Berita Jakarta
Hakim Tolak Eksepsi Sambo dan Istri, Pembelaan Dua Terdakwa Lain Bernasib Sama
Majelis hakim kemudian memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan ke materi pemeriksaan perkara
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menolak eksepsi (pembelaan atau tangkisan) terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.
Dengan penolakan itu, majelis hakim kemudian memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan ke materi pemeriksaan perkara.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dan istrinya mengajukan eksepsi karena menuding dakwaan jaksa tidak cermat dan berdasarkan asumsi.
Selain Sambo dan Putri, dua terdakwa lain yakni Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf, juga mengajukan eksepsi.
Seperti halnya Ferdy Sambo dan Putri, majelis hakim juga menolak eksepsi Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Sementara satu terdakwa lain atas nama Richard Eliezer alias Bharada E tidak mengajukan eksepsi.
Penolakan terhadap keempat tedakwa itu disampaikan oleh Hakim Ketua, Wahyu Iman Santosa dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di PN Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022).
“Mengadili, satu menolak eksepsi tim kuasa hukum terdakwa,” kata Hakim Wahyu Iman Santosa.
“Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim pada hari Rabu, 26 Oktober 2022,” katanya.
Dengan demikian, perkara kasus pembunuhan Nomor 797/Pid.B/PN JKT.SEL dengan terdakwa Putri Candrawathi dan perkara Nomor 796/Pid.B/PN JKT.SEL atas nama terdakwa Ferdy Sambo tetap dilanjutkan.
Baca juga: Pengacara Brigadir J: Kemenangan Terus Kita Peroleh
Baca juga: Sidang Putusan Sela: Hakim Tolak Keberatan Ferdy Sambo
Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum menilai JPU tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan karena hanya berdasar pada asumsi serta membuat kesimpulan sendiri.
Adapun asumsi-asumsi dalam surat dakwaan JPU disebut tampak dalam beberapa uraian yang dibacakan Jaksa.
Antara lain ketika Sambo mendengarkan cerita soal kejadian yang dialami istrinya, Putri Candrawathi dan membuat dirinya marah.
Menurut tim hukum Sambo, JPU menguraikan rangkaian dakwaan, bukan berdasarkan fakta dari keterangan saksi-saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Sementara dalam tanggapannya, jaksa menilai penasihat hukum Sambo tidak memahami uraian yang dituangkan dalam surat dakwaan.
Menurut jaksa, dalil eksepsi yang dikemukakan pengacara Sambo merupakan materi pokok perkara.
Klaim ada 4 bukti pelecehan
Sementara itu, Pengacara Putri Candrawathi, Febri Diansyah, mengklaim mengantongi empat bukti adanya dugaan pelecehan terhadap kliennya saat di Magelang, Jawa Tengah.
Dugaan pelecehan itu yakni dilakukan oleh Brigadir J.
"Dari identifikasi yang kami lakukan di berkas perkara, kami memegang setidaknya empat bukti terkait dengan dugaan kekerasan seksual itu," kata Febri dalam siding di PN Jaksel, kemarin.
Dari keempat bukti tersebut, Febri menyebut salah satunya yakni keterangan Putri sebagai saksi sekaligus korban.
Baca juga: Ada Konflik Terpendam Sesama Ajudan Sambo, Brigadir J Sempat Diancam Brigadir Daden
Febri juga menuturkan adanya assessment sikoligi forensik.
"Jadi kita perlu bedakan teman-teman antara keahlian di bidang-bidang sikoligi.
Di bidang sikoligi forensik mereka memotret sebenarnya apa yang terjadi pada kondisi psikis seseorang dan juga konsistensi," ujarnya.
Kendati demikian, Febri enggan mengungkapkan semua bukti dugaan pelecehan tersebut.
Ia menjelaskan.
pihaknya akan mengungkap secara detail perihal bukti-bukti tersebut dalam persidangan nanti.
"Tapi tentu kami tidak mau terburu-buru mengungkap secara detail karena itu masuk dalam ranah proses persidangan.
Kita hormati nanti proses persidangan," timpal Febri.
Tak lakukan pelecehan
Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, membenarkan apa yang diungkapkan kliennya dalam sidang pemeriksaan saksi di PN Jakarta Selatan, pada Selasa (25/10/2022).
Dalam sidang tersebut, Bharada E menyebutkan bahawa Yosua (Brigadir J) tidak melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi seperti yang diskenariokan selama ini.
"Iya (pernyataan) dia merupakan pernyataan dari dasar hati.
Karena kita lihat tadi bahwa keluarga juga menyampaikan curahan hati, makanya adek kami ini Bharada E juga menyampaikan," kata Ronny dikutip Rabu (26/10/2022).
Ronny menyampaikan, bahwa Eliezer yakin kalau seniornya itu tidak melakukan perbuatan tersebut.
Baca juga: Hotman Paris Tolak Tawaran Jadi Kuasa Hukum Keluarga Ferdy Sambo, Akui Tiga Hari Tak Bisa Tidur
Meski demikian, Ronny tak mau melampaui proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Terlebih soal pembuktian, kata dia, nanti akan terungkap semuanya di persidangan.
"Terkait pembukatiannya kita tidak mau mendahului persidangan nanti kita lihat fakta-fakta persidangan yang besok atau minggu depan akan disampaikan," ucap dia.
Bahkan, kata Ronny, sejauh ini Bharada E sudah kerap mengakui kesalahannya dalam persidangan dan sudah bersimpuh di hadapan orang tua Yosua untuk memohon maaf.
Dia menyebutkan, apa yang dilakukan Eliezer dalam peristiwa 8 Juli 2022 lalu di rumah dinas Ferdy Sambo itu murni karena perintah atasan yang merupakan seorang jenderal bintang dua.
"Dalam posisi yang Bharada E di tingkatan yang paling bawah berdasarkan perintah dan melaksanakan perintah yang faktanya seperti itu," ucap dia.
"Tapi Bharada E mengakui kesalahnhya.
Dia tadi siap menerima segala putusan dari majelis hakim dalam persidangan," tukas Ronny.
Dalam kasus ini, Sambo, Putri, Ricky dan Kuat didakwa bersama Richard Eliezer melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Eliezer juga menjadi terdakwa dalam kasus ini dengan sidang dan surat dakwaan yang dibuat secara terpisah.
Ia diduga menembak Yosua atas perintah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) kala itu, Ferdy Sambo.
Pembunuhan Yosua disebut terjadi akibat cerita sepihak istri Sambo yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.
Lantas Sambo murka dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky dan Kuat.
Rencana itu akhirnya terealisasi dan Yosua pun tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Atas peristiwa tersebut, lima orang yang terlibat itu dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Selain itu, Sambo juga didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Sidang akan dilanjutkan kembali pekan depan dengan adgenda pemeriksaan 12 saksi. (tribunnews.com/kompas.com)
Baca juga: Siapa Pria yang Berjabat Tangan dengan Ferdy Sambo sebelum Sidang? Kuasa Hukum: Kawan Lama
Baca juga: Brigjen Hendra Berdoa di Pengadilan untuk Mantan Ajudan Ferdy Sambo yang Tewas Ditembak