Webinar Penguatan Keislaman
Makam Ulama dan Para Pejuang Gayo di Bener Meriah Akan Dijadikan Cagar Budaya
Di Bener meriah juga terdapat banyak makam-makam tokoh para pejuang tokoh agama Islam yang sangat dihormati masyarakat.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Bener Meriah siap mengupayakan kawasan makam Habib Muhammad Jalung di Kampung Jalung, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah dijadikan cagar budaya.
Selain itu di Bener meriah juga terdapat banyak makam-makam tokoh para pejuang tokoh agama Islam yang sangat dihormati masyarakat.
"Insya Allah, Pemkab Bener Meriah akan mengupayakannya ada Qanun tentang makam-makam bersejarah itu," kata Kepala Dinas Pariwisata Bener Meriah Irmansyah saat berbicara dalam "Webinar #seri 3: Penguatan Keislaman di Jalung, Rakal, Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah dan kaitannya dengan ulama asal Mekkah, Habib Syarif," Sabtu (23/4/2022)
Narasumber lainnya T Said Lidansyah, (turunan generasi kelima Habib Syarif) Irmansyah (Kadis Pariwisata Bener Meriah), Yusradi Usman al-Gayoni (Peneliti Masjid Quba Bebesen) dan Eddy Iwansyah Putra (Camat Pintu Rime Gayo), moderator, Dra. Yusrafiddin M.Pd (Direktur Universitas Terbuka Medan).
Webinar ini diselenggarakan Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, diikuti puluhan partisipan, antaranya Ushuluddin dari Jakarta, Yan Budianto dari Sabang, Syarifah Salmah dari Jakarta dan lain-lain
Irmansyah merencanakan selepas lebaran ini pihaknya akan meninjau keberadaan makam tersebut. "Sebelumnya kita mau berangkat Jalung, tapi informasi dari Pak Camat, jalannya sulit dan ditambah sedang musim hujan, terpaksa ditunda. Insya Allah setelah Idul Fitri kita jadwalkan kunjungan lagi ke Jalung," kata Irmansyah.
Ia menyebutkan, makam-nakam para tokoh pejuang dan ulama itu merupakan salah satu objek wisata religius, sebab selama ini banyak para penziarah datang ke Bener Mereka, antara lain ke Makam Syech Abdurrauf, Bener Merie dan lain-lain.
Adapun Habib Jalung adalah ulama asal Mekkah yang datang ke Tanah Gayo bersama ayahnya, Habib Syarif dan seorang saudaranya Habib Yusuf serta penghafal Quran Syech Mahmud.
Kisah kedatangan keluarga Habib Syarif ini dituturkan generasi kelima keluarga ini Tgk T. Said Lidansyah.
Ia adalah generasi kelima dari Habib Syarif, ulama asal Mekkah Arab Saudi yang hijrah ke Gayo dan perintis pendirian Masjid Bebesen Aceh Tengah dan Masjid Ketol, dan Habib Jalung mengajar agama di Jalung dan menigak dan dimakamkan di Jalung.
Said Lidansyah sendiri saat ini menetap di Aceh Tengah bersama sejumlah turunan Habib Syarif lainnya. Tapi sebagian menetap di pesisir Aceh, Jakarta dan sebagian lagi ada di Mekkah.
“Kami hidup terpencar sekarang. Ada di Aceh Tengah, ada di Pidie, ada di Jakarta, ada juga di Arab Saudi," kisah Tgk Said Lidansyah.
T Said Lidansyah mengaku mendapat cerita tentang Habib Syarif dan perannya membangun Masjid Bebesen dan Ketol dari "anan" (neneknya) bernama Syarifah Medinah, ibu dari Cut Aja (lahir 1914 di Bebesen) yaitu ibu dari T Said Lidansyah.
Syarifah Medinah adalah putri dari Syarifah Nurullah (atau datu dari T Said Lidansyah), putri tertua dari Habib Muhammad Jalung, atau cucu dari Habib Syarif.
T Said Lidansyah menuturkan, bahwa Habib Syarif memiliki dua anak, yaitu Habib Muhammad Jalung dan Habib Yusuf.
Habib Muhammad Jalung mempunyai delapan anak, tertua Syarifah Nurullah (datu t Said Lidansyah), Habib Murasyaf, Habib Harbi, Habib Krueng, Habib Ahmad (Habib Item, makamnya di belakang Masjid Quba Bebesen), Habib Husin, Syarifah Obit, dan Syarifah Hadijah.
Said Lidansyah menyebutkan, ketika hijrah ke Gayo, Habib Syarif datang bersama istri, dan dua orang putranya bernama Habib Muhammad (belakangan dikenal dengan nama Habib Muhammad Jalung) dan Habib Yusuf. Keduanya juga datang bersama istri. Seorang lagi penghafal Quran, Syech Mahmud juga didampingi istri.
Said Lidansyah menyebutkan, Habib Syarif adalah orang Arab, berasal dari Mekkah, bukan berasal dari Yaman atau Hadramaut.
Awalnya rombongan kecil ini menetap di Ie Leubeu, Pidie. Setelah menguasai bahasa Aceh, dari Pidie, Habib Syarif dan rombongan ke Ulim, Paya Tui, Pidie Jaya. Kemudian, meneruskan perjalanannya sampai ke Peudada, lalu mengikuti aliran sungai Peudada, sampai ke Pantan Lah.
Dari Pantan Lah, lanjutnya, Habib Syarif ke Jalung (sebelumnya bernama Kala Ali-Ali), sampai ke Serempah, Ketol.
“Di Serempah, Habib Syarif lama menetap, sempat bercocok tanam, bersawah. Karena ada warga dan pemukiman, Habib Syarif kemudian membangun masjid, untuk lebih menyiarkan Islam. Akibatnya, orang berdatangan ke Ketol, dari Bebesen, Tunyang, dan lain-lain. Orang ingin tahu kesosokkan Habib Syarif dan mendalami agama Islam,” sebutnya.
Di antara jemaah yang datang dari Bebesen, ada yang mengajak Habib Syarif untuk ke Bebesen. “Habib Syarif pun kemudian mengiyakan ajakan jamaah asal Bebesen tersebut dan pindah ke Bebesen.
Sampai di Bebesen, Habib Syarif awalnya tinggal di Pejebe. Dari Pejebe, Habib Syarif pindah ke Kampung Bebesen. Baru kemudian Habib Muhammad, Syech Mahmud, dan keluarga menyusul dari Ketol ke Bebesen. Karena melihat aliran air yang bagus di sebelah utara masjid sekarang, Habib Syarif membuat sumur untuk kebutuhan masyarakat Bebesen dan sekitarnya, dikenal dengan Telege Monyeng (Monyeng atau Munyang dalam Bahasa Gayo, merujuk ke Habib Syarif).
“Habib Syarif juga membawa tiga buah Alquran. Yang satu dibawa Habib Yusuf. Yang dua tinggal di Bebesen, satu dipegang oleh cucu Habib Syarif, yaitu anak Habib Muhammad, Syarifah Nurullah (kuburannya di Bur Ucak, Bur ni Kercing). Syarifah Nurullah mengajar ngaji khusus kaum perempuan di Bebesen. Dari situ lah asal mula joyah. Dulu, masih kecil. Banyak yang datang belajar untuk mengaji, dari Tunyang, menginap, membawa perbekalan, belajar mengaji, sampai sebulan di Bebesen,” sebut Lidansyah.
Tapi Lidansyah belum mendapat jawaban kenapa rombongan Habib Syarif ini hijrah ke Gayo.
"Kalau alasannya mencari kehidupan baru karena alasan ekonomi, rasanya tidak masuk akal, sebab di Pidie dan juga Peudada, keluarga Habib ini punya lahan sawah," kata Said Lidansyah.
Belakangan kata T Said Lidansyah datang lagi satu kelompok dari Yaman, salah seorang diantaranya bernama Habib Abdillah Al Habsy, yang menikah dengan Syarifah Khadijah, putri dari Habib Muhammad Jalung.
Abdillah Al Habsy ini menurut Lidansyah yang merintis pembangunan Masjid Tua Asir Asir Takengon.
Habib Syarif meninggal dunia pada 1850 dan Habib Muhammad Jalung pada 1887. Makam Habib Syarif ada di kompleks Masjid Bebesen dan makam Habib Muhammad Jalung ada di Kampung Jalung, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah.
T Said Lidansyah mengatakan, ia mengetahui tahun meninggalnya kedua tokoh Islam itu karena tertera sangat rapi dalam catatan silsilah keluarga.(*)
Baca juga: Sebelum ke Gayo, Ulama Mekkah Habib Syarif Menetap di Ie Leubeu Pidie, Begini Sejarahnya