Berita Viral

Kesetiaan Cinta Presiden Soeharto pada Bu Tien, Berawal dari Perjodohan hingga Tragedi Malam Pertama

Yang tak kalah menarik adalah fakta bahwa Soeharto tak pernah benar-benar merasakan malam pertama dengan Bu Tien secara normal.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
historia.id
Soeharto dan Ibu Tien 

Kesetiaan Cinta Presiden Soeharto pada Bu Tien, Berawal Dari Perjodohan hingga Tragedi Malam Pertama

SERAMBINEWS.COM – Kehidupan rumah tangga Presiden kedua Indonesia, Soeharto dan Bu Tien memang menjadi daya tarik.

Soeharto diketahui cuma setia dan cinta pada Bu Tien selama masa hidupnya.

Ternyata, pernikahan Soeharto dan Bu Tien berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh keluarga besar.

Mereka gelisah dikala Soeharto yang menginjak usia 26 tahun belum menemukan pasangan hidup.

Akhirnya dikenalkanlah Bu Tien pada Soeharto dan akhirnya mereka merasa cocok hingga memutuskan untuk menikah.

Namun pada malam pertama, hal yang dilakukan keduanya beda dari kebanyakan pasangan suami istri lainnya.

Meskipun rumah tangganya didera banyak perbincangan, namun tak membuat Soeharto untuk melepaskan Bu Tien.

 

Dijodohkan Saat Karier Militer sedang Cemerlang

Soeharto menginjak usia 26 tahun ketika bibinya, Prawiro, gelisah karena keponakannya belum juga memiliki istri.

Pria kelahiran Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 itu pun langsung menjawab bahwa dia masih ingin melanjutkan perjuangan di militer.

Kala itu memang karier Soeharto di militer sedang cemerlang.

Mendengar jawaban Soeharto, sang bibi protes.

Menurut dia, pernikahan tidak perlu terhalang oleh perjuangan.

Prawiro lantas menyebutkan sebuah nama untuk dijodohkan dengan Soeharto.

lihat fotoSoeharto saat mengunjungi Perancis tahun 1972.
Soeharto saat mengunjungi Perancis tahun 1972.

"Kamu masih ingat kepada Siti Hartinah, teman sekelas adikmu, Sulardi, waktu di Wonogiri?" tanya sang bibi seperti dikisahkan pada buku "Falsafah Cinta Sejati Ibu Tien dan Pak Harto", seperti dilansir dari TribunTrends.com

Soeharto pun mengiyakan.

Namun, ia tak yakin Hartinah dan keluarganya mau menerima dia.

"Tetapi bagaimana bisa? Apa dia akan mau? Apa orang tuanya memberikan? Mereka orang ningrat,”

“Ayahnya, Wedana, pegawai Mangkunegaran," jawab Soeharto ragu-ragu.

Keraguan itu langsung ditepis Prawiro.

Ia mengatakan mengenal keluarga Hartinah dan akan menjodohkan Soeharto dengan putri dari RM Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmati Hatmohoedojo itu.

Meski sudah mengenal Hartinah sejak SMP, keraguan Soeharto masih juga belum sirna.

Soeharto takut lamarannya ditolak.

Sebab, dirinya hanya masyarakat biasa, sementara Hartinah berasal dari keluarga bangsawan.

Kala itulah, Soeharto yang biasanya dikenal berwibawa, merasa gamang dan minder.

Namun, semua keraguan Soeharto akhirnya sirna.

Rupanya, orang tua Hartinah tak memandang latar belakang Soeharto dan langsung menyetujui lamaran perwira muda itu.

 

Berhasil Memikat Hati Bu Tien

Bahkan, dari banyak lamaran yang diajukan pada Hartinah, hanya Soeharto yang berhasil memikat hati perempuan kelahiran Surakarta, 23 Agustus 1923 itu.

Pernikahan pun dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo.

Pernikahan itu disaksikan keluarga dan teman-teman Hartinah.

Cukup banyak jumlah tamu dari keluarga Soemoharjono yang datang.

Sementara Soeharto hanya datang bersama sepupunya, Sulardi, dan kakaknya.

Resepsi dilakuan pada malam harinya. Sederhana saja, hanya diterangi lampu dan beberapa lilin yang redup.

 

Tragedi Malam Pertama

Yang tak kalah menarik adalah fakta bahwa Soeharto tak pernah benar-benar merasakan malam pertama dengan Bu Tien secara normal.

Malam pertama Soeharto dan Hartinah pun menjadi tragedi.

Karena mereka harus dibatasi dengan jam malam karena khawatir akan serangan Belanda.

Soeharto dan Bu Tien
Soeharto dan Bu Tien

Tak ada bulan madu bagi Soeharto dan Hartinah.

Sebab, tiga hari setelah pernikahan, mantan Panglima Kostrad itu harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas.

Dia memboyong sang istri. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2, Yogyakarta.

 

Tinggalkan Sang Istri

Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.

Meski berat, Soeharto mau tak mau harus meninggalkan istri tercintanya untuk mengemban tugas negara, bahkan selama tiga bulan.

TMII dan perginya belahan jiwa Sebagai istri prajurit, Ibu Tien harus terbiasa hidup mandiri.

Meski jarak kerap memisahkan keduanya, kasih Soeharto kepada istrinya begitu besar.

Hal ini salah satunya terlihat ketika Soeharto tampil membela proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang digagas Tien.

Sebagaimana diketahui, pembanggunan TMII kala itu banyak diprotes karena dianggap tak bermanfaat dan mubazir.

Setelah sepuh, Soeharto dan Tien sering menghabiskan waktu di TMII hingga maut memisahkan mereka.

Pada 28 April 1996, Ibu Tien meninggal dunia.

Bagian dalam Dalem Kalitan Solo. Dari jauh tampak, antara lain, foto alm Ibu Tien Soeharto dan piagam pahlawan baginya.
Bagian dalam Dalem Kalitan Solo. Dari jauh tampak, antara lain, foto alm Ibu Tien Soeharto dan piagam pahlawan baginya. (TRIBUNSOLO.COM/EKA FITRIANI)

Soeharto pun larut dalam kesedihan yang mendalam.

Untuk melepas rindu dengan belahan jiwanya, Soeharto kerap meminta anak-anaknya untuk mengantar dia ke TMII.

Di sana, Soeharto hanya duduk terdiam dan memegang tongkat jalannya.

Itulah momen Soeharto begitu merindukan mendiang istrinya.

"Walau bicaranya sudah tidak jelas, tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, 'Saya rindu pada Ibu. Dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati'," kata Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII, menirukan ucapan Soeharto. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved