Aceh Utara
Sorot Penundaan Bantuan Santri oleh Baitul Mal Aceh Utara, Akademisi Unimal : Kebijakan Blunder
“Ini contoh nyata bagaimana sebuah kebijakan sosial yang dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin justru bisa berbalik merugikan mereka...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Kasus penundaan penyaluran bantuan dana untuk 1.500 santri kurang mampu di Aceh Utara oleh Baitul Mal pada tahun 2024 adalah bentuk keputusan kebijakan publik yang buruk.
Keputusan kebijakan publik yang buruk sering kali tidak hanya merugikan pihak yang langsung terlibat, tetapi juga dapat memicu krisis kepercayaan yang lebih luas terhadap lembaga pemerintah.
Demikian antara lain disampaikan Pemerhati Masalah Kebijakan dan Dosen Kebijakan Publik di Prodi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Nazaruddin MAP.
“Ini contoh nyata bagaimana sebuah kebijakan sosial yang dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin justru bisa berbalik merugikan mereka."
"Dalam konteks ini, kita perlu mempertanyakan kualitas pengelolaan kebijakan tersebut, serta dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan terhadap kredibilitas lembaga yang terlibat,” ujar Nazaruddin yang juga mantan Ketua BEM Unimal.
Baitul Mal Aceh Utara membuka program beasiswa untuk santri miskin dengan tujuan yang mulia: memberikan bantuan dana kepada mereka yang sedang menuntut ilmu di Dayah (pesantren) namun berasal dari keluarga kurang mampu.
Kuota bantuan yang disediakan sebanyak 1.500 orang dengan nominal bantuan Rp1 juta per santri adalah langkah positif untuk meningkatkan akses pendidikan bagi kelompok yang terpinggirkan.
Namun, langkah tersebut mengandung celah besar yang dapat menciptakan masalah lebih lanjut. Keputusan untuk membatalkan penyaluran dana tanpa penjelasan yang memadai jelas mencerminkan ketidaktepatan dalam merencanakan dan mengelola kebijakan sosial.
Pihak Baitul Mal beralasan bahwa alokasi dana tersebut harus difokuskan untuk pembangunan rumah dhuafa. Namun, keputusan untuk mengalihkan dana tersebut seharusnya tidak mengorbankan bantuan yang sudah dijanjikan kepada 1.500 santri.
Pada tahap ini, yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa perencanaan dan pengelolaan dana sosial tidak dilakukan dengan lebih hati-hati dan lebih memperhitungkan kebutuhan yang mendesak, terutama bagi mereka yang sudah memenuhi semua persyaratan administrasi dan menunggu dengan penuh harapan.
Keputusan ini tidak hanya merugikan para santri yang membutuhkan bantuan untuk kelanjutan pendidikan mereka, tetapi juga mencerminkan kurangnya perencanaan matang dalam mengelola dana publik.
Sebuah kebijakan publik yang baik seharusnya tidak hanya mendasarkan pada niat yang baik, tetapi juga pada kemampuan untuk melaksanakan kebijakan tersebut secara efektif dan konsisten.
“Tanpa perencanaan yang solid, kebijakan sosial bisa dengan mudah terjebak dalam situasi yang kontraproduktif seperti yang terjadi di Aceh Utara,” ujar Nazar.
Kurang Akuntabilitas
Keputusan Baitul Mal untuk membatalkan penyaluran bantuan ini memperlihatkan ketidakkonsistenan dalam implementasi kebijakan.
Mengumumkan program bantuan, membuka pendaftaran, dan kemudian membatalkan penyaluran tanpa pemberitahuan yang jelas merupakan tindakan yang merusak integritas lembaga.
Pihak yang diharapkan akan memimpin dan memberikan solusi bagi kesulitan masyarakat justru menyampaikan keputusan yang menambah kebingungan dan ketidakpastian.
Bagaimana masyarakat bisa mempercayai janji-janji sosial dari sebuah lembaga jika pada saat yang krusial kebijakan tersebut dibatalkan tanpa alasan yang memadai?
Akuntabilitas adalah salah satu pilar utama dalam penyelenggaraan kebijakan publik.
Tanpa adanya akuntabilitas yang jelas, keputusan yang diambil bisa jadi tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pembatalan bantuan ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang bertanggung jawab atas pembatalan ini? Bagaimana mekanisme kontrol dan evaluasi yang ada dalam Baitul Mal Aceh Utara? Jika lembaga tersebut gagal mengelola dan menyalurkan dana bantuan yang seharusnya menjadi hak mustahik, maka sudah saatnya ada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja lembaga tersebut.
Dampak Sosial Luas
Keputusan untuk membatalkan penyaluran bantuan bagi para santri ini tidak hanya berdampak pada mereka yang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa, tetapi juga berpotensi menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana sosial di Aceh Utara.
Masyarakat yang telah mempercayakan zakat, infak, dan wakaf mereka kepada Baitul Mal untuk disalurkan kepada yang membutuhkan kini mulai mempertanyakan integritas lembaga ini.
Jika dana yang seharusnya disalurkan untuk keperluan yang mendesak dan bermanfaat, seperti pendidikan, justru ditunda tanpa alasan yang jelas, maka kepercayaan publik akan terguncang.
Dalam konteks ini, kebijakan Baitul Mal tidak hanya berisiko merugikan mustahik secara langsung, tetapi juga berpotensi merusak hubungan antara lembaga pengelola dana sosial dan masyarakat yang memberikan dana tersebut.
Hal ini bisa menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan yang berlarut-larut, yang pada akhirnya akan merusak fungsi utama dari zakat, infak, dan wakaf itu sendiri sebagai instrumen untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Kurangnya Pertimbangan
Salah satu kelemahan mendasar dari kebijakan ini adalah kurangnya pertimbangan yang matang dalam menyusun mekanisme pengelolaan dan penyaluran dana.
Proses administrasi yang sudah dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen dan surat keterangan seharusnya dilanjutkan dengan penyaluran dana yang tepat waktu dan tidak terganggu oleh alasan lain, seperti pembangunan rumah dhuafa.
Mengapa perlu ada pengalihan dana yang pada akhirnya merugikan mustahik yang sudah memenuhi semua syarat? Apakah Baitul Mal Aceh Utara sudah benar-benar mengevaluasi kebutuhan dan prioritas sebelum mengambil keputusan semacam ini?
Baitul Mal seharusnya membuat mekanisme yang lebih terencana dan sistematis dalam pengelolaan dana sosial. Keputusan untuk membatalkan penyaluran bantuan ini menunjukkan kurangnya pengelolaan anggaran yang baik.
Jika kebijakan tersebut diterapkan dengan lebih hati-hati dan dengan strategi yang lebih terstruktur, maka pembatalan atau penundaan semacam ini tidak perlu terjadi.
"Ini adalah bukti bahwa kebijakan publik harus dirancang dengan lebih teliti dan memperhitungkan berbagai kemungkinan, bukan hanya sekedar berdasarkan niat baik tanpa dukungan manajerial yang memadai," ujar Nazar.
Evaluasi Mendalam
Blunder kebijakan Baitul Mal Aceh Utara ini seharusnya menjadi pelajaran berharga dalam pengelolaan kebijakan sosial. Kebijakan yang tidak didasarkan pada analisis yang matang, pengelolaan anggaran yang efisien, dan koordinasi yang baik antara semua pihak yang terlibat hanya akan menciptakan kebingungan dan kerugian di masyarakat.
Sudah saatnya Baitul Mal melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dan mekanisme kebijakan yang ada. Kepercayaan publik tidak boleh dipertaruhkan hanya karena kesalahan dalam perencanaan dan implementasi.
Kebijakan yang berorientasi pada masyarakat miskin, seperti yang terlihat pada program beasiswa ini, harus dikelola dengan penuh tanggung jawab, transparansi, dan komitmen untuk memenuhi kebutuhan nyata mereka yang membutuhkan.(rel/*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.