Berita Aceh Utara
Pengungsi Banjir Tersisa 3.061 Orang, Ribuan Hektare Tanaman Padi Rusak Terendam Air
Korban banjir di Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, yang masih mengungsi sebanyak 1.012 Kepala Keluarga (KK) atau 3.061 jiwa
LHOKSUKON - Korban banjir di Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, yang masih mengungsi sebanyak 1.012 Kepala Keluarga (KK) atau 3.061 jiwa.
Mereka berasal dari delapan gampong di kecamatan tersebut.
Sebelumnya, pengungsi dari 48 gampong di Kecamatan Lhoksukon yang terendam banjir mencapai 7.072 KK atau 24.288 jiwa.
Kabag Humas Pemkab Aceh Utara, Hamdani, kepada Serambi, Sabtu (8/1/2022), mengatakan, jumlah pengungsi berkurang seiringnya surutnya banjir sejak Kamis (6/1/2022).
“Awalnya, total pengungsi banjir di Kecamatan Lhoksukon mencapai7.072 KK atau 24.288 jiwa.
Tapi, sekarang hanya tersisa 1.012 KK atau 3.061 jiwa,” sebutnya.
Korban banjir di Kecamatan Lhoksukon yang masih mengungsi, menurut Hamdani, berasal dari delapan gampong.
Rinciannya, Desa Nga 230 KK atau 700 jiwa, Desa Rawa71 KK atau 250 jiwa, Desa Jok Teungoh 210 KK atau 450 jiwa, Desa Pulo Dulang 74 KK atau 222 jiwa, Keutapang150 KK atau 455 jiwa.
Seterusnya, Desa Bintang Hu 50 KK atau 155 jiwa, Cot U Sibak 154 KK atau 610 jiwa, dan Desa Blang Aman 73 KK atau 219 jiwa.
Kembali ke dayah Puluhan santri yatim dan anak telantar di Dayah Raudhatul Huda, Matang Ceubrek, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, yang selama ini diungsikan ke tenda di halaman Kantor Bupati Aceh Utara, kawasan Landing, Kecamatan Lhoksukon, Jumat (7/1/2022) sekitar pukul 17.00 WIB, kembali ke dayahnya karena banjir yang merendam tempat mereka menuntut ilmu sudah surut.
Mereka dievakuasi ke tenda pada Senin (3/1/2021) karena dayah tersebut terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 1 meter.
Setelah lima hari tinggal di tenda pengungsian, santri yatim dan anak telantar tersebut dikembalikan ke dayahnya.
Pimpinan Dayah Raudhatul Huda, Muhammad Diyan kepada Serambi, Sabtu (8/1/2022), menyebutkan, mereka dievakuasi ke tenda karena mayoritas santri tersebut adalah anak-anak yang masih duduk di kelas 1 SD dan kelas 3 SMP.
Selama di tenda pengungsian, menurutnya, aktivitas belajar dihentikan karena tidak memiliki fasilitas yang memadai.
Seperti tidak ada kitab dan bahkan sebagian santri tidak sempat mengambil pakaian.