Haba Kampus
Wildan, Anak Petani yang Kini Rektor
Dalam dua hari terakhir bertambah 12 profesor di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Enam orang dikukuhkan pada 19 Desember, enam lagi pada.....
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: IKL
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Dalam dua hari terakhir bertambah 12 profesor di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Enam orang dikukuhkan pada 19 Desember, enam lagi pada 20 Desember 2023. Salah satu yang dikukuhkan pada hari pertama adalah Prof Dr Wildan MPd.
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) pada FKIP USK ini juga sedang menjabat Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh. Keberhasilannya menjadi guru besar, membanggakan dua insitusi sekaligus: FKIP USK dan ISBI Aceh.

Anak petani kelahiran Tanoh Mirah, Bireuen, 22 Januari 1963 ini dikukuhkan oleh Ketua Senat Akademik USK, Prof Dr Abubakar sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra. Pengukuhan berlangsung di Gedung AAC Prof Dayan Dawood USK, Darussalam, Banda Aceh.
Wildan menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Pemerkasaan Kajian Sastra di Perguruan Tinggi: Upaya Penggalian Kearifan Lokal Karya Sastrawan Aceh.
Menurut Wildan, khazanah sastra sangatlah luas dan beragam. Keragaman sastra dengan sendirinya menunjukkan keragaman sosial budaya komunitas pemiliknya, baik dari segi adat istiadat, ras, maupun agama, dan sebagainya. “Di atas keragaman itulah karya sastra dilahirkan, struktur ceritanya dibangun, dan pandangan dunia diwujudkan,” sebut Wildan mengutip Ratna (2004) dan Muslimin (2017).
Baca juga: ISBI Aceh Kirim 2 Dosen ke Pelatihan Urban Housing di India
Baca juga: Meriahnya Acara Dies Natalis Ke-9 ISBI Aceh
Karya sastra, lanjut Wildan, juga telah menjadi juru bicara bagi bangsa pemilik karya itu sendiri. Karya-karya sastrawan Aceh misalnya, adalah pengemban pesan mengenai peradaban keacehan dalam segala aspek kehidupan. Ini, antara lain, terlihat pada karya-karya novelis Aceh yang memuat persoalan kearifan lokal masyarakat, yang mencakup beragam aspek dan menjangkau ruang dan waktu yang tidak terbatas.
Dalam tradisi asli kerakyatan di Aceh, sebut Wildan, didapati peranan sejumlah genre sastra. Misalnya, narit maja atau peribahasa; hiem (teka-teki); hikayat dan haba.
Selain itu, ada nyanyian rakyat dan lagu doda idi yang mampu menghaluskan rasa dan membentuk perilaku akhlakul karimah para remaja; atau narit meupakhôk, pantôn, nalam, dan lagu kasidah juga menjadi wacana pengungkap yang sangat sempurna. “Semua ini berfungsi dengan baik dalam kehidupan masyarakat Aceh,” kata suami Nurrahmah ini.
Menurut Wildan, masing-masing karya itu memiliki kewibawaan tersendiri. Namun, hasil pengamatannya dalam beberapa dekade terakhir menujukkan bahwa pemahaman dan pemanfaatan sastra di Aceh tidak menggembirakan. Bahkan, kegiatan apresiasi sastra tampak semakin memudar. “Sastra sedang berada dalam era kejatuhan, yang sekaligus menunjukkan memudarnya keagungan peradaban,” kata ayah lima anak dan kakek satu cucu ini.
Keadaan seperti ini, saran Wildan, perlu diperbaiki, yaitu dengan memperkasakan (membuat jadi perkasa atau dominan) kegiatan pengkajian sastra di perguruan tinggi. USK ia rekomendasikan harus jadi lembaga yang representatif sebagai penghasil sumber daya manusia di bidang ini.
Diakuinya, USK memang belum memiliki fakultas/jurusan sastra. Namun, melalui Prodi PBI pada FKIP yang bertugas melahirkan guru bahasa dan sastra Indonesia untuk sekolah menengah atau melalui Pusat Riset Budaya Aceh, USK dapat menggiatkan diri dalam kajian sastra.
Menyangkut kearifan lokal berbasis karya sastra di Aceh, Wildan menilai, kajiannya masih sangat terbatas kuantitas maupun kualitasnya. Dalam keterbatasan itu terlihat bahwa betapa pentingnya kajian perlu dilakukan, yang diharapkan akan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan nasional di Aceh.
Paling tidak, menurut Wildan, perlu segera diberikan perhatian yang memadai guna mengukuhkan riset bidang sastra, khususnya di USK. “Ini juga yang menjadi dasar bahwa saya mengusulkan agar pergutuan tinggi utama ini, USK, dapat menjadi penyokong utama riset bidang kesastraan di Indonesia,” imbuh Wildan.
Wujud kearifan lokal yang tersimpan di dalam karya sastra, ulas Wildan, sesungguhnya merupakan mutiara terpendam yang perlu digali secara berketerusan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Upaya pemerkasaan kajian sastra di USK, kata Wildan, semestinya diarahkan untuk menemukan dan memanfaatkan kearifan lokal keacehan.
Di dalam pidatonya, Wildan berharap akan dapat terus berkontribusi positif untuk USK khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
Riwayat pendidikan
Menamatkan MIN Tanoh Mirah, Bireuen, pada 1974, Wildan melanjutkan PGA 4 Tahun Al-Muslim Peusangan tamat 1979. Ia kemudian masuk PGAN Lhokseumawe tamat 1981, Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP USK tamat 1986, Pascasarjana IKIP Bandung tamat 1992, dan S-3 UKM Malaysia tamat Februari 2009. Disertasinya tentang Nasionalisme dalam Novel-Novel Ali Hasjmy.
Selain jadi dosen PBSI FKIP USK sejak 1987, Wildan pernah menjabat Asisten Ahli Konsultan Pendidikan pada Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP di World Bank (2002-2003); Peneliti Ahli pada Sektor Budaya pada BRR NAD-Nias (2005); Sekretaris Satuan Tugas Kendali Mutu Pendidikan Provinsi NAD (2008-2009).
Tahun 2010 Wildan dipercaya sebagai Fasilitator Nasional Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Pernah juga sebagai Pudek Bidang Kerja Sama FKIP USK (2012-2013) dan Pudek Bidang Kemahasiswaan FKIP USK (2013-2017).
Ia juga pernah berkarier di lingkungan Pemerintah Aceh sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (2017-2018) dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Aceh (2019-2020).
Sejak Juni-Desember 2022 Wildan menjabat Wakil Rektor Bidang Akademik dan sejak Desember 2022 hingga 2026 ia memimpin ISBI Aceh.
Menulis belasan buku, Wildan telah menghasilkan puluhan jurnal yang dipublikasi di tingkat nasional dan internasioanal. Mantan aktivis HMI ini juga mengantongi sertifikat editor nasional. Buku terbaru yang ia sunting tahun ini adalah Olahraga, Politik, dan Perlawanan Soekarno: A Politic Analysis in Competitive Sports. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.