Konflik Palestina vs Israel

Pemimpin Oposisi Israel Sebut Netanyahu Tak Inginkan Gencatan Senjata di Gaza:Perang Terus Berlanjut

"Netanyahu lalu mendatangi media asing dan menjelaskan bahwa dia tidak akan menghentikan perang dan membuat kesepakatan dengan Hamas,"

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS/IDF
Pasukan Israel yang menyerbu memutus hubungan Jabalia dengan Kota Gaza beberapa minggu lalu sambil mengeluarkan perintah evakuasi dan menuntut warga sipil meninggalkan rumah mereka dan pindah ke selatan.  

Pemimpin Oposisi Israel Sebut Netanyahu Tak Inginkan Gencatan Senjata di Gaza: Perang Terus Berlanjut

SERAMBINEWS.COM – Pemimpin Oposisi Israel, Yair Lapid mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak menginginkan kesepakatan genjatan senjata dengan Hamas.

Pernyataan ini menambah tekanan terhadap Netanyahu di tengah konflik yang sedang berlangsung, dimana dunia terus menekan Israel.

"Dia melakukan trik yang sama seperti yang dilakukannya sebelumnya," kata pemimpin partai Yesh Atid itu.

“Negosiasi terus berlanjut dan menjadi mungkin, lalu dia mendatangi media asing dan menjelaskan bahwa dia tidak akan menghentikan perang dan memberi isyarat kepada Hamas bahwa tidak ada alasan untuk membuat kesepakatan dengan mereka,” kata Lapid.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid
Perdana Menteri Israel Yair Lapid (AFP)

Netanyahu telah memperpanjang konflik dan menambah penderitaan warga sipil di Gaza.

Komentar Lapid mengikuti kritik serupa dari ketua Partai Ketahanan Israel, Benny Gantz, dan pemimpin partai Israel Beiteinu, Avigdor Lieberman.

Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Badan Bantuan dan Pekerjaan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan keprihatinan mendalam terhadap tindakan Israel dalam 24 jam terakhir di Gaza, Minggu (22/12/2024).

Badan PBB itu menegaskan bahwa aturan-aturan yang mengatur perang dan konflik bersenjata telah dilanggar secara sistematis oleh Israel.

Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini mengatakan telah terjadi "eskalasi" dalam perang Israel di Gaza selama 24 jam terakhir karena militer Israel terus menggempur wilayah yang diblokade itu.

Dalam pernyataan yang diterbitkan pada Minggu (22/12/2024), Lazzarini menegaskan kembali seruannya untuk gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa “dunia tidak boleh mati rasa.”

Dia mengatakan Israel telah melanggar semua aturan keterlibatan dengan serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.

“Semua perang punya aturan. Semua aturan itu sudah dilanggar,” ungkapnya.

"Gencatan senjata sudah lama tertunda. Istirahat bagi warga sipil di mana pun mereka berada termasuk di Gaza dan pembebasan segera para sandera,”

“Sudah cukup banyak waktu yang terbuang sia-sia," kata Lazzarini.

Setidaknya tujuh orang meninggal dan beberapa lainnya terluka setelah serangan udara Israel menargetkan tenda-tenda yang menampung warga Palestina yang mengungsi di kamp pengungsi al-Mawasi, dekat Khan Yunis, Gaza selatan.

Di Gaza tengah, serangan serupa terhadap sebuah sekolah di barat laut kamp pengungsi Nuseirat menyebabkan beberapa korban jiwa.

Artileri rezim Israel juga menembaki beberapa daerah di Gaza, menyebabkan sejumlah warga Palestina meninggal dan terluka.

Israel melancarkan perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, setelah kelompok perlawanan yang dipimpin Hamas melancarkan Operasi Banjir al-Aqsa sebagai respons atas kampanye penghancuran selama puluhan tahun terhadap warga Palestina.

Serangan berdarah rezim Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan 45.227 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai 107.573 lainnya. 

Ribuan lainnya juga hilang dan diduga meninggal tertimbun reruntuhan.

 

AS Lebih Mementingkan Israel Diatas Kepentingannya Sendiri

Mantan pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Casey mengatakan pemerintah AS mengejar kepentingan Israel di atas kepentingannya sendiri.

Itu terjadi setelah lebih dari setahun kebijakan AS dipusatkan kepada kepentingan Israel dan mengabaikan rasa kemanusiaan di Gaza.

Amerika Serikat telah menutup mata dan hatinya atas apa yang telah dilakukan Israel di Gaza selama ini.

Mike Casey mengatakan dia belum pernah melihat yang seperti itu, apa yang dikatakannya Gaza porak poranda atas kebijakan Presiden AS, Joe Biden kepada Israel.

Mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang menjabat sebagai wakil penasihat politik di Kantor Urusan Palestina Amerika Serikat, menggambarkan pengalamannya sebagai diplomat di Yerusalem sebagai penghinaan.

"Terus terang ini memalukan, melihat cara kita menyerah pada tuntutan pemerintah Israel dan terus mendukung apa yang dilakukan pemerintah Israel meskipun kita tahu itu salah," kata Casey, dilansir dari Al Jazeera, Senin (23/12/2024).

“Dan saya belum pernah melihat hal seperti itu di negara lain tempat saya bertugas,” sambungnya.

Setelah empat tahun menjabat, Casey mengundurkan diri pada Juli 2024 atas apa yang ia gambarkan sebagai dukungan teguh pemerintah AS terhadap Israel meskipun Israel melakukan kampanye militer yang menghancurkan di Jalur Gaza.

Pengunduran dirinya pertama kali dilaporkan oleh surat kabar The Guardian pada minggu ini.

Hingga saat ini, lebih dari 45.000 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan berkelanjutan Israel di Gaza.

Konflik tersebut telah menjerumuskan Gaza ke dalam krisis kemanusiaan yang mengerikan, dan para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa serta kelompok-kelompok hak asasi manusia terkemuka telah menuduh militer Israel melakukan kejahatan perang, termasuk genosida .

AS mengatakan pihaknya tengah berupaya mengamankan gencatan senjata dan pembebasan tawanan yang ditahan di Gaza

AS juga mengatakan pihaknya telah mendesak Israel untuk meminimalkan jatuhnya korban sipil dalam operasi militernya.

Namun Biden menolak menggunakan bantuan Amerika kepada Israel sebagai pengaruh untuk mengakhiri perang, dan menampik seruan untuk menangguhkan transfer senjata AS ke sekutu utama tersebut.

Hal ini memicu kemarahan dan kritik dari para pendukung yang menjuluki presiden Demokrat yang akan lengser tersebut sebagai “Joe si Pembantai”.

AS memberi Israel sedikitnya USD 3,8 miliar bantuan militer setiap tahunnya, dan para peneliti di Universitas Brown baru-baru ini memperkirakan bahwa pemerintahan Biden menyediakan tambahan USD 17,9 miliar sejak dimulainya perang Gaza.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada Sabtu, Casey mengatakan pekerjaannya di Yerusalem terutama difokuskan pada penulisan tentang situasi di Gaza, dari masalah kemanusiaan hingga masalah ekonomi dan politik.

Ia mengatakan pemerintah AS menyadari kondisi mengerikan di wilayah tersebut, termasuk banyaknya korban jiwa dan kurangnya bantuan kemanusiaan. 

"Namun kami tetap menjalankan kebijakan ini dan mendukung apa yang dilakukan militer Israel di sana," katanya.

“Mereka menerima semua laporan kami, mereka memiliki semua yang kami tulis, dan mereka mengabaikannya begitu saja,” ungkapnya.

Ketika ditanya mengapa kebijakan pemerintah AS seperti itu, Casey mengatakan ia yakin sebagian alasannya adalah tidak ada kepedulian terhadap penderitaan Palestina.

"Kami mengabaikan penderitaan Palestina. Kami menerima narasi pemerintah Israel tentang berbagai peristiwa meskipun kami tahu itu tidak benar,”

“dan kami benar-benar mengejar kepentingan Israel. Kami tidak mengejar kepentingan kami sendiri," katanya kepada Al Jazeera.

“Dan itulah yang akhirnya mendorong saya keluar dari pintu,” ungkapnya, yang mengacu pada bobroknya kebijakan luar negeri AS.

Kementerian Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar Al Jazeera.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved