Krisnawati Sitanggang, Mahasiswi Katolik di Aceh: Kini Saya Nyaman Tinggal di Aceh

Teman-teman di kampus dapat bergaul dengan Krisnawati. Demikian juga perlakuan dosen yang terasa adil, tidak bias agama.

Editor: Amirullah
ist
Krisnawati Sitanggang (kiri, berdiri) dalam Dialog Kerukunan Milenial Lintas Agama yang diselenggarakan Kesbangpol Aceh dan Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry di Banda Aceh Jum'at 29 September 2023 

SERAMBINEWS.COM - Krisnawati Sitanggang adalah gadis asal Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Dia diterima sebagai mahasiswi program beasiswa Bidik Misi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) tahun 2020.

Awalnya dia merasa was-was tinggal dan melanjutkan pendidikan di Aceh karena adanya persepsi yang salah. Setelah tiba di Aceh, gadis cantik ini memilih tinggal di asrama mahasiswa USK.

“Awalnya saya shok. Suara azan dekat dengan kamar saya. Kaum perempuan semua memakai jilbab. Pemandangan seperti ini tak ada di Samosir,” kata Krisnawati Sitanggang dalam Dialog Kerukunan Pemuda Milenial Lintas Agama yang diselenggarakan atas kerja sama Badan Kesbangpol Aceh dan Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry di Ivory Café Banda Aceh, Jumat (29/09/2023).

Setelah beberapa lama tinggal di Aceh dan berbaur dengan lingkungan, Krisnawati mulai merasa nyaman. Dia mengaku aman tinggal di Aceh karena Syariat Islam tidak diwajibkan, termasuk dalam berpakaian, kepada non-muslim.

Baca juga: FKUB Pidie akan Pelajari Toleransi Beragama di Aceh Singkil, Subulussalam dan Gayo Lues

Baca juga: Ini Daftar Instansi yang Buka Formasi CPNS 2023, Ada 14 Kementerian/Lembaga, Terbanyak Kemendikbud

Teman-teman di kampus dapat bergaul dengan Krisnawati. Demikian juga perlakuan dosen yang terasa adil, tidak bias agama.

Hal yang sama diutarakan Dinesh (siswa dari keluarga Hindu), Joice Kevin Pardede (mahasiswa dari agama Kristen), Catherine Nicole Go (siswi dari agama Buddha), Khairani Akrami (mahasiswi Islam asal keluarga transmigrasi Jawa di Jantho), Jiwa Arifki (mahasiswa dari etnik Melayu Tamiang) dan puluhan peserta dialog lainnya.

Dialog dibuka oleh Surya Edi Rachman atas nama Kepala Badan Kesbangpol Aceh dan arahan dari Dekan FDK UIN Ar-Raniry Prof Dr Kusumawati Hatta MPd.

FGD menghadirkan narasumber Hasan Basri M Nur (Sekretaris FKUB Aceh), Syahril Furqani M.IKom (Ketua Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry) dan Musliadi S.PdI (Ketua Pemuda Muhammadiyah Aceh).

Surya Edi Rachman meminta agar keadaan yang harmoni antaragama di Aceh untuk dikampanyekan secara bersama-sama oleh generasi muda lintas agama yang ada dan telah menyaksikan kenyamanan kehidupan di Aceh.

Baca juga: UIN Ar-Raniry, FKUB, dan Kesbangpol Aceh Kerja Sama untuk Program Moderasi dan Toleransi Beragama

Sementara Hasan Basri M Nur menjelaskan tentang kedudukan Aceh yang memiliki keistimewaan dan kekhususan dalam regulasi Indonesia dengan tetap memberi tempat bagi penduduk bukan Islam.

Keistimewaan Aceh, kata Hasan Basri M Nur, adalah aspek agama (Islam), adat-istiadat, pendidikan dan peran ulama dalam pemerintahan.

“Meski Aceh berstatus wilayah syariah, namun penduduk bukan Islam tetap dijamin hak dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya di Aceh,” kata Hasan.

Syahril Furqani memaparkan tentang pentingnya pemahaman dan implementasi komunikasi antarbudaya dan agama agar terwujud sikap saling menghargai di antara berbagai suku bangsa dan agama yang ada di Aceh. []

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved