Kondisi Aceh

Kajati Aceh Temui Wali Nanggroe, Bahas dari Kondisi Ekonomi Hingga Penegakan Hukum di Aceh

Bersama Kajati hadir Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Djamaluddin SH MH, Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rahmat Azhar SH MH, Asisten Bi

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Kajati Aceh Bambang Bachtiar melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar di Meuligoe Wali Nanggroe, Kamis (12/5/2022). 

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar SH MH dan rombongan melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar di Meuligoe Wali Nanggroe, Kamis (12/5/2022).

Bersama Kajati hadir Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Djamaluddin SH MH, Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rahmat Azhar SH MH, Asisten Bidang Intelijen Mohamad Rohmadi SH MH, Asisten Bidang Pembinaan M Rizal Sumadiputra SH MH, dan Kepala Bagian Tata Usaha Rachmadi SH.

Dalam pertemuan itu, Wali Nanggroe Tgk Malik Mahmud Al Haythar yang didampingi Staf Khusus Wali Nanggroe Muhammad Raviq menjelaskan kondisi Aceh saat ini setelah 17 tahun damai.
Wali Nanggroe mengatakan, kondisi saat ini Aceh belum sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan, baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya.

Cerita Ganjar Kepanasan Saat Naik Wings Air dari Kuala Namu ke Malikussaleh Aceh Utara, Bagai Sauna

"Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga yakni Medan (Sumatera Utara)," katanya sebagaimana rilis yang dikirim Penkum Kejati Aceh.

Menurut Wali Nanggroe, banyak kebutuhan masyarakat Aceh diproduksi di Medan dan dijual di Acehsebagai tempat pemasaran. Demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur dan ditentukan dari daerah lain.

"Sehingga pada saat panen, petani Aceh tidak menikmati hasilnya dan tidak bisa ikut menentukan harga sebab harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya," sebut Wali Nanggroe.

Secara umum, sambung Wali Nenggroe dalam rilis tersebut, disebutkan bahwa Aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri.

Sementara di dalam kegiatan pemerintahan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana otsus yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan tidak dapat dipergunakan secara baik.

"Sehingga dana tersebut dikembalikan lagi ke pusat, padahal masyarakat Aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh," ungkapnya.

Sementara Kajati Aceh, Bambang Bachtiar dalam pertemuan tersebut menjelaskan tentang penegakan hukum di Aceh. Kejati Aceh, kata Bambang, dalam penegakan hukum melakukan pendekatan pencegahan.

Artinya, bukan mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana supaya memastikan bahwa di Aceh tidak terjadi permasalahan-permasalahan hukum.

"Apabila permasalahan itu timbul tidak semuanya perkara akan diputus melalui jalur persidangan tapi dapat dilakukan melalui Restorative Justice setelah dilakukan perdamaian di gampong," sebutnya.

Hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat.

Dalam pertemuan tersebut Kejaksaan juga memberikan bantuan pelayanan hukum kepada masyarakat apabila dibutuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah dibuat di gampong se Aceh.

Apabila keuchik menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di gampong, Bambang mengatakan dapat meminta bantuan pelayanan hukum kepada Kejaksaan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved