Opini

Arsip Menjaga Memori dan Masa Depan Bangsa

Arsip yang disimpan secara tertib, baik yang aktif, inaktif maupun arsip vital, wajib dikelola dengan baik.

Editor: mufti
IST
Muhamad Ihwan, Kepala Balai Arsip Statis dan Tsunami Aceh 

Muhamad Ihwan, Kepala Balai Arsip Statis dan Tsunami Aceh

SEPERTI kenangan kolektif yang merekam setiap jejak langkah sejarah, arsip adalah cerminan kehidupan bangsa. Sepuluh tahun lalu, pada Oktober 2014, peristiwa penting terjadi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan ribuan dokumen negara kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Dokumen-dokumen ini mencakup segala hal mulai dari regulasi penting, perjanjian internasional, hingga pidato kenegaraan yang ia sampaikan selama dua periode pemerintahan.

Penyerahan tersebut tidak hanya menjadi bagian dari peralihan kekuasaan kepada Presiden terpilih Joko Widodo, tetapi juga memastikan bahwa jejak-jejak langkah pemerintahan tersimpan dengan rapi sebagai memori kolektif bangsa. Ini adalah bentuk kesadaran bahwa arsip bukan sekadar tumpukan kertas, melainkan sumber kekayaan intelektual yang harus dijaga agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Saat ini, ketika transisi kekuasaan kembali bergulir dari Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto, peran ANRI menjadi semakin krusial. Mengulangi kesuksesan proses arsip sebelumnya, ANRI harus terus menjaga kelengkapan dan keakuratan dokumen dari pemerintahan Jokowi.

Selain itu, era digital mengharuskan lembaga ini untuk terus berinovasi, memastikan bahwa arsip-arsip tersebut tidak hanya aman tersimpan, tetapi juga mudah diakses publik. Transformasi digital di bidang kearsipan menjadi salah satu langkah penting yang memungkinkan publik dan pemerintahan untuk memanfaatkan arsip secara optimal di masa depan.

Namun, tanggung jawab ini tidak semata-mata berada di tangan ANRI. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, semua lembaga pemerintahan sebagai pencipta arsip, baik di pusat maupun daerah, memiliki kewajiban untuk melakukan pengelolaan arsip dinamis. Arsip yang disimpan secara tertib, baik yang aktif, inaktif maupun arsip vital, wajib dikelola dengan baik.

Sedangkan arsip statis, wajib dilestarikan dan diserahkan ke ANRI. Kewajiban ini termasuk melestarikan arsip yang bernilai sejarah dan budaya, serta membuka akses publik terhadap arsip sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Langkah-langkah ini bukanlah sekadar formalitas, tetapi menjadi fondasi penting dalam melindungi hak-hak masyarakat dan menjaga ingatan kolektif bangsa.

Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, ANRI telah melakukan banyak langkah progresif dalam menjaga dan memperkuat penyelenggaraan kearsipan nasional. Salah satu fokus utamanya adalah memperkuat agenda "revolusi mental" melalui program tertib arsip, transformasi digital, dan memori kolektif bangsa. Sebagai bukti, penerapan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) telah memperkuat efisiensi pengelolaan arsip di seluruh lembaga pemerintahan.

Program ini merupakan tindak lanjut dari Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang menekankan pentingnya digitalisasi arsip demi terciptanya pelayanan publik yang lebih cepat dan transparan.

Namun, tantangan besar masih ada di depan mata. Ketersediaan anggaran yang terbatas sering kali menjadi kendala dalam pelaksanaan program-program ANRI, termasuk pelestarian arsip-arsip bersejarah yang menjadi identitas dan jati diri bangsa.

Terlebih lagi, arsip-arsip yang tersimpan di Gedung Ampera Raya dan Balai Arsip Statis dan Tsunami Aceh harus terus dijaga dengan baik agar tetap relevan sebagai sumber pembelajaran bagi generasi mendatang. Dalam hal ini, dukungan pemerintah dan masyarakat sangatlah penting. Tahun 2023 DIPA ANRI tercatat sebesar Rp244.091.088.000. Tentu ini angka kecil bila dilihat dari luasnya cakupan tanggung jawab ANRI. Namun demikian ANRI sebagai lembaga kearsipan nasional tidak pernah kekurangan inovasi dalam mengatasi kekurangan dana tersebut.

Berbagai langkah terobosan dilakukan dalam mengatasi keterbatasan dana, di antaranya mengoptimalkan transformasi digital kearsipan yang terus dilaksanakan. Pesan mantan Presiden Jokowi untuk mengubah cara kerja kearsipan dari konvensional menjadi modern patut kita renungkan. Arsip bukan lagi hanya tentang menyimpan dokumen di gudang yang tersembunyi dan sulit diakses, tetapi tentang bagaimana arsip bisa bermanfaat secara langsung bagi kehidupan bangsa.

Sebagai masyarakat, kita juga harus mulai menyadari betapa pentingnya arsip dalam menjaga identitas kita sebagai bangsa. Dengan semakin banyaknya informasi yang beredar di era digital ini, arsip menjadi benteng terakhir yang menjaga autentisitas dan keabsahan sejarah.

Selain peran pemerintah, masyarakat juga harus diajak untuk lebih peduli terhadap arsip. Arsip bukan hanya milik pemerintah, melainkan milik kita semua. Arsip bisa menceritakan banyak hal: tentang perjuangan bangsa, kebijakan yang mempengaruhi kehidupan kita, bahkan tentang budaya dan tradisi yang diwariskan dari nenek moyang. Dengan memahami nilai penting arsip, kita bisa lebih menghargai sejarah dan, yang lebih penting, belajar darinya.
Arsip memainkan peran penting dalam pelestarian budaya.

Memori kolektif

Sebagai negara dengan kekayaan budaya yang luar biasa, Indonesia harus menjaga agar warisan budaya ini tetap hidup. Arsip menyediakan dokumentasi autentik yang mencerminkan kehidupan dan warisan budaya bangsa, yang akan tetap relevan meskipun zaman berubah. Dengan mengelola arsip budaya dengan baik, kita dapat menjaga jati diri bangsa dan memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang telah diwariskan dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, arsip juga dapat menjadi sumber kekuatan yang mempersatukan bangsa. Koleksi arsip nasional, baik yang terkait dengan sejarah politik, budaya, maupun kehidupan sehari-hari, dapat membantu kita memahami siapa kita dan ke mana kita akan menuju sebagai bangsa. Arsip-arsip tersebut menjadi kompas yang menuntun kita untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan mengambil keputusan yang lebih bijaksana di masa depan.

Dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-8, Prabowo Subianto juga menekankan pentingnya menjaga sejarah dan memori kolektif bangsa. Pesan ini sejalan dengan peran ANRI sebagai institusi yang mengelola arsip-arsip penting yang mencerminkan perjalanan sejarah bangsa. Seperti yang disampaikan oleh Prabowo, arsip bukan sekadar dokumen mati, tetapi menjadi cermin bagi kita semua, cermin untuk melihat di mana kita pernah berada dan ke mana kita harus melangkah ke depan.

Oleh karena itu, mari kita, baik sebagai pemerintah maupun masyarakat, bersama-sama menjaga dan melestarikan arsip. Karena arsip bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan. Mari jadikan arsip sebagai fondasi untuk membangun bangsa yang lebih kuat, berbudaya, dan mampu belajar dari sejarahnya. Mari kita jaga memori bangsa ini sebagai warisan yang akan terus hidup dan relevan bagi generasi mendatang.

Dalam era di mana informasi bergerak dengan cepat, kehadiran lembaga kearsipan seperti ANRI menjadi krusial dalam menjaga dan melestarikan memori kolektif bangsa. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, lembaga kearsipan yang mandiri akan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan bergerak lincah dalam menghadapi tantangan zaman.

Dengan kemandirian ini, lembaga kearsipan tidak hanya berfungsi sebagai penjaga arsip, tetapi juga sebagai penggerak dalam menyelamatkan warisan budaya dan sejarah bangsa, memastikan bahwa jejak-jejak perjalanan kita tetap terjaga untuk generasi sekarang dan mendatang. Memori kolektif yang kuat akan membangun identitas bangsa yang kokoh, menjadikan kita lebih sadar akan akar sejarah kita dan pentingnya melestarikannya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved