Opini
Masih Perlukah Kuliah?
Di era digital ini, yang seharusnya dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, banjirnya bahan bacaan di internet lewat gadget di t
Infobanknews.com mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang. Angka tersebut lebih rendah 0,54 persen poin dibandingkan Agustus 2022 yang sebanyak 8,42 juta orang.
Miskin literasi
Harian Kompas edisi 15 Maret 2023 menulis, “Setiap tahun lulusan perguruan tinggi, baik sarjana, sarjana terapan, maupun vokasi, rata-rata sudah mencapai 1.8 juta orang. Namun sekitar 12 persen pengangguran di Indonesia justru didominasi lulusan sarjana dan diploma. Jumlah ini terus akan bertambah dengan semakin banyak lulusan PT yang baru setiap tahun.
Sehingga, tingginya jumlah sarjana menganggur di Indonesia, banyak yang bertanya, masih perlukah kuliah? Banyak nada pesimis calon mahasiswa dan juga orang tua ketika melihat realitas itu dan ditambah lagi dengan saratnya masalah mahasiswa yang sedang kuliah di perguruan tinggi. Ada banyak kondisi mahasiswa yang menyelimuti mahasiswa yang kini sedang di bangku PTN maupun PTS.
Bisa jadi orang tua banyak yang tidak tahu bahwa sesungguhnya anak mereka sedang tidak baik-saja. Orang tua tidak tahu selama ini banyak mahasiswa yang tersesat di belantara kampus. Banyak yang salah pilih jurusan, salah fakultas yang membuat mereka terumbang-ambing dalam ketidakpastian.
Padahal, memilih fakultas dan jurusan adalah memilih masa depan. Namun apa daya, ketika masuk PT, mereka tidak memahami jurusan yang dipilih. Karena tidak mendapat bimbingan di sekolah dan orang tua dalam memilih jurusan atau fakultas.
Mereka memilih jurusan hanya karena ikut-ikutan, tanpa mengenal jurusan yang mereka pilih. Kemudian, apa yang sedang terjadi di banyak mahasiswa sekarang, mereka bukan sedang belajar (kuliah), banyak yang hanya datang, duduk, dengar, diam dan pulang, lalu minta tambahan uang pada orang tua.
Bagaimana bisa kita katakan mereka belajar atau kuliah, membaca saja tidak ada? Mereka semakin malas membaca. Bayangkan saja, sudah hampir sarjana, ada yang tidak pernah membaca satu artikel, apalagi membaca buku secara tuntas?
Cobalah tanya kepada mereka yang sekarang sudah semester 8 atau yang sudah S2, ada berapa buku yang mereka sudah baca dengan tuntas. Padahal, kunci belajar itu adalah membaca, karena dengan membaca kita bisa mengenal dunia.
Di era digital ini, yang seharusnya dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, banjirnya bahan bacaan di internet lewat gadget di tangan, maka semakin mudah dan kaya bacaan mereka, tetapi keberadaan gadget tersebut tidak dijadikan sebagai sumber belajar. Mereka sangat miskin kemampuan literasi.
Lalu, apa yang paling celaka di era ini, banyak mahasiswa yang tanpa malu meminta nilai pada dosen. Mereka belajar mengejar angka, bukan pengetahuan, ketrampilan dan soft skill. Juga belajar untuk mendapatkan gelar sarjana dan ijazah sebagai tanda pernah kuliah. Itulah fakta yang terjadi, termasuk kasus membeli atau membiayai orang lain menulis skripsi, karena mereka tidak mampu menulis skripsi, akibat rendahnya kualitas mereka, akibat rendahnya kemampuan literasi, numerasi dan sains. Bukan hanya di level S1, bahkan merembet ke level S2 dan S3.
Idealnya, para lulusan PT bisa membangun kehidupan yang lebih baik dan bahkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan bagi orang lain. Walaupun di dalam masyarakat kita ada yang pesimis berkata, untuk apa kuliah. Banyak orang tanpa kuliah S3, bisa dapat doktor. Bahkan lebih ekstrem lagi, terkait dengan kondisi politik saat ini, masyarakat melihat contoh nyata, tanpa kuliah juga bisa calon wakil Presiden, ya kan? Sementara yang kuliah sampai S1, terpaksa menganggur atau melanjutkan S2 dan setelah S 2, menganggur lagi. Sedih sekali, bukan?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.