Ini Alasan Para Kades Tuntut Perpanjangan Masa Jabatan Saat Demo ke DPR, Presiden dan PDIP Mendukung
Aksi demo yang dilakukan ribuan Kades dari berbagai daerah itu bertujuan untuk menuntut perubahan masa jabatan kepala desa, dari sebelumnya 6 tahun
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Ribuan Kepala Desa (Kades) pada Selasa (17/1/2023) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Aksi demo yang dilakukan ribuan Kades dari berbagai daerah itu bertujuan untuk menuntut perubahan masa jabatan kepala desa, dari sebelumnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun.
Ribuan Kades ini pun mendesak DPR RI agar melakukan revisi terhadap UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam undang-undang itu diatur, jabatan kepala desa adalah tiga periode dengan masing-masing 6 tahun lama menjabat.
Namun para Kades menuntut masa jabatan tersebut diperpanjang menjadi 9 tahun, dengan ketentuan maksimal 2 periode.
Aksi unjukrasa pepanjangan masa jabatan yang digelar oleh ribuan Kades dari berbagai daerah ini bukan tanpa alasan.
Robi Darwis, Kades Poja, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang turut hadir dalam aksi demo tersebut mengungkapkan, permintaan perubahan masa jabatan ini untuk meminimalisir persaingan politik.
Dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (17/1/2023), menurut Robi, masa jabatan 6 tahun untuk kepala desa sangat singkat lantaran kerap memunculkan persaingan politik.
Baca juga: Begini Nasib Bu Guru SD Setelah Terciduk Selingkuh Dengan Pak Kades di Sebuah Hotel
"Karena selama 6 tahun itu kami tetap ada persaingan politik, harapan kami ketika 9 tahun jabatan Kades, maka persaingan politik agak kurang karena waktu cukup lama," ujarnya.
Senada dengan yang dikatakan Robi, Sekretaris II Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Kediri, Bambang Agus Pranoto menuturkan, masa jabatan 6 tahun dianggap masih kurang.
Sebab pemilihan kades berbeda dengan pemilihan untuk calon bupati, gubernur, legislatif hingga presiden.
"Setelah melalui berbagai pertimbangan, masa jabatan 6 tahun kami rasa kurang pas atau tidak relevan. Karena pemilihan Kades ini berbeda dengan pemilihan bupati, gubernur, presiden bahkan legislatif. Di mana mereka tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat. Sementara Kades ini langsung dan dampaknya sangat terasa," kata Bambang, dilansir dari TribunMataraman.com.
Pria yang menjabat sebagai Kepala Desa Kayen Kidul ini menilai, perpanjangan masa jabatan ini adalah langkah yang terbaik demi kesejahteraan desa mereka.
Ia menerangkan, untuk mengurus satu desa dan berhadapan langsung dengan masyarakat dibutuhkan waktu lebih lama dari itu.
Bambang pun mencontohkan ketika ada konflik yang melibatkan antar warga sehingga menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.
Baca juga: Haji Uma Soroti Gaji Kepala Desa Enam hingga Delapan Bulan Belum Dibayar
Dalam upaya mendamaikan konflik tersebut, dibutuhkan waktu yang tidak singkat.
"Konflik di desa ini beragam dan untuk menyelesaikan butuh waktu yang lama bahkan beberapa tahun. Jadi dengan masa jabatan 6 tahun itu, 2-3 tahun pertama kami berusaha menyatukan warga kemudian di tahun 4-5 baru merencanakan pembangunan. Baru mau mulai tahun ke-6 sudah persiapan pemilihan Kades lagi," ujarnya.
Dengan masa perencanaan pembangunan hanya dua tahun, Bambang menilai ini tidak efektif.
Sebab, untuk membangun infrastruktur maupun program berkelanjutan dibutuhkan waktu yang lebih lama.
"Jadi ibaratnya belum sampai terealisasi dengan sempurna, sudah ganti lagi kepala desanya. Sedangkan kepala desa yang baru belum tentu akan melanjutkan. Ini kan jadi membuang waktu dan dana. Kerja dua kali tapi tidak ada yang tuntas," paparnya.
Dapat Dukungan Presiden Jokowi
Tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu diungkapkan oleh Politikus PDIP BUdiman Sudjatmiko.
Ia mengatakan, bahwa Presiden Jokowi sepakat dengan tuntutan perubahan periodesasi masa jabatan kepala desa.
“Saya bicara dengan Pak Jokowi dan Pak Jokowi mengatakan sepakat dengan tuntutan itu,” kata Budiman di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, (17/1/2023), dikutip dari Tribunnews.com.
Presiden, kata Budiman, menilai bahwa tuntutan para kepala desa sangat masuk akal. Terlebih, dinamika yang ada di desa berbeda dengan yang ada di perkotaan.
Baca juga: Lantik 46 Kepala Desa Hasil Pilkades Serentak, Walkot Subulussalan:Rajut Kembali Hubungan Masyarakat
“Jadi saya berani katakan, meski saya tak wakili kepala-kepala desa itu tapi karena saya diajak bicara, beliau (Presiden) setuju dengan tuntutan itu. Tinggal nanti dibicarakan di DPR,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Presiden tersebut, Budiman menangkap bahwa akan ada tindaklanjut membahas tuntutan para kepala desa.
Presiden akan berbicara dengan Kemendagri dan juga para kepala desa.
“Yang saya tangkap beliau segera akan berbicara dengan pastinya menteri-menteri terkait, akan berbicara dengan desa,” katanya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu politikus PDIP Budiman Sudjatmiko di Istana Presiden Jakarta, Selasa, (17/1/2023).
Pertemuan membahas aksi demonstrasi ribuan kepala desa terkait Undang-undang Desa.
“Beliau (Presiden) bertanya apa yang saya ketahui karena saya selama ini kan juga banyak membantu mengurus desa gitu ya,” kata Budiman usai pertemuan.
Budiman mengatakan dirinya menyampaikan kepada Presiden mengenai tuntutan para kepala desa.
Ia menyampaikan hal itu bukan mewakili kepala desa, melainkan hanya mengetahui karena berdiskusi dengan kepala desa.
“Saya tidak mewakili kepala desa tapi saya menyampaikan bahwa ada aspirasi tuntutan (agar) ada perubahan periodesasi jabatan kepala desa. dalam UU desa nomor 6/2014 di mana saya juga ikut menggolkannya,” ujarnya.
Menurut Budiman, para kepala desa meminta agar periodesasi jabatan diubah dari yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
Pasalnya masa jabatan 6 tahun dirasa tidak cukup dalam menjalankan program-program yang ada di desa.
“Namun, dirasakan temuan-temuan di lapangan dirasakan bahwa itu boros. dan menimbulkan efek sosial. Karena kalau kita pilihah kepala desa kan dengan tetangga, dengan sodara sendiri itu kadang-kadang 3 tahun atau 2 tahun pertama itu engga selesai konfliknya sehingga sisa 3 tahun atau 4 tahun engga cukup untuk membangun desa,” katanya.
“Sementara harus pilkades lagi sehingga kerja konsentrasi bangun desa 2 atau tiga tahun. sementara 3 atau 4 tahun habis untuk berkelahi. nah ada tuntutan ini diganti menjadi 9 tahun periodesasinya. bisa kali dua atau terserah lah ya. Tapi jabatannya engga 6 tahun periodesasinya,” katanya.
Baca juga: Kades di Nias Selatan Rudapaksa Gadis Berulang Kali, Modus Jadikan Staf di Kantor Desa
PDIP Juga Beri Dukungan
Disamping itu, tuntutan perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun dari para kades ini juga mendapat dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah mengatakan, proses pemilihan kepala desa (Pilkades) dalam banyak kasus menimbulkan ketegangan bahkan fragmentasi sosial yang beberapa kasus memuncak secara eksesif.
"Terkadang pembelahan sosial akibat Pilkades berlangsung lama dan butuh waktu untuk pemulihan," kata Said di Jakarta, Selasa (17/1/2023), dilansir dari pemberitaan Tribunnews.com.
Said mengatakan masa jabatan kepala desa yang relatif singkat hanya 6 tahun, memudahkan pembelahan sosial yang belum sembuh, justru akan mengeras kembali dan berpotensi mengganggu kerukunan warga desa.
"Saya mendukung aspirasi kepala desa untuk direvisi dari semula 6 tahun menjadi 9 tahun agar jarak kontestasi Pilkades lebih lama, agar tidak menguras energi sosial warga desa akibat dampak pembelahan sosial karena Pilkades," ucap dia.
Ia menegaskan, sesuai mandat Undang-undang (UU) Desa, pelaksanaan pemilihan kepala desa dilakukan secara serentak di kabupaten/kota tersebut.
Sehingga, kata Said, beban penganggaran pemilihan kepala desa melalui APBD tentunya cukup besar.
"Dengan mengubah masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun akan semakin meringankan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi anggaran untuk pemilihan kepala desa," ungkap Said.
Selain itu, Said menjelaskan perpanjangan masa jabatan jadi 9 tahun juga agar kepala desa terpilih bisa merealisasikan janji kampanyenya dengan kecukupan waktu, tanpa terganggu segera memikirkan kembali untuk mengikuti kontestasi berikutnya.
"Sehingga kepala desa terpilih bisa lebih fokus bekerja merealisasikan janji-janji kampanyenya," tuturnya.
Ia juga mengungkapkan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus mengikuti masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun guna mengakselerasikan pemerintahan desa.
"Akselerasi ini diperlukan agar kontrol BPD bisa berjalan efektif dan pararel secara waktu dengan periode masa jabatan kepala desa, di mana dapat dipilih kembali untuk dua periode masa jabatan," ungkap Said.
Lebih lanjut, Said menerangkan perubahan masa jabatan jadi 9 tahun diperlukan kontrol lebih efektif, tidak saja dari kelengkapan struktural, baik melalui BPD sebagai mitra kerja kepala desa, tetapi juga pemerintah daerah sebagai organisasi pembina pemerintah desa.
"Namun juga kontrol yang aktif dari segenap kekuatan sipil di desa seperti ormas kepemudaan, tokoh masyarakat, maupun lembaga swadaya masyarakat, dan media massa," ucapnya.
Said menambahkan bahwa PDIP mendukung penuh para kepala Desa yang menyampaikan aspirasinya merevisi secara terbatas UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Dan sebagaai bentuk komitmen nyata dari PDIP, kami mendorong proses registrasi prioritas yang akan kami lakukan pada tahun 2023 ini," imbuhnya.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI
IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.