Perjalanan Pajang 64 Tahun RKUHP hingga Disahkan DPR RI, Jika Belum Sepakat Silakan Gugat ke MK
Dewan Perwakilan Rakyat RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP menjadi undang-undang.
Barulah nanti saat Muladi menjabat menjadi Menteri Kehakiman pada 1998, RKUHP ini kembali diajukan. Agenda ini dilanjutkan saat Yusril Ihza Mahendra pada 2001-2004 menjabat menjadi Menteri Hukum dan HAM.
Pada 2004, RKUHP masuk progam legislasi nasional prioritas. Saat itu kementerian itu dipimpin oleh Hamid Awaluddin (2004-2007).
DPR periode 2014-2019 kemudian menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
RKUHP ini telah melewati tujuh kali pergantian presiden dan 20 kali pergantian menteri di sepanjang dimulainya upaya untuk merumuskan KUHP sendiri.
Menkumham Yasonna: Kita Terlalu Lama Pakai Produk Kolonial
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan dalam pengambilan keputusan tingkat dua atau Rapat Paripurna DPR, Selasa (6/12/2022), disahkan dengan sejumlah catatan.
Menanggapi pengesahan tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan telah mengakomodir masukan dari masyarakat.
“Semua masukan masyarakat telah kami terima dengan baik.” Kata Yasonna dalam keterangan persnya, Selasa (6/12).
Namun, kata Yasonna, pada akhirnya RUU KHUP harus disahkan.
Pasalnya, Indonesia telah terlalu lama menggunakan produk hukum kolonial.
“Saya kira kita tidak mau lagi menggunakan produk-produk kolonial terlalu lama, seolah-olah anak-anak bangsa ini tidak mampu melahirkan sesuatu jadi produk undang-undang.” Ujar Yasonna menegaskan.
Meski begitu, menurut Yasonna tidak mudah untuk melepaskan diri dari warisan kolonial.
“Tadi saya katakana ternyata tidak mudah ya, melepaskan diri dari warisan kolonial.” Katanya.