Berita Viral

Curhat Istri Lihat Kelakuan Keluarga Suami Jelang Idul Fitri: Belum pun Mudik Sudah Tandai Kamar

“Pulang ke desa harus berebut kamar. Padahal kita datang lebih awal dari yang lain, tiba-tiba ada yang ada yang tandai kamar duluan,” ujar wanita itu

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
mStar.com
Curhat Istri saat Tahu Kelakuan Keluarga Suami Jelang Idul Fitri: Belum Pun Mudik Sudah Tandai Kamar 

Curhat Istri Lihat Kelakuan Keluarga Suami Jelang Idul Fitri: Belum pun Mudik Sudah Tandai Kamar

SERAMBINEWS.COM – Perayaan Idul Fitri biasanya orang-orang akan melakukan mudik menuju ke kampung halaman untuk berkumpul bersama.

Bagi sebagaian keluarga, mudik lebaran Idul Fitri adalah satu keharusan, karena semua keluarga akan berkumpul untuk saling bersilahturahmi.

Namun, ketika semua saudara berkumpul untuk merayakan hari yang mulia ini, konflik antar anggota keluarga terkadang muncul.

Inilah yang dialami oleh seorang istri yang tak ingin disebutkan namanya.

Lewat ungkapan anonim di Twitter, ia menceritakan kelakuan keluarga suaminya saat menjelang Idul Fitri tahun ini.

Baca juga: Arif Sempat Menangis Panik Usai Tinggalkan Istri saat Mudik, Malah Tertawa Saat Kembali Bertemu

Ilustrasi mudik dengan mobil pribadi (kompasiana.com)
Ilustrasi mudik dengan mobil pribadi (kompasiana.com) (kompasiana.com)

Memang menjadi kebiasaan di keluarganya, setiap hari raya Idul Fitri mereka akan mudik ke kampung halaman.

Apakah itu ke rumah mertua suami atau ke rumah keluarga istri.

Namun pada Idul Fitri kali ini, ia dan suami telah bersepakat untuk berlebaran di rumah orang tua suami.

Alangkah sakit hatinya bahwa saudara-saudara suaminya yang juga pulang ke rumah tersebut telah menandai kamar untuk mereka.

Menurut wanita itu, sikap pandang bulu memang lumrah terjadi di keluarga besar suaminya hingga menyebabkan dirinya sakit hati.

Baca juga: Apakah Lebaran Idul Fitri 2023 Serentak dengan Muhammadiyah pada 21 April?Ini Prediksi BRIN dan BMKG

“Pulang ke desa harus berebut kamar. Padahal kita datang lebih awal dari yang lain, tiba-tiba ada yang ada yang tandai kamar duluan,” ujar wanita itu mengawali curhatnya, dikutip dari mStar.com, Rabu (19/4/2023).

"Sibuk permasalahkan aurat istri dia, terus aurat saya kayak mana. Mertua pun kadang-kadang serba salah, jadi saya pun tidak bisa menyalahkan dia," ujar wanita itu.

Wanita itu juga menambahkan bahwa suaminya telah menyumbangkan dana sebesar 15.000 Ringgit (Rp 50,6 juta) untuk renovasi rumah orang tuanya dan itu tidak dihargai.

“Saat renovasi rumah dan menambah kamar, suamiku ada menyumbangkannya 15.000 Ringgit,”.

"Saudaranya yang lain satu sen pun tidak menyumbang. Saya bahkan tidak peduli siapa yang mendapat kamar, padahal janjinya siapa cepat sampai itu yang mendapat lebih dulu,” ungkap kekecewaanya.

ungkapan istri lihat keluarga suami jelang Idul Fitri
ungkapan istri lihat keluarga suami jelang Idul Fitri (mStar.com)

Baca juga: Curhatan Istri Baru 3 Bulan Berumah Tangga, Suami Kepincut Gadis hingga Liburan Bareng: Dia Disantet

Ia mengatakan, saudara suaminya memiliki ego yang cukup besar, dan tidak mau mengikuti keputusan.

Curhatan wanita itupun banyak dibanjiri komentar warganet.

Mereka mengaku sering menghadapi masalah ini dan menyarankan beberapa tindakan untuk mengatasinya.

"Keluargaku pasti pisah untuk pria dan wanita. Anak perempuan semua tinggal di rumah kakek saya, sedangkan anak laki-laki tinggal di dekat homestay. Insya Allah tidak akan ada masalah dengan ini,” ujar warganet.

“Wanita bisa tidur di kamar, yang laki-laki tidur di luar, jangan coba-coba tidur bareng pas lebaran, banyak orang, sedikit toleran saja,”kata lainnya.

“Makanya sekarang saya perhatikan banyak orang yang tidak tidur di rumah saat pulang, lebih memilih tinggal di dekat hotel atau homestay,” kata warganet lainnya.

“Kalau keluarga besar, secapek apapun, habis masak malam Lebaran, tidur lagi di homestay. Pagi lebaran datang lagi. Ini karena setiap orang memiliki kesadaran akan aurat keluarga,” ucap lainnya.

Mudik, Tradisi, Silaturahmi

Dikutip dari Kompas.id, memasuki pekan terakhir Ramadhan, masyarakat Indonesia sudah karib dengan kata mudik. Sebuah tradisi tahunan yang amat ditunggu masyarakat.

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Perhubungan, diprediksi pemudik tahun ini lebih dari 123 juta orang.

Idul Fitri menjadi puncak mudik sepanjang tahun sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.

Mudik juga terjadi ketika menjelang libur Natal dan Tahun Baru, Idul Adha, dan Imlek.

Mudik merupakan tradisi yang dilakukan untuk tujuan mendasar, yakni silaturahmi. Sebuah tradisi yang mengakar kuat pada masyarakat Indonesia.

Jika ditelisik seputar akar sejarahnya, tulisan ini akan menjadi tulisan yang sangat panjang sebab tradisi mudik di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha.

Tradisi ini terus berlangsung setelah ajaran Islam dapat berakulturasi dengan tradisi yang telah ada.

Dalam perkembangannya, mudik menjadi fenomena nasional yang adaptif dengan perkembangan zaman seperti moda transportasi yang semakin beragam hingga pemanfaatan internet.

 Mudik telah mentradisikan silaturahmi sebagai tujuan utamanya.

Tradisi silaturahmi

Tradisi, sebagaimana pengertian umumnya, selalu berkaitan dengan warisan sosial yang sifatnya turun-temurun.

Mudik jika ditarik berdasarkan teori R Redfield (2017:79), maka masuk pada kategori tradisi besar (great tradition).

Tradisi skala nasional ini tidak hanya dilakukan oleh umat Islam, tetapi juga dinikmati oleh semua kalangan.

Sebab, momen Idul Fitri memberikan sekian waktu untuk cuti bersama yang dimanfaatkan untuk salah satunya berkunjung ke sanak keluarga.

Tradisi silaturahmi menjadi begitu identik dengan momen Idul Fitri.

Mudik jadi salah satu fragmen penjaga warisan historis yang dimulai dari kelompok sosial yang paling kecil, yakni keluarga.

Silaturahmi antaranggota keluarga biasanya diiringi dengan motif pengenalan terhadap keteladanan yang coba disampaikan dari anggota keluarga yang lebih tua ke yang lebih muda.

Baca juga: Uang Kuliah Habis Rp 12 Miliar, Saat Kerja Digaji Rp 2 Juta, Pantas Ibunya Kecewa,Rumah Telah Dijual

Terlebih lagi, jika itu adalah momen berkumpulnya keluarga besar yang terdiri dari beberapa keluarga yang majemuk.

Perjuangan orang tua di masa lampau misalnya, menjadi salah satu topik pembahasan yang sifatnya mendidik kepada anak-cucu.

Dengan demikian, silaturahmi dapat disisipi pembelajaran tentang keyakinan, pandangan hidup serta tradisi keluarga yang bersifat eksklusif.

Silaturahmi juga kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian orang, terlebih jika bertemu dengan teman lama.

Hal ini tentu mempererat ikatan emosional antarindividu dan menciptakan hubungan yang harmonis.

Silaturahmi tidak melulu terjadi dalam balutan aktivitas formal atau gaya tradisional, melainkan dinamis.

Bahkan, di era internet dan setelah melewati adaptasi kehidupan baru pascapandemi Covid-19, silaturahmi kini dapat dilakukan secara daring.

Spiritual hingga sosial

Istilah mudik yang berasal dari kata udik, merujuk pada makna kampung atau desa.

Momen mudik menjadi sebuah momen kembalinya masyarakat urban ke alam perdesaan yang cenderung lebih tenang dan jauh dari laju percepatan kota yang menguras tenaga dan emosi.

Mudik tak hanya terjadi di Indonesia. Malaysia sebagai negara yang masih serumpun dengan Indonesia memiliki tradisi mudik yang bisa dikatakan sama persis dengan Indonesia.

Bedanya hanya di istilah yang digunakan, yakni Balek Kampung saat menjelang Idul Fitri.

Begitu pula dengan Mesir meskipun skalanya jauh lebih kecil.

Di Turki, mudik disebut dengan Seker Bayram yang diisi tidak hanya bersilaturahmi ketika pulang kampung, tetapi juga ziarah kubur seperti yang umum dijumpai di masyarakat Jawa.

Dilansir dari berbagai sumber, tradisi mudik paling heboh di dunia ada di India, terutama pada perayaan Diwali.

Sementara di Filipina, mudik berlangsung ketika perayaan Natal.

Dari beberapa contoh tradisi mudik di negara-negara tersebut, semuanya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk bersilaturahmi.

Ekspresi silaturahmi yang dilakukan juga menyesuaikan dengan adat istiadat masing-masing, seperti kupatan dalam tradisi Jawa, terater dalam tradisi Madura, atau pawai cidomo di Lombok.

Baca juga: Zakat Fitrah Orang Diet Karbo, Apa yang Harus Dikeluarkan? Ini Penjelasan Ulama Aceh

Sesuai dengan teori migrasi dari Everett Lee (1984), salah satu sifat perpindahan penduduk adalah bersifat nonpermanen.

Keinginan masyarakat—di mana pun itu—untuk kembali sejenak ke kampung setelah sekian lama tinggal di perkotaan menjadi kebutuhan emosional yang layak diperjuangkan setidaknya setahun sekali.

Menurut Agus Maladi Irianto (2012: 7), mudik memiliki dimensi spritual yang sudah mengakar kuat khususnya di masyarakat Jawa.

Pulang kampung juga berarti melakukan ziarah ke makam para pendahulu.

Kegiatan ini setidaknya harus dilaksanakan satu tahun sekali bagi perantau di luar daerah dan momen Idul Fitri diambil sebagai acuan waktunya.

Tradisi mudik akhirnya membuat kegiatan silaturahmi di Indonesia berlangsung meriah dan selalu dinanti. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Baca juga: Apakah Wanita Haid dapat Lailatul Qadar? Ini Jawaban Buya Yahya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved