda tentang polemik APBA-P?

Saya mau strike, itu usulannya datang dari eksekutif. Kami sebagai pimpinan menampung itu, selanjutnya dibawa ke pimpinan fraksi. Dalam diskusinya, ada dua pandangan, pertama kenapa ada APBA-P? karena realisasi lambat, 2021 realisasi baru 38 persen di pengujung September, ini membahayakan. Kita memprediksikan Silpa akan ‘sehat dan gemuk.’

Di sisi lain, kawan-kawan beranggapan kalau persoalannya di realisasi maka tinggal percepat realisasi, ngapain perubahan. Bagi saya, yang penting pembangunan itu berhasil, mau perubahan atau tidak, bukan persoalan. Ini soal bungkusan saja, uangnya kan itu-itu saja. Kalau melihat waktu, tidak mungkin lagi perubahan.

Kita mempersilakan eksekutif untuk buat Pergub. Kita di DPRA tidak mau mengambil risiko, kita punya janji-janji, jalan ini harus dibangun, jembatan ini harus dibangun, ini harus cepat. Karena masyarakat menanyakan kepada kita. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved