Berita Banda Aceh

Etnis Rohingya yang Datang ke Aceh Bukan Semua Pengungsi, Ke Indonesia Cari Pekerjaan

Mereka berangkat dari Cox’s Bazar bukan untuk mengungsi atau menyelamatkan diri dari kekacauan disana.

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Amirullah

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Kombes Fahmi Irwan Ramli, mengatakan, bahwa berdasarkan keterangan dari saksi atas nama Mohammed Syah Alam bahwa kehidupan di dalam kamp pengungsi cenderung lebih kondusif walaupun dengan keterbatasan akses  kesehatan maupun pendidikan dan pekerjaan. 

Perang geng maupun kejahatan jalanan  lainnya sering terjadi di luar kamp pengungsi.

Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan MA  di salah satu platform media sosial yang menyatakan bahwa pada saat malam tiba, geng  dari Myanmar dan Bangladesh masuk ke dalam kamp pengungsian kemudian terjadi  bentrokan, saling tembak dan satu malam 4 sampai 6 orang mati.

Dia mengatakan, dari 137 etnis Rohingya yang terdampar di Blang Ulam, bahwa tidak semuanya memiliki kartu UNHCR. Artinya lanjut dia, yang terdampar tersebut tidak semua pengungsi dari Cox’s Bazar.

Baca juga: MA, Pria Etnis Rohingya Jadi Tersangka Penyelundupan Manusia, Satu Orang Bayar hingga Rp 17 Juta

Mereka berangkat dari Cox’s Bazar bukan untuk mengungsi atau menyelamatkan diri dari kekacauan disana.

Pasalnya, dari pemeriksaan saksi, mereka (Etnis Rohingya) datang ke negara tujuan untuk memperbaiki taraf hidupnya dan mencari pekerjaan.

“Pengungsi ini ada beberapa yang dibiayai oleh orang tua dan keluarganya supaya bisa keluar dari sana. Bisa kita simpulkan, bahwa mereka bukan dalam keadaan darurat dari negara asal ke Indonesia. Dan mereka punya tujuan mendapat kehidupan yang lebih baik,” ungkapnya.

Saat ini pihaknya juga masih mendalami adanya keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat dan upaya penyelundupan tersebut dan sedang dalam Pengembangan. 

“MA ini akan diadili di Indonesia. Pihaknya akan membuktikan mereka (Etnis Rohingya) datang ke Indonesia bukan semata-mata dalam keadaan darurat. Tapi terjadi tindak pidana People Smugling dan merugikan Indonesia,” jelasnya.

Pihaknya ingin memberitahu kepada masyarakat bahwa ada oknum-oknum memanfaatkan mereka untuk mencari keuntungan. Pihaknya juga masih mendalami apakah MA satu jaringan dengan etnis lainnya yang mendarat di Aceh.

Selain itu pihaknya juga masih mengembangkan terkait kemungkinan adanya penambahan tersangka. Kegiatan penyelundupan tersebut baru pertama kali dilakukan oleh MA.

Ia juga menjelaskan, bahwa MA ini sebelumnya pada tahun 2022 pernah mendarat di Pengungsian Muara Batu, Aceh Utara. Setelah tiga bulan disana, ia kemudian melarikan diri melalui Dumai ke Malaysia. Di Malaysia dirinya sempat bekerja disana selama 7 bulan dan kembali ke Cox’s Bazar.

Baca juga: Rincian Anggaran yang Diperlukan untuk Tangani Pengungsi Rohingya di Aceh, Jatah Makan Rp46,2 Miliar

Di Cox’s Bazar ini kata Fahmi, ia menghimpun orang-orang dan anak serta istrinya untuk berangkat keluar dari kamp tersebut. Disana dia mengutip uang 100 - 120 ribu taka per orang. Uang tersebut dirinya digunakan tersangka untuk membeli kapal Rp 280 juta.

Terhadap MA, telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana penyelundupan manusia pada tanggal 15 Desember 2023 dengan pasal yang dipersangkakan yaitu Pasal 120 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana paling singkat 5  (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.500.000.000.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved