Mantan Direksi Miris Melihat Kondisi Bank Aceh, Titip Pesan Buat Mualem-Dek Fadh
Amal Hasan menuturkan, apa yang terjadi pada Bank Aceh belakangan ini di antaranya akibat kebijakan yang keliru dari pemangku kepentingan.
BANDA ACEH – Gonjang-ganjing terkait bongkar pasang direksi Bank Aceh Syariah (BAS) telah menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat, dengan berbagai sudut pandang.
Namun semua pihak diingatkan agar berhati-hati dalam menyampaikan pendapat dan komentar, karena Bank Aceh merupakan lembaga keuangan yang tatakelola dan regulasinya diatur dengan sangat ketat.
Demikian disampaikan Ketua Umum PP IKA-USK (Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala) yang juga mantan direksi Bank Aceh, Amal Hasan SE MSi.
"Seluruh stakeholder untuk lebih bijak dalam memberikan komentar dan pendapatnya terkait issu atau polemik yang sedang terjadi di BAS,"
"Semua pihak harus berhati-hati, ini lembaga keuangan yang tatakelola dan regulasinya diatur dengan sangat ketat," katanya.
Ia juga berharap Pemerintah Aceh selaku Pemegang Saham tidak menempatkan pengelolaan Bank Aceh sama dengan organ otonom dalam struktur pemerintahan sebagaimana Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Kebijakan Keliru
Amal Hasan menuturkan, apa yang terjadi pada Bank Aceh belakangan ini di antaranya akibat kebijakan yang keliru dari pemangku kepentingan, tidak mengikuti prosedur.
Semua dilakukan tanpa memperhatikan akar masalahnya dan potensi efek risiko yang terjadi pada bank.
Bongkar pasang manajemen secara serampangan telah berdampak pada terganggunya Governance Structure Bank Aceh, yang pada akhirnya juga merembes ke persoalan Good Corporate Governance (GCG), dan berdampak pada berbagai aktifitas operasional Bank Aceh.
Baca juga: Kisah Pilu Badut Keliling Diusir dari Kontrakan, Tidur di Masjid dengan Bayi, Dibantu Polisi Baik
Baca juga: Juru Bicara Hamas Abdel Latif al-Qanou Syahid dalam Serangan Udara Israel di Jalur Gaza Utara
“Pemerintah Aceh selaku Pemegang Saham sepertinya tidak mendapatkan informasi yang utuh tentang permasalahan yang terjadi di BAS,"
"Sehingga kebijakan yang diambil cenderung menonjolkan ego kekuasaan secara full power, karena merasa sebagai pemilik bank secara absolut,"
"Padahal kepemilikan yang dimaksud adalah dalam konteks representasi exofficio selama masa jabatan. Sejatinya BAS itu adalah milik rakyat Aceh,” kata Amal Hasan.
Miris
Amal Hasan yang juga Ketua Perhumas Indonesia Provinsi Aceh mengaku miris melihat gonjang-ganjing yang menerpa Bank Aceh belakangan ini.
BAS yang dibangun dengan susah payah, hingga tumbuh berkembang sampai saat ini dikhawatirkan akan tidak optimal menjalankan fungsinya sebagai agen pembangunan daerah.
Amal Hasan yang terlibat aktif sebagai tim inti dalam membidani proses Konversi Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah ini meminta Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem-Dek Fadh agar dapat memanfaatkan momentum ini untuk mengembalikan posisi BAS pada khitahnya.
“Pemerintah Aceh harus memahami tentang potensi risiko yang bisa timbul terhadap Bank Aceh dari setiap kebijakan politis yang diambil,"
"Setidaknya hampir 1 dekade pemerintahan hingga saat ini, kita melihat dan merasakan, bagaimana sebuah entitas bisnis milik daerah menjadi arena tarik menarik kepentingan, yang selalu menimbulkan gejolak dan instabilitas baik diinternal maupun eksternal BAS,"
"Padahal sebagai lembaga keuangan yang prinsip dasarnya kepercayaan, segala bentuk polemik dan kegaduhan dengan isu-isu politis harus dihindari. Mestinya historis dan pengalaman masa lampau itu menjadi pelajaran bagi pemangku kepentingan saat ini,” tambah Amal Hasan.
Baca juga: Jelang Puncak Arus Mudik di Aceh, Ini Tarif Tol Sibanceh Libur Lebaran 2025: Lintasi Seksi 1 Gratis
Baca juga: Kakak Juwita Minta Anggota TNI AL yang Diduga Bunuh Adiknya Dihukum Mati, Keluarga Merasa Terpukul
Taat Azas
Sebenarnya kalau semua taat azas penataan dan pengelolaan berbagai isu dan kegaduhan yang muncul menjadi polemik berkepanjangan di BAS dapat diatasi dengan lebih mudah.
Paling tidak dengan tiga skema yang krusial dan harus dilakukan secara bersamaan.
Pertama, terkait political will dari pemerintah sebagai pemegang saham (internal dan eksternal). Kedua terkait dengan leadership (internal) dan ketiga terkait dengan tatakelola (internal dan eksternal).
Untuk ketiga skema inilah para pemegang saham terutama PSP harus mendapatkan informasi yang utuh dari pihak pihak yang kredibel agar substansi dan akar permasalahan polemik BAS dapat diselesaikan secara baik dan bijak.
"Ini bukan hanya berbicara soal siapa sosok yang akan menjadi dirut, direksi atau komisaris,"
"Orang atau figur tertentu akan datang dan pergi serta dapat berganti setiap waktu, tapi harus diingat dan dipastikan bisnis tidak boleh berhenti," tegas Amal Hasan.
Karena itu pula Amal Hasan menilai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator akan berhati-hati dengan isu politisasi yang terjadi di Bank Aceh.
Apa lagi ini terkait dengan penentuan orang-orang yang akan disiapkan untuk mengisi Governance Structure Bank Aceh di level Direksi dan Komisaris. Tentu OJK akan mempertimbangkan berbagai faktor secara objektif.
"OJK sebagai pihak yang independen merupakan benteng terakhir dalam proses pemilihan Direksi Bank Aceh. Kita tidak perlu mengajari OJK apalagi mencoba-coba mengintervensi,"
"Biarkan proses berjalan sesuai mekanisme dan prosedur yang telah diatur di dalam ketentuan UU dan POJK serta peraturan peraturan terkait lainnya," pungkas Amal Hasan.(*)
Baca juga: Geger! Wanita Terbakar Hidup-Hidup di Semarang, Alami Luka 90 Persen, Diduga Depresi
Baca juga: Hari ini Batas Akhir Pendaftaran UTBK SNBT, Rektor USK Ingat Calon Mahasiswa Jangan Lalai
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.