Luar Negeri
Tunisia Didera Krisis Ekonomi, Kebutuhan Pangan Kosong, Warga Protes hingga Rebutan Gula dan Beras
Para pengunjuk rasa di distrik Douar Hicher di ibukota Tunis yang di diami pekerja buruh, turun ke jalan dalam kemarahan mereka pada Minggu, 25/9/2022
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
Tunisia Alami Inflasi Hampir 9 persen, Kebutuhan Pangan Kosong, Warga Protes hingga Rebutan Gula dan Beras
SERAMBINEWS.COM, TUNIS - Ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di ibu kota Tunisia karena inflasi yang melonjak dan kekurangan pangan.
Hal ini telah memperparah kerusuhan di tengah krisis politik yang sedang berlangsung di negara itu.
Para pengunjuk rasa di distrik Douar Hicher di ibukota Tunis yang di diami pekerja buruh, turun ke jalan dalam kemarahan mereka pada Minggu (25/9/2022) malam.
Beberapa orang mengumpulkan ban dan dibakar sebagai bentuk protes.
Baca juga: Tim Pengendali Inflasi Daerah Pemerintah Aceh Berupaya Kendalikan Inflasi Dampak dari Kenaikan BBM
Sementara pengunjuk rasa yang lain meneriakkan, “Di mana Kais Saied?”, mengacu pada presiden Tunisia.
Kais Saied diketahui berada di bawah tekanan karena negara Afrika Utara itu menghadapi krisis keuangan.
Tunisia mengalami inflasi hampir sembilan persen dan kekurangan beberapa bahan makanan di toko-toko di seluruh negeri.
Dilansir dari Al Jazeera, Saied membubarkan parlemen tahun lalu dalam sebuah langkah yang dikecam lawan sebagai "kudeta".
Para pengunjuk rasa yang frustrasi meneriakkan “pekerjaan, kebebasan, dan martabat nasional”.
Baca juga: Protes Kematian Wanita Muda, Dua Pria Lempar Bom Molotov ke Kedutaan Besar Iran di Athena
“Kami tidak dapat mendukung kenaikan harga yang gila-gilaan. Di mana gulanya?” teriak seorang pengujuk rasa.
Gambar dan video di media sosial menunjukkan rak kosong di supermarket, dengan video yang diposting pada hari Minggu menunjukkan puluhan pelanggan berebut satu kilogram gula di pasar.
Banyak warga Tunisia telah melaporkan menghabiskan berjam-jam mencari dan berebut gula, susu, mentega, minyak goreng dan beras.
Di wilayah Mornag, pengunjuk rasa memblokir jalan setelah kematian bunuh diri seorang pemuda yang menurut keluarganya gantung diri setelah diganggu oleh polisi kota.
Penyitaan mesin timbang pria itu sebagai hukuman karena menjual buah tanpa izin memiliki gema dari perlakuan Mohamed Bouazizi, seorang pedagang kaki lima yang membakar dirinya pada Desember 2010, memicu revolusi Tunisia.
Polisi anti huru hara akhirnya menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa di Mornag.
Baca juga: Demonstran Iran Bakar 40 Gedung Pemerintah Provinsi Mazandaran, Protes Kematian Mahsa Amini
Kerusuhan terjadi setelah pemerintah menaikkan harga tabung gas memasak sebesar 14 persen awal bulan ini, kenaikan harga pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir.
Tunisia juga menaikkan harga bahan bakar untuk keempat kalinya dalam tahun ini.
Hal itu sebagai bagian dari rencana untuk mengurangi subsidi energi, perubahan kebijakan yang diupayakan oleh Dana Moneter Internasional.
Di mana pemerintah berjuang untuk mendapatkan pinjaman untuk menyelamatkan keuangan publik dari kehancuran.
Protes datang beberapa bulan setelah serangkaian demonstrasi yang dipimpin oposisi terhadap Saied menjelang referendum Juli yang menghasilkan pengesahan konstitusi baru.
Tindakan Saied, yang baru-baru ini termasuk mengeluarkan undang-undang pemilihan yang mengurangi peran partai politik di parlemen menjelang pemilihan legislatif Desember.
Telah dilihat sebagai memperkuat kemunduran demokrasi di negara itu, yang pernah dianggap sebagai kisah sukses yang langka dari negara-negara Arab.
Musim semi, serangkaian gerakan pro-demokrasi yang melanda kawasan itu setelah keberhasilan Tunisia dalam menyingkirkan orang kuat lama Zine El Abidine Ben Ali. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
BACA BERITA SERAMBI DI GOOGLE NEWS