Internasional

Nelayan Jalur Gaza Cari Akal Melaut, Bahar Bakar Mahal Sampai Kapal Perang Israel

Para nelayan di Jalur Gaza, Palestina harus mencari akal untuk tetap dapat menangkat ikat di laut.

Editor: M Nur Pakar
AFP
Warga Palestina mengibarkan bendera nasional saat pergantian Perdana Menteri Israel di Jalur Gaza, Senin (14/6/2021). 

SERAMBINEWS.COM, KOTA GAZA - Para nelayan di Jalur Gaza, Palestina harus mencari akal untuk tetap dapat menangkat ikat di laut.

Mereka menghadapi blokade yang berkepanjangan dari Israel, sehingga area menangkap ikan sangat terbatas.

Bahan bakar solar yang mahal dan kapal perang Israel yang terus berpatroli, serta motor boat terbatas menjadi kendala utama nelayan Gaza.

Seperti nelayan Palestina Mohammed Al-Nahal memimpin konvoi perahu reyot untuk malam berisiko lainnya di bawah blokade Israel di Jalur Gaza.

Dia dipaksa tetap dekat dengan pantai karena pembatasan Israel pada mesin yang kuat.

Dilansir AFP, Minggu (24/10/2021), mereka mengeluh hanya mencari tangkapan dari perairan dangkal dengan stok menurun.

“Jika kita menangkap 200 kilo sarden, itu sudah bagus,” kata Nahal.

"Tapi kita juga bisa kembali dengan tangan kosong," tambahnya.

Baca juga: Sudah Dua Pekan Solar Langka di Aceh Tamiang, Nelayan Terancam Gagal Melaut

Tingginya harga bahan bakar telah menambah biaya penangkapan ikan, sehingga tetap memilih tetap lebih dekat ke pantai.

“Semakin jauh kami pergi, semakin banyak kami membayar bahan bakar tanpa jaminan hasil tangkapan,” kata Nahal.

Dia memimpin barisan lima kapal dengan udara penuh dengan bau solar dan sarden.

Bagi Gaza, yang dipagari oleh Israel dan Mesir, usai Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, laut lepas tampaknya menawarkan janji kebebasa, tetapi menipu.

Angkatan Laut Israel sepenuhnya mengendalikan perairan di lepas pantai sepanjang 40 kilometer (25 mil) Gaza.

Secara teratur membatasi atau memperluas ukuran zona penangkapan ikan sebagai tanggapan terhadap kondisi keamanan.

Setelah berbulan-bulan relatif tenang setelah konflik 11 hari antara Israel dan Hamas pada Mei, zona penangkapan ikan diperluas bulan lalu menjadi 15 mil laut.

Maksimum di bawah blokade, termasuk perairan dalam dengan stok ikan yang lebih kaya.

Tapi kru Nahal tidak berani sejauh itu.

Enam mil adalah batas luarnya, untuk ikan sarden, tetapi terlalu dekat dengan pantai untuk ikan bernilai lebih besar seperti tuna.

“Kami para nelayan tidak memiliki mesin yang memadai untuk mencapai jarak 15 mil,” kata Nahal.

“Saat ini, kami tidak diizinkan memasuki Gaza dengan mesin modern ini," jelasnya.

Beberapa nelayan Palestina juga takut berlayar terlalu jauh ke laut.

Di masa lalu, kapal perang Israel telah melepaskan tembakan dan merusak jaring untuk menegakkan pembatasan akses.

Mencari nafkah membutuhkan banyak akal.

Nahal menggunakan kembali mesin mobil Volvo untuk menyalakan kapal dan lampu yang kuat yang disinari pada malam hari untuk menarik ikan sarden.

Karena pembatasan impor blokade, Israel juga membatasi akses ke peralatan utama lainnya seperti perangkat sonar untuk menemukan kawanan ikan.

Israel membatasi barang-barang tersebut dengan alasan penggunaan ganda.

Baca juga: VIDEO Ikan Mola Raksasa Seberat Dua Ton Ditangkap Nelayan Spanyol

Israel mengatakan nelayan dapat membantu produksi senjata Hamas, atau mesin yang kuat oleh penyelundup.

Dikatakan blokade itu diperlukan untuk melindungi warga sipil Israel yang menjadi sasaran ribuan roket yang ditembakkan hamas.

Tapi Yussef (22) yang mengawasi kapal Nahal, mengeluh dengan semua nelayan Gaza yang dipaksa masuk ke daerah kecil yang sama.

Padaha, mereka harus berjuang untuk menangkap banyak ikan untuk menghasilkan keuntungan.

“Ikannya tidak cukup,” katanya.

“Saya hidup dari memancing sejak berumur 14 tahun," ungkapnya.

"Setiap hari, ketika air terbuka, saya keluar, karena itu satu-satunya hal yang saya tahu bagaimana bertahan hidup,” ujarnya.

Untuk Gaza, rumah bagi sekitar dua juta orang Palestina, setengahnya menganggur dan ikan dari laut menawarkan sumber protein yang penting.

Tetapi selain penangkapan ikan yang berlebihan, industri ini menghadapi banyak tantangan.

Seperti limbah yang diolah dengan buruk yang dipompa ke laut dari kota yang padat.

Sehingga, akan mempengaruhi seluruh lingkungan laut dan kesehatan masyarakat, menurut laporan Bank Dunia 2020.

“Banyak ikan yang menjadi andalan manusia sudah dieksploitasi secara berlebihan,” tambah Bank Dunia.

Kali ini, bagi Nahal, ada keberhasilan.

Setelah berjam-jam menyorotkan cahaya terang ke perairan, perahu-perahu itu mengelilingi daerah itu dan menebarkan jala.

“Ini ikannya, tangkap mereka, karena ikanlah yang saya sukai,” kata pria itu.

Kelelahan dan kembali ke pelabuhan, para nelayan menjual hasil tangkapan di pelabuhan yang sibuk.

Juru lelang meneriakkan harga kepada pedagang grosir yang menunggu.

Baca juga: Nelayan di Aceh Barat 2.800 Orang, Panglima Laot Ajak Semua Ikut Vaksin, Kecuali karena Alasan Medis

Untuk Nahal, setengah ton ikan terjual dalam waktu 90 detik seharga 3.000 shekel Israel atau $935, sekitar Rp 13,3 juta.

Jumlah itu lebih dari yang dia harapkan, tetapi bukan malam yang menguntungkan.

Karena harus dipotong biaya dan upah kru.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved