18 Tahun Damai Aceh
Peringatan Hari Damai Aceh Ke-18, Ini Harapan Rektor Universitas Malikussaleh
Artinya, sebut rektor Unimal, delapan tahun pasca kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1953 Aceh bergejolak yang dikenal dengan Pemberontakan DI/TI
Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Hari ini, Selasa 15 Agustus 2023 masyarakat Aceh menyambut hari Perjanjian Damai atau dikenal dengan istilah MoU Helsinki yang ke-18.
Bila melihat kembali sejarah, sejak kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945 ini adalah masa perdamaian di Aceh paling lama.
Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof Dr Herman Fithra Asean Eng, menyebutkan perbandingan dengan perjanjian damai Lam Teh (1957), Jeda Kemanusiaan I dan II (2000), Penghentian Permusuhan atau CoHA (2002).
Artinya, sebut rektor Unimal, delapan tahun pasca kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1953 Aceh bergejolak yang dikenal dengan Pemberontakan DI/TII akibat dicabutnya status Aceh sebagai provinsi dan dilebur menjadi bagian dari provinsi Sumatera Timur.
"Ini juga dilanjutkan dengan gerakan Republik Islam Aceh (RIA) sehingga gerakan berbau etnonasionalisme 'Aceh Merdeka' Hasan Tiro dengan durasi konflik bersenjata yang panjang," ulas Herman Fithra, Selasa (15/8/2023).
Herman menyebutkan beberapa paket seperti konsep Daerah Istimewa 1959 tidak menghentikan pergelokan.
Menurutnya, yang paling parah adalah pemberlakuan Daerah Operasi Militer (1989- 1998) dan Darurat Militer (2003-2005).
Baca juga: MoU Helsinki Menurut Hukum Perjanjian Islam, Refleksi Memperingati 18 Tahun MoU Helsinki
Kemudian, sambungnya, terjadinya bencana Gempa Bumi yang diikuti terjangan Tsunami 26 Desember 2004, membuka mata masyarakat dunia untuk membantu Aceh dan diikuti dengan perjanjian damai antara GAM dengan pemerintah Indonesia di Finlandia, yang dikenal dengan Perjanjian Damai di Kota Vantaa, Helsinki setelah 29 tahun konflik yang terus bertumbuh.
"Belajar dari sejarah kelam tersebut, seyogyanya kita sebagai sesama anak bangsa terus menjaga perdamaian ini dalam bingkai NKRI," harapnya.
Herman mengajak, mari fokus membangun Aceh untuk mengejar ketinggalannya dari provinsi lain di Indonesia.
"Saatnya kita mencurahkan semua sumber daya yang ada untuk membangun ekonomi Aceh berbasis kearifan lokal dengan kekuatan Syariat Islam," ajaknya.
Disebutkannya, kekuatan ekonomi Aceh adalah di perkebunan, pertanian dan kelautan.
"Oleh karenanya, mari saling mendukung membangun 3 andalan ekonomi Aceh tersebut dengan memperkuat ekosistemnya," tuturnya.
Kemudian, Herman melihat letak geografis dan topografi serta eksotika alamnya, selayaknya Aceh juga mengembangkan sektor jasa, baik perhubungan, pariwisata, termasuk pendidikan.
"Aceh memiliki 12 Perguruan Tinggi (nomor 2 terbanyak di Indonesia) sepatutnya Aceh menjadi pusat pendidikan tinggi di Indonesia," terangnya.
Diakuinya, saat ini hampir semua PTN Aceh memiliki jumlah mahasiswa luar Aceh yang semakin bertambah banyak setiap tahunnya.
Ini juga mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan UMKM, yang dapat menjadi penopang utama ekonomi Aceh.
Apalagi, di tahun 2045 atau seratus tahun kemerdekaan Indonesia diproyeksikan Indonesia akan menjadi negara maju.
"Ini hanya 22 tahun lagi, tiada waktu lagi bagi kita Aceh terus larut dalam perdebatan, perselisihan dan perpecahan
Saatnya fokus membangun ekonomi Aceh dan terus memperkuat SDM Aceh dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan menjamin kesehatan bagi masyarakatnya.
Karena tiada kemajuan suatu bangsa tanpa SDM yang unggul. Itu juga ditopang dengan infrastruktur yang handal.
"Mari isi perdamaian Aceh dengan berkonstribusi pada kemajuan dan memberikan yang terbaik dari setiap kita orang Aceh warga negara Indonesia," demikian Herman Fithra.(*)
Baca juga: Amalan dan Doa setelah Sholat Istikharah, Terkait Jodoh untuk Mengambil Keputusan Menikah
Baca juga: Gempa Pasti Datang, Antisipasi atau Ada Korban Dulu?
Baca juga: Rizky Billar Ternyata Siap Tampil di Televisi, Sempat Malas Kini Ngaku Demi Anak
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.