Mulai Juli 2022 Iuran BPJS Kesehatan Akan Sesuai Gaji, yang Tak Berpenghasilan Bagaimana Aturannya?
Selain itu, peleburan kelas BPJS Kesehatan ini juga berdampak terhadap besaran iuran yang harus dibayar oleh peserta setiap bulannya.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menghapus tingkatan kelas pada tahun ini.
Rencananya, layanan kelas 1, 2, dan 3 yang selama ini diterapkan oleh BPJS Kesehatan akan dilebur menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Peleburan wacana yang telah dicetuskan sejak beberapa tahun lalu itu dijadwalkan akan mulai diterapkan pada Juli 2022.
Selain itu, peleburan kelas BPJS Kesehatan ini juga berdampak terhadap besaran iuran yang harus dibayar oleh peserta setiap bulannya.
Nantinya setelah kelas dilebur menjadi Kelas Rawat Inap Standar, iuran BPJS Kesehatan bukan lagi berdasarkan kelas, melainkan sesuai dengan gaji peserta.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri.
Baca juga: Tarif BPJS Kesehatan Terbaru: Disesuaikan dengan Gaji Peserta, Kelas 1, 2, dan 3 Dihapus
"Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial. Salah satu prinsipnya adalah sesuai dengan besar penghasilan," kata Asih, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (9/6/2022).
Lantas jika iuran BPJS Kesehatan disesuaikan dengan gaji, bagaimana dengan peserta yang tidak memiliki penghasilan atau tidak punya gaji?
Penjelasan DJSN
Melansir Kompas.com, Minggu (12/6/2022), Wakil Ketua DJSN, Muttaqien mengatakan pihaknya masih menggodok besaran iuran BPJS Kesehatan terkait rencana peleburan kelas yang akan dilakukan pada Juli 2022.
Pihaknya belum memastikan nominal besaran iuran peserta seusai peleburan kelas, termasuk bagi yang belum berpenghasilan.
"Terkait iuran masih terus berproses dalam simulasi di internal pemerintah dan lembaga berdasarkan hitungan aktuaria jaminan sosial dan kemampuan membayar masyarakat," ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Muttaqien, kebijakan peleburan kelas dan rencana besaran iuran BPJS Kesehatan sesuai gaji itu dilakukan dengan tujuan yang lebih baik.
Baca juga: Cara Mencicil Tunggakan BPJS Kesehatan, Daftar Program REHAB di Aplikasi Mobile JKN, Ini Syaratnya
"Kebijakan yang akan diambil tentu bertujuan untuk keberlanjutan, peningkatan mutu, dan ekuitas di Program JKN dan mampu mencapai Universal Health Coverage di Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, Pps. Kepala Humas BPJS Kesehatan, Arif Budiman yang dikonfirmasi secara terpisah oleh Kompas.com juga mengungkapkan hal yang sama.
Menurutnya, penentuan besaran iuran BPJS Kesehatan bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan banyak pertimbangan.
"Besaran iuran program JKN itu diatur melalui Peraturan Presiden, sehingga memerlukan waktu yang tidak sebentar jika memang ada besaran iuran baru. Memerlukan perhitungan yang tepat dan tidak memberatkan peserta," tutur Arif dikutip dari Kompas.com (12/6/2022).
Bukan hal baru
Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sesuai dengan besaran gaji ini sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Dilansir dari Kompas.com, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sesuai gaji telah diterapkan di Indonesia, sebagaimana mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
Dijelaskan Arif, saat ini, peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta memiliki besaran iuran BPJS Kesehatan yang telah disesuaikan dengan gaji.
Baca juga: Kabar Gembira! Sekarang Tunggakan BPJS Kesehatan Bisa Dicicil, Program Rehab Diluncurkan
yakni sebesar 5 % dari upah, dengan rincian 4 % dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 % oleh pekerja.
"Iuran berdasarkan besaran gaji memang sudah berjalan demikian untuk peserta PPU," jelas Arif," ujar Arif.
Perhitungan iuran ini juga berlaku pada batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp. 12 juta.
"Jadi (untuk saat ini) perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya," imbuhnya.
Iuran BPJS Kesehatan masih sama
Hingga saat ini (12/6/2022), Arif memastikan bahwa besaran iuran BPJS Kesehatan masih sama seperti sedia kala.
Oleh karena itu, Arif mengimbau agar masyarakat tidak gegabah di tengah rencana peleburan dan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang masih digodok pemerintah.
Iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta PBI masih sebesar Rp. 42.000. Nominal itu dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
Adapun untuk segmen peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja), iuran BPJS Kesehatan juga masih dilakukan seperti sedia kala.
"Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki," tutur Arif.
"Jadi bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3," imbuhnya.
Besaran iuran tersebut, sebagai berikut:
• Kelas 1 sebesar Rp. 150.000 per orang per bulan
• Kelas 2 sebesar Rp. 100.000 per orang per bulan
• Kelas 3 sebesar Rp. 35.000 per orang per bulan.
Untuk diketahui, kelas 3 sebenarnya telah mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp. 7.000 per orang per bulan. Sebelum mendapat potongan dari pemerintah, besaran iurannya adalah Rp. 42.000.
"Atau jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iurannya dibayar pemerintah," papar Arif.
Bagaimana ruang perawatan KRIS?
Dikutip dari laman Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN), anggota DJSN Tono Rustiano menjelaskan kriteria ruang perawatan KRIS akan didasarkan pada peraturan yang sudah ada dari Kementerian Kesehatan.
"Kriteria yang disusun untuk penerapan KRIS JKN ini bukanlah kriteria baru melainkan diambil dari kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, yaitu berupa Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit-Ruang Rawat Inap, Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit," kata dia.
Dalam permenkes tersebut ditentukan bagaimana standar ruang perawatan pasien, mulai dari bahan bangunan, ventilasi, pencahayaan, kontak percabangan, panggilan bagi perawat, suhu ruangan, ruangan per jenis kelamin, kepadatan ruang rawat, tirai, dan sebagainya.
Standar-standar itu ditetapkan untuk memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit.
(Serambinews.com/Yeni Hardika; Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta/Alinda Hardiantoro)