Bantah Mangkir, Dr T Mengaku Sudah Minta Izin ke Manajemen RSUD Aceh Tamiang

Pernyataan ini diakui dr T perlu ia sampaikan untuk meluruskan nama baik dan profesinya. Dia mengaku terganggu ketika dikatakan...

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Eddy Fitriadi
FOR SERAMBINEWS.COM
dr Rahmad (kanan) saat menenangkan keluarga pasien yang marah karena terlantar akibat menghilangnya dr T, spesialis bedah, Senin (18/9/2023). 

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Dr T, dokter spesialis bedah membantah mangkir saat melayani pasien di RSUD Aceh Tamiang. Sebelum meninggalkan ruangan, pria ini sudah melaporkan kondisinya dan meminta izin ke Kabag TU.

“Tidak benar saya mangkir, saya sudah minta izin dan meminta manajemen mencarikan dokter pengganti,” kata Dr T, Selasa (19/9/2023).

Pernyataan ini diakui dr T perlu ia sampaikan untuk meluruskan nama baik dan profesinya. Dia mengaku terganggu ketika dikatakan telah mangkir hingga menyebabkan puluhan pasien telantar.

“Sejak pagi saya sudah menangani 30 pasien, saya tetap melayani profesi saya. Siang migren saya kambuh, dan kalau diteruskan ini membahayakan pasien yang saya tangani,” kata dr T.

Begitupun dia mengakui ada persoalan internal yang telah mengusik kinerjanya sebagai dokter spesialis bedah.

Persoalan ini berawal saat dia diberitahu oleh manajemen RSUD Aceh Tamiang mengenai dirinya tidak masuk selama dua hari, 25 dan 28 Agustus.

Padahal secara tegas dia menyatakan pada hari tersebut masuk dan telah melayani 70 pasien per harinya. Dr T mengatakan persoalan ini sudah dia rembukkan dengan manajemen, namun menemui jalan buntu.

“Saya masuk, pada hari itu ada 70 pasien yang saya tangani. Tapi tidak tercatat karena ada masalah pada sistem finger print,” ungkapnya.

Dia pun meluruskan persoalan utama bukan pada tidak dicarikannya insentif, tapi lebih kepada tidak adanya pengakuan dari manajemen mengenai pengabdiannya sebagai dokter. Dipastikannya pula kalau kasus finger print ini bukan hanya dialami dirinya, tapi juga dirasakan oleh pegawai lainnya.

Belajar dari kasus ini, Dr T menyarankan manajemen mencari solusi mengenai absensi. Bila perlu kata dia, tenaga kesehatan yang menangani pasien tidak diwajibkan melakukan abesensi.

“Sangat sering terjadi perawat harus meninggalkan ruang operasi ketika sudah jadwal finger print. Apakah ini sesuai dengan misi mengutamakan pasien,” ujarnya lagi.

Dr T juga menyoroti ruang operasi yang hanya berjumlah tiga kamar. Keterbatasan ruangan ini menyebabkan proses operasi mengalami antrean panjang karena harus bergantian dengan 11 dokter spesialis lainnya. (*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved