Internasional

Pemimpin Partai Demokrat Kurdistan Iran Jadi Target Pembunuhan di Irak Bahas Demonstrasi Nasional

Mustafa Hijri, pemimpin Partai Demokrat Kurdistan Iran (KDPI ) bersembunyi di salah satu kawasan Irak seusai menjadi target pembunuhan.

Editor: M Nur Pakar
ArabNews
Mustafa Hijri, pemimpin Partai Demokrat Kurdistan Iran 

SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Mustafa Hijri, pemimpin Partai Demokrat Kurdistan Iran (KDPI ) bersembunyi di salah satu kawasan Irak seusai menjadi target pembunuhan.

Sejumlah upaya pembunuhan dengan serangan rudal dan drone bunuh diri pada akhir September 2022 lalu menghancurkan sebagian besar markas KDPI di Koya, wilayah Kurdistan Irak.

Serangan itu menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk beberapa warga sipil.

Itu bukan serangan Iran pertama dan terakhir di wilayah Kurdistan Irak yang ditujukan pada KDPI, partai oposisi Kurdi Iran tertua dan terbesar.

Pada September 2018, serangan rudal serupa Iran di markas KDPI menewaskan 17 orang dan melukai 49 lainnya, termasuk beberapa pimpinan partai.

Pada Juli 1996, Iran menginvasi Kurdistan Irak, mengirimkan sekitar 3.000 tentara untuk menyerang kantor KDPI di Koya.

Pembunuhan dan bom mobil tetap menjadi taktik Iran yang lebih umum.

Baca juga: Pemerintah Iran Tuding Separatis Etnis Kurdi Irak Ikut Sebar Demonstrasi Nasional

Pada tahun 1989 dan 1992, Iran membunuh dua mantan pemimpin KDPI di Wina dan Berlin.

Oleh karena itu, Hijri benar yang mengkhawatirkan keamanannya, memilih untuk bertemu Arab News di sebuah rumah persembunyian rahasia di Timur Tengah pada Selasa (1/11/2022).

Sebagian besar pengamat di kawasan itu percaya, serangan terbaru sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian populer dari masalah dalam negeri Iran.

Kerusuhan atas kematian seorang wanita muda Kurdi Iran, Mahsa Amini, di tangan polisi moralitas Iran masih mengguncang negara itu.

Sesuai dengan naskah mereka yang biasa, pihak berwenang di Teheran menyalahkan masalah itu pada campur tangan asing.

Hijri mengatakan rezim di Teheran memang ingin memprovokasi KDPI untuk mengirim pasukannya ke Iran.

“Rezim Iran menyukai gagasan mengirim Peshmerga, karena itu memberi lebih banyak pembenaran kepada rezim untuk mengintensifkan penindasan terhadap rakyat," ujarnya.

"Iran ingin memberi tahu dunia mereka telah kembali untuk memerangi kami," kata Hijri.

Baca juga: Pasukan Keamanan Iran Tindak Keras Demonstrasi di Kurdi, Rumah Digeledah, Para Pemuda Ditangkap

Protes di Iran telah melanda seluruh negeri, bahkan telah melintasi garis etnis dan sektarian yang pertama di negara itu sejak penggulingan Shah pada 1979.

“Ini menjadi kebijakan Iran, baik di dalam Iran atau luar negeri untuk mengadu domba satu sama lain," jelasnya.

"Mereka berpikir jika negara-negara tetangga dan regional, dan orang-orang di dalamnya bersatu, pemerintah akan digulingkan,” kata Hijri kepada Arab News.

“Lihatlah Irak, di mana Iran memiliki peran yang berpengaruh, itu telah menciptakan perpecahan di dalam rumah Syiah," ujarnya.

"Kini partai-partai Syiah berselisih paham," tambahnya.

"Di Lebanon, telah menciptakan perpecahan antara Syiah dan Sunni dan di mana-mana bekerja pada pola ini," ungkapnya.

Konsensus umum memprovokasi perpecahan dalam negara yang sangat beragam seperti Iran telah memungkinkan rezim untuk membagi dan memerintah berbagai kelompok.

Baca juga: Pasukan Keamanan Iran Tangkap Pelajar Kurdi, Demonstrasi Kematian Mahsa Amini

“Anda tahu, di Iran, kecuali etnis Persia, termasuk Baloch dan Azeri dan Turki, pada kenyataannya, terpinggirkan dalam sistem terpusat ini," jelasnya.

"Bahasa negara-negara ini dilarang di sekolah-sekolah, sehingga diskriminasi terlihat jelas,” ujarnya.

"Rezim Iran memandang mereka sebagai musuh, seolah-olah ingin memecah belah negara, jadi rezim ingin memiskinkan mereka,” katanya.

Dia mengatakan kelompok etnis minoritas di Iran, Muslim Sunni.

Dikatakan, rezim Iran bermusuhan dengan Islam Sunni.

Disebutkan, penolakan dan represi ini membuat rakyat mengerti, semua harus bersatu dan kooperatif untuk menggulingkan rezim dan membebaskan diri sendiri.

“Di Tabriz dan Balochistan, mereka bernyanyi untuk mendukung Kurdistan, di Zahedan mereka bernyanyi mendukung Balochistan dan tampaknya kerja sama ini menjadi lebih kuat di dalam diri mereka,” ulasnya.

Membuat orang percaya pemberontakan apa pun akan mengarah pada perang saudara ala Suriah.

Ditambahkan, pihak-pihak yang bertikai terpecah di sepanjang garis etno-sektarian, tidak diragukan lagi akan membantu rezim mencegah perlawanan terpadu.

Baca juga: Taliban Bubarkan Demonstran Perempuan, Dukungan Aksi Protes Kematian Wanita Muda Kurdi

Jika, di sisi lain, banyak kelompok etnis-sektarian Iran, Persia, Azeri, Kurdi, Baloch, Arab, Turkmenistan, Syiah, Sunni, dan lainnya tetap bersatu melawan rezim.

Disebutkan, mereka dapat menggulingkan para mullah dalam revolusi gaya Tunisia., sebuah protes yang sedang berlangsung akan menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar bagi teokrasi Iran.

Inilah salah satu alasan Hijri dan KDPI-nya bertekad mempertahankan sifat pemberontakan tanpa kekerasan.

“Protes damai akan lebih sah bagi dunia dan korban manusia akan lebih rendah bagi Kurdi jika Peshmerga tidak pergi dan terlibat memulai perang," tambahnya.

Namun demikian, wanita muda yang kematiannya di tangan polisi moral Iran memicu protes adalah orang Kurdi.

Sehingga, Provinsi Kurdi di Iran telah menyaksikan banyak demonstrasi paling serius dan meluas.

“Zhina, seorang gadis Saqizi, ditangkap di Teheran dengan tuduhan memperlihatkan rambutnya dan kemudian dibunuh,” kata Hijri, merujuk pada Mahsa Amini dengan nama Kurdi-nya.

“Setelah jenazahnya dikuburkan di Saqiz, Komite Hawkary meminta orang-orang Kurdi mogok dan tidak pergi bekerja untuk turun ke jalan, menentang rezim Iran," jelasnya.

Baca juga: Serangan Udara Iran Tewaskan 13 Warga Kurdi di Irak, Dituduh Terlibat Kerusuhan Bersenjata

“Semua orang menerima permintaan itu dan turun ke jalan dan meneriakkan menentang rezim Iran dan ini menyebar ke seluruh Iran," katanya.

"Saya dapat mengatakan, jika kita sebut sebagai revolusi atau pemberontakan, telah berlangsung selama lebih dari sebulan, dan berasal dari Kurdistan di Iran,” klaimnya.

Di atas semuanya, Hijriah ingin dunia memahami rakyat Iran membutuhkan dan menginginkan perubahan rezim, dan mereka ingin melakukannya sendiri tanpa intervensi militer asing.

“Slogan-slogan yang dilantunkan rakyat Iran sekarang adalah untuk menghapus Republik Islam Iran,” kata Hijri.

Dia menegaskan takyat Iran, setelah sekian lama mengalami penindasan, semuanya menyadari ingin mendapatkan hak-hak mereka.

Disebutkan, cara pertama dan satu-satunya, menyingkirkan Republik Islam Iran yang menghalangi ini.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved