Mediasi Soal Pengelolaan Migas Aceh Deadlock

Sidang mediasi atas gugatan pengelolaan minyak dan gas (migas) oleh PT Pertamina di wilayah Aceh tidak menemukan kesepakatan alias deadlock

Editor: bakri
For Serambinews.com
Sidang mediasi atas gugatan penggelolaan minyak dan gas (migas) oleh PT Pertamina di wilayah Aceh tidak menemukan kesepakatan alias deadlock. Gugatan diajukan Anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi dan proses mediasi berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/10/2021) 

BANDA ACEH - Sidang mediasi atas gugatan pengelolaan minyak dan gas (migas) oleh PT Pertamina di wilayah Aceh tidak menemukan kesepakatan alias deadlock. Gugatan ini diajukan oleh anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi, dan proses mediasi berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (19/10/2021).

Setelah memberi waktu hampir 1,5 bulan untuk bermusyawarah, ternyata prinsipal dan para tergugat belum mengambil satu sikap atas gugatan dimaksud. Adapun mereka yang digugat oleh Asrizal dalam perkara ini adalah Presiden cq Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI selaku Tergugat I.

Kemudian, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku Tergugat II, PT Pertamina (Persero) selaku Tergugat III, dan Kepala BPMA selaku Tergugat IV.

Mereka digugat karena dinilai tidak menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. Dalam PP itu disebutkan bahwa kontrak kerja pengeloaan migas PT Pertamina di wilayah Aceh harus dialihkan ke Badan Pengelola Minyak dan Gas Aceh (BPMA) sejak aturan dimaksud keluar.

Penggugat, Asrizal H Asnawi kepada Serambi, di Banda Aceh, Kamis (21/10/2021), mengatakan, mediasi itu deadlock karena pihak Kementerian ESDM meminta dirinya mencabut gugatan. "Pihak Kementerian ESDM sudah bicara dengan lawyer saya Bapak Safaruddin SH. Namun, permintaan pihak ESDM itu menurut saya tidak masuk akal, karena mereka meminta gugatan ini dicabut dan proses perdamaian akan dibicarakan di luar sidang," katanya.

Sementara pihak ESDM, menurut Asrizal, beralasan agar proses peralihan blok migas di Aceh bisa berjalan tanpa terhalang proses gugatan. Pasalnya, menurut pengacara ESDM yang dikutip Asrizal, blok migas di wilayah Aceh Timur bisa langsung dieksekusi.

"Tapi, untuk blok migas yang ada di wilayah Aceh Tamiang butuh sedikit waktu, karena itu wilayah perbatasan antara blok Aceh dan blok Sumatera Utara. Namun demikian, proses peralihan ini tetap akan dilanjutkan," ujar Asrizal mengulang pernyataan pengacara ESDM.

Terhadap tawaran itu, Asrizal menyampaikan bahwa dirinya tidak akan mencabut gugatan sebelum ada kepastian dari ESDM tentang rentang waktu peralihan kontrak kerja dari SKK Migas ke BPMA sebagaimana perintah PP Nomor 23 tahun 2015.

"Karena kesepakatan mediasi kita di sidang pertama ialah para pihak berharap dalam proses mediasi ini akan ada titik temu. Kemudian dilahirkan dalam perjanjian dan saya selaku penggugat baru akan mencabut gugatan saya," tegas Asrizal.

Hakim mediator, Muhammad Yusuf, sebelum menutup sidang mengatakan bahwa waktu sidang mediasi sudah habis dan untuk melaksanakan sidang mediasi lanjutan harus ada perpanjangan waktu. Hakim berharap pada sidang lanjutan, 26 Oktober mendatang, para pihak sudah ada jawaban yang pasti kapan persoalan tersebut bisa selesai, agar mediasi membuahkan hasil dan gugatan bisa dicabut. (mas)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved