Serambi Podcast
Elemen Sipil Sorot Akhir Periode Gubernur Aceh
Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah pada Juli 2022 nanti, elemen sipil dan pengamat di Aceh menyorot beberapa hal...
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah pada Juli 2022 nanti, elemen sipil dan pengamat di Aceh menyorot beberapa hal.
Salah satunya adalah terkait tidak terealisasinya semua Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2017-2022 Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Hal itu disampaikan oleh Akademisi Unmuha, Dr Taufiq A Rahim dan Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri saat menjadi narasumber podcast bersama Hurriah Foundation, Jumat (13/5/2022).
Hadir juga sebagai narasumber, Bardan Sahidi, Anggota DPRA yang juga Wakil Ketua Banleg DPRA.
Taufik A Rahim dalam podcast tersebut bahkan menilai kondisi Aceh saat ini sangat memprihantinkan.
Hal itu disebabkan, kepemimpinan yang tidak sejalan dengan RPJM yang telah dicanangkan.
"Aceh saat ini sangat memprihatinkan, padahal RPJM merupakan visi dan misi dan landasan kepemimpinan Aceh.
Jadi kalau dengan RPJM itu bisa mengukur semua indikator keberhasilan pemerintahan," katanya.
Jika mengacu pada anggaran yang triliunan setiap tahunnya, kata Taufik, seharusnya Aceh saat ini kondisinya tidak lagi seperti ini.
Namun, sayangnya, kata Taufik, Aceh jauh seperti yang diharapkan.
"Anggaran kita triliunan, seharunya Aceh tidak lagi begini.
Tapi kondisi ril Aceh saat ini sangat timpang, baik dari segi sosial, ekonomi, dan juga politiknya," kata dia.
Sementara Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri, menyorot beberapa dari 15 program yang dicanangkan Gubernur dan Wakil Gubernur 2017-2022.
Menurutnya, banyak program yang tidak berjalan.
"Tata ruang kita tidak selesai, kemudian koridor satwa tidak ada.
Itu masuk ke Aceh Green ya, termasuk soal konflik satwa," katanya.
Kemudian bicara Aceh Carong, di mana salah satu program untuk memajukan sumber daya manusia di Aceh, justru baru-baru ini dihebohkan dengan korupsi dana beasiswa.
"Nah, apa yang dibangun dari Aceh Carong sebenarnya.
Begitu juga dengan Aceh Meulaot, bagaimana kita lihat ketika ada nelayan yang tertangkap di luar Aceh, tapi apa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kita.
Ya minimal upaya hukum," katanya.
Sementara itu, Anggota DPRA, Bardan Sahidi mengatakan, DPRA selaku mitra kritis selama ini melakukan fungsi pengawasan atau kontroling.
"Fungsi kontrol dari DPRA itu bukan auditing, tapi fungsi controlling.
Pengawasan yang kita lakukan, apa yang sudah dilakukan selama setahun? Kalau kinerja keuangan hasil audit BPK, kalau kinerja ada BPKP dan Inspektorat.
Dan kalau lima tahun ini, akumulasi dari tahun pertama hingga tahun kelima baru nanti dihitung selama lima tahun," katanya.
Dari lima tahun perjalanan itu, Bardan sendiri tidak memberi penilai baik buruknya pemerintahan.
"Saya tidak memberi penilaian begitu.
Tapi menurut saya bobot kurang, janji masih terhutang.
Klimaksnya satu, pengawasan yang dilakukan DPRA adalah melakukan hak interpelasi, namun itu layu sebelum berkembang, gugur di tengah jalan karena ini pendekatan politik,"pungkasnya. (*)