Breaking News

DPR Sepakat Pilih Johanis Tanak, Capim KPK yang Usul Restorative Justice untuk Kasus Korupsi

Johanis memperoleh sebanyak 38 suara dan Nyoman hanya mendapatkan 14 suara. Sedangkan, satu suara dinyatakan tidak sah.

kompas.com
Gedung KPK. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Johanis Tanak terpilih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Lili Pintauli Siregar.

Johanis terpilih berdasarkan hasil voting atau pemungutan suara di Komisi III DPR yang melibatkan 53 anggota dewan yang hadir.

Johanis memperoleh sebanyak 38 suara dan Nyoman hanya mendapatkan 14 suara. Sedangkan, satu suara dinyatakan tidak sah.

"Atas nama Johanis Tanak terpilih sebagai calon anggota pengganti pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023. Apakah dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir sebagai pimpinan rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (28/9/2022).

"Setuju," jawab anggota dewan yang hadir. Selanjutnya, nama Johanis akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan, kemudian dikembalikan ke Presiden Joko Widodo untuk dilantik.

Johanis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tahun 1983. Ia diketahui kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Airlangga hingga mendapatkan Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum pada Juni 2019.

Selama ini ia dikenal sebagai pejabat karier di lingkungan kejaksaan. Pada 2014 ia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau.

Kemudian menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016 silam.

Baca juga: Catherine Wilson Dikabarkan akan Segera Lepas Status Janda, Netizen Temukan Undangan Pernikahan

Baca juga: UIN Ar-Raniry dan BSI Bahas Peningkatan Kerja Sama, akan Bangun Laboratorium Bank Mini Syariah

Baca juga: UIN Ar-Raniry dan BSI Bahas Peningkatan Kerja Sama, akan Bangun Laboratorium Bank Mini Syariah

Dia juga pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi. Johanis Tanak menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara ketika mengikuti seleksi Capim KPK 2019 lalu.

Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan KPK pada Rabu (28/9) kemarin Johanis mengusulkan keadilan restoratif atau restorative justice untuk menyelesaikan kasus tindak pidana korupsi.

"Saya mencoba berpikir untuk RJ untuk tindak pidana korupsi. Restoratif justice. Tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu bisa diterima? Harapan saya bisa diterima. Karena pikiran saya, RJ tidak hanya bisa dilakukan pada tindak pidana umum termasuk juga perkara tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi," kata Johanis.

Menurut Johanis, restorative justice bisa saja diterapkan meski dalam pasal 4 UU Tipikor disebutkan bahwa apabila ditemukan kerugian negara maka tidak bisa menghapus proses tindak pidana korupsi. Dia menggunakan teori hukum untuk menjawab kendala itu.

"Hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada, peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan dengan aturan yang ada setelahnya," ujarnya.

Merujuk pada UU tentang BPK, Johanis menjelaskan jika dalam audit investigasi BPK ditemukan suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan 60 hari kepada yang bersangkutan untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.

"Tetapi saya kemudian berpikir, kalau kemudian mengembalikan keuangan negara maka pembangunan dapat berlanjut. Tapi dia sudah melakukan suatu perbuatan yang menghambat proses pembangunan," ujarnya.

"Kalau saya ilustrasikan, kalau saya meminjam uang di bank, kalau saya minjam ada bunganya, Pak. Dari pokok kemudian bunga. Kemudian ketika saya melakukan penyimpangan saya dapat dikenakan denda. Jadi selain bayar bunga, bayar juga denda. Saya punya pemikiran walaupun belum ada di UU Tipikor, tapi bisa juga diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum mungkin dengan perpres. Di mana nantinya ada yang lakukan korupsi saya berharap dia dapat kembalikan uang tersebut, dia kena denda juga kena sanksi juga. Kalau dia rugikan negara Rp 10 juta, dia kembalikan ke negara Rp 20 juta. Jadi uang negara tidak keluar, PNBP untuk negara ada," pungkasnya.

Baca juga: Polsek Simpang Tiga Serahkan Bantuan Instalasi Tanaman Hidroponik untuk 76 Warga Ateuk Lamphang

Baca juga: Tendangan Bebas Cantik Lionel Messi Buat Penonton Histeris, Argentina Taklukkan Jamaika 3-0

Baca juga: Zumi Zola Kembali Diperiksa KPK, Padahal Baru Bebas dari Penjara, Terancam Masuk Bui Lagi?

Sedangkan I Nyoman Wara yang namanya juga diajukan oleh Presiden Jokowi untuk mengikuti fit and proper test kemarin menawarkan konsep trilogi pemberantasan korupsi. Awalnya, Wara berbicara mengenai pola pikir bagaimana membentuk budaya anti-korupsi di Indonesia.

"Tentu pemikiran ini bukan hal baru, tapi ini akan kami sebut sebagai optimalisasi dari apa yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah maupun KPK selama ini," kata Wara.

"Kita sudah punya KPK dengan berbagai kewenangan, SDM, sarana, dan prasarana. Sementara dari sisi negara kita juga punya harapan dari masyarakat strategi nasional pemberantasan korupsi, dukungan dari pemerintah, DPR, dan juga lembaga lainnya," imbuhnya.

Oleh karena itu, lanjut Wara, untuk mengoptimalkan itu semua dalam bentuk trilogi pemberantasan korupsi, yaitu pembangunan kesadaran, penguatan sistem, dan penindakan.

"Kami menggunakan pendekatan ini pendekatan sebagai seorang auditor, di mana di akuntansi atau di dunia audit dikenal sebagai segitiga fraud atau bisa disamakan dengan segitiga korupsi di Indonesia, bahwa korupsi itu terjadi karena adanya tekanan, karena adanya kesempatan opportunity, karena ada rasionalisasi dari pelaku korupsi," katanya.

Untuk itu dia menawarkan trilogi pemberantasan korupsi dengan cara menggunakan pendekatan segitiga fraud itu. Kemudian, Wara menjelaskan satu per satu poin dari trilogi yang ia sampaikan. Pertama adalah bagaimana bisa membangun kesadaran antikorupsi dari masyarakat. "Ini hal penting yang harus dilakukan. Karena kita pahami banyak sistem yang kita bangun, banyak penindakan yang dilakukan, banyak orang ditangkap atau proses hukum, banyak harta sudah disita dan sebagainya, tapi toh korupsi tetap terjadi bahkan cenderung menjadi besar," ujarnya.

Kedua adalah bagaimana menguatkan sistem pencegahan, di antaranya adalah pemerintah sudah punya strategi nasional pemberantasan korupsi.

"Penguatan sistem. Kita sadari bahwa KPK tidak bisa kerja sendiri, KPK tidak bisa membangun sistem. Yang bangun sistem pemerintah, KPK tidak mungkin melakukan sendiri. KPK punya peran penting mendorong Stranas PK di tiga sektor: perizinan dan tata niaga, keuangan negara, penegakan hukum dan reformasi birokrasi," ucapnya.

Ketiga bagaimana mengefektifkan penindakan yang tetap profesional dan akuntabel. "Nah inilah yang kami istilahkan dengan trilogi pemberantasan korupsi," tandasnya.

Baca juga: KPK Minta Bantuan IDI untuk Pastikan Kondisi Kesehatan Gubernur Papua yang Dikabarkan Sakit

Terkait terpilihnya Johanis Tanak sebagai pengganti Lili, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan kebahagiannya. Firli mengungkap rasa terima kasih kepada Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR. "Saya menyambut gembira atas pengisian Wakil Ketua KPK. Dalam kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Presiden RI dan pimpinan DPR RI," kata Firli.

Tak luput, Firli juga menyampaikan selamat kepada Johanis Tanak. Ia berharap Johanis bisa turut serta memberantas korupsi.

"Sedangkan untuk Saudara Johanis Tanak, saya mengucapkan selamat atas terpilihnya untuk melanjutkan pengabdian di KPK sebagai Wakil Ketua KPK. Selamat datang dan selamat bergabung dalam barisan KPK. Mari kita bersihkan negeri ini dari praktik-praktik korupsi," kata Firli.(tribun network/mam/ham/dod)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved