UU HPP
Masyarakat Berpenghasilan Menengah akan bayar Pajak Lebih Rendah
Banyak manfaat yang dapat dirasakan dari sektor pajak, seperti adanya Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), sekolah gratis, subsidi kesehatan...
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Saat ini, pajak memiliki peranan penting bagi negara Indonesia karena hampir 80 persen sumber penerimaan negara dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) berasal dari sektor perpajakan.
Banyak manfaat yang dapat dirasakan dari sektor pajak, seperti adanya Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), sekolah gratis, subsidi kesehatan, subsidi pertanian, subsidi BBM, pembangunan dan perawatan infrastruktur.
Baru-baru ini, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 29 Oktober 2021.
Kepala KPP Pratama Aceh Besar, Nugroho Nurcahyono menjelaskan UU HPP merupakan bagian berkelanjutan dari proses reformasi perpajakan.
Selama ini, reformasi perpajakan telah dilakukan pada proses administrasi, perbaikan sumber daya manusia, organisasi, dan proses bisnis.
Dikatakan, reformasi perpajakan dilakukan untuk mewujudkan pajak yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
UU HPP ini disusun berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.
“Tujuan disusunnya UU HPP adalah meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak,” sebutnya saat menjadi narasumber dalam talkshow bertema “Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan” yang disiarkan melalui Radio Serambi FM dan Live Facebook Serambinews.com, Selasa (30/11/2021).
Kegiatan yang dipandu Host, Tieya Andalusia ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Fungsional Penyuluh Pajak KPP Pratama Aceh Besar Intan Saputri Nasution dan Dori Endrizal.
Pada kesempatan tersebut, Intan Saputri Nasution menjelaskan dengan pengesahan UU HPP ini, lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) terendah 5 persen dinaikkan menjadi Rp 60 juta dari sebelumnya Rp 50 juta sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak berubah, yaitu bagi orang pribadi dengan status tidak kawin (lajang) sebesar Rp 4,5 juta perbulan atau Rp 54 Juta per tahun.
Dikatakan, tambahan sebesar Rp 4,5 juta diberikan untuk Wajib Pajak dengan status kawin dan masih ditambah Rp 4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang. “Manfaatnya, masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah akan membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya,” sebutnya.
Di sisi lain, pemerintah mengubah tarif dan menambah lapisan PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak diatas Rp 5 miliar. Perubahan-perubahan ini ditekankan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah.
Hal lain juga disampaikan oleh Dori Endrizal yaitu kabar baik bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah adanya ketentuan batas peredaran bruto yang tidak dikenai PPh.
Dalam UU HPP dijelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif final 0,5 persen (PP 23/2018) tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta dalam 1 tahun pajak.
“Jadi, kalau ada pengusaha seperti pemilik warung kopi atau toko kelontong dan pendapatannya tidak mencapai Rp 500 juta per tahun, maka mereka tidak dikenakan pajak,” sebutnya.
Ia mengatakan dalam aturan sebelumnya, tidak ada batasan penghasilan yang dikenai pajak untuk kategori WP UMKM (WP dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun). Berapapun peredaran bruto atau pendapatannya dalam setahun, apakah itu hanya Rp10 juta, Rp50 juta, Rp100 juta, tetap dikenakan pajak final 0,5 persen.
“Jadi sangat jelas, mulai tahun 2022, WP UMKM yang harus membayar pajak penghasilan sesuai PP 23/2018 adalah WP dengan peredaran bruto di atas Rp 500 juta,” sebutnya. (*)