Hardiknas 2025

Refleksi Hardiknas 2025: Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Aceh Bermutu 

Dalam pandangan saya, pemerintah pusat belum mampu sepenuhnya menyediakan kebutuhan pendidikan sehingga perlu ada peran

Editor: Ansari Hasyim
IST
Feri Irawan SSi MPd, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Daerah Bireuen 

Oleh: Feri Irawan, M.Pd, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Daerah Bireuen 

MENCARI pemimpin itu mudah, namun mencari pemimpin yang peduli terhadap pendidikan itu amat sangat sulit. Bahkan lebih sulit dari mencari sebuah jarum yang hilang di tengah samudera yang luas. Sektor pendidikan menjadi salah satu visi penting yang harus menjadi prioritas Pemerintah Aceh.   

Mengapa sektor ini menjadi prioritas? Karena menjadi kunci penting bagi kemajuan Aceh. Majunya Aceh ditentukan oleh pendidikan yang maju dan berkualitas. Untuk itu Pemerintah Aceh wajib berkomitmen dalam memajukan pendidikan di Aceh agar “Serambi Mekah” ini semakin maju sehingga kesejahteraan masyarakat Aceh dapat tercipta.  

Hari pendidikan nasional (Hardiknas) 2025 menjadi momen penting untuk memperingati peran pendidikan dalam membangun Aceh. Pendidikan merupakan pilar peradaban yang sangat berpotensi dalam mengatasi kemiskinan masyarakat Aceh. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah Aceh untuk mengabaikan pendidikan, dan salah satu jalan untuk mengatasi kemiskinan itu dengan memberikan akses yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Aceh untuk memperoleh pendidikan.  

Mengusung tema Hardiknas 2025, “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”, menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam membangun pendidikan Aceh yang berkualitas dan inklusif. Tema ini mencerminkan semangat kolaborasi antara pemerintah daerah, pendidik, peserta didik, keluarga, dan masyarakat Aceh untuk bersama-sama menciptakan sistem pendidikan yang adil dan merata.  

Tentu gubernur sebagai eksekutif dan DPR Aceh khususnya Badan Anggaran (Banggar) sebagai legislatif adalah pengambil kebijakan pertama di daerah harus bersinergi dulu dan peduli dengan pendidikan. Salah satunya tentang pendanaan pendidikan. Pendanaan pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam memastikan bahwa semua orang Aceh memiliki akses ke pendidikan berkualitas. Pendidikan yang baik adalah kunci untuk menciptakan masyarakat Aceh yang cerdas, inovatif, dan berdaya saing.  

Karena sejauh ini biaya pendidikan masih menjadi hambatan bagi sebagian masyarakat Aceh untuk memperoleh pendidikan yang layak. Anggaran yang terbatas berdampak pada kualitas guru yang rendah, fasilitas pendidikan yang buruk, dan akses pada sumber belajar yang terbatas. Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas pendidikan secara keseluruhan.  

Padahal tanggung jawab pendanaan pendidikan ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 46 ayat (1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara lemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Konstitusi bahkan mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalan setiap tahun anggaran.

Jika capaian realisasi anggaran pendidikan kurang 20℅, itu artinya telah menghilangkan hak konstitusional rakyat memperoleh pendidikan yang baik. Meskipun aturan menyebut, bahwa pemerintah mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan, tetapi itu adalah angka minimal. Artinya, alokasi bisa melebihi jumlah itu.  

Di samping itu, Pemerintah Aceh harus memiliki peta jalan yang jelas terkait sektor pendidikan agar pembangunannya lebih terarah dan terstruktur. Para tim ahli gubernur khususnya pendidikan, mesti memiliki gagasan brilian dan berani membuat terobosan untuk kemajuan dan perbaikan dunia pendidikan Aceh yang lebih baik. Semisal, dana-dana yang bisa dihemat dari pos pengeluaran yang tidak perlu, dapat dialihkan ke sektor pendidikan.  

Kepedulian saja tidak cukup, masih harus ada agenda aksi dan grand design secara komprehensif untuk mengaktualisasikan pembangunan bidang pendidikan Aceh. Diantaranya aspek peningkatan profesionalisme guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan, peningkatan peran serta masyarakat, hingga ketersediaan sarana-prasarana minimal pendidikan, agar sekolah dapat menerapkan prinsip quality assurance dan total quality manajement.  

Kita tidak ingin Aceh ini ambruk hanya karena masalah pendidikan. Kita juga tidak ingin anak-anak Aceh ini kehilangan masa depan yang lebih baik. Sampai hari ini, mimpi pendidikan  gratis belum terwujud. Pendidikan gratis amanat UU Nomor 23 Tahun 2003 masih sebatas angan-angan. 

Dalam pandangan saya, pemerintah pusat belum mampu sepenuhnya menyediakan kebutuhan pendidikan sehingga perlu ada peran pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Saya melihat masih banyak kebutuhan sekolah yang tidak bisa dipenuhi sepenuhnya oleh pemerintah. 

Saat ini dana dari pemerintah pusat, yakni bantuan operasional sekolah yang ditransfer langsung ke sekolah hanya mencukupi kebutuhan minimal operasional sekolah.  

Perlu Survei Mendalam  

Sementara, ketidakmampuan pemerintah Aceh dalam mengoptimalkan alokasi dana untuk sektor pendidikan diperburuk oleh rendahnya partisipasi masyarakat, kondisi ini akibat sebagian masyarakat tingkat perekonomiannya masih memprihatinkan. Di sisi lain, jika sekolah ingin maju, butuh peran aktif dari masyarakat.

Meskipun dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pusat dirancang untuk meringankan beban, kenyataan di lapangan menunjukkan banyak celah yang belum tertutupi. BOS itu punya juknis tersendiri, sementara ada kegiatan-kegiatan yang tidak bisa tertanggulangi dengan BOS akibat regulasi.  

Apalagi sekolah yang memiliki target prestasi ke jenjang provinsi, nasional bahkan internasional. Kebutuhan itu pasti jauh lebih besar. Sementara, “orang-orang diluar sana” menginginkan terobosan sekolah, sekolah harus beginilah, sekolah harus begitulah, sekolah harus berprestasi dan berinovasi. Menuntut inilah, itulah. Sementara tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat terhadap pendidikan sesuai konstitusi masih terabaikan.  

Menambah daftar panjang persoalan pendidikan, komite sekolah pun saat ini sulit menggalang dana dari masyarakat. Sejauh ini, khususnya Aceh, sekolah hanya mengandalkan BOS pusat tanpa adanya BOS daerah dan nyaris tidak ada sumbangan masyarakat karena beranggapan pendidikan gratis.

Sementara, pungutan apapun dilarang meminta dari masyarakat. Ini menjadi ironi ditengah kebijakan pemerintah yang melarang segala bentuk pungutan. Pemerintah tidak bisa terus menerus membicarakan larangan tanpa memberikan solusi konkret. Larangan pungutan tanpa solusi alternatif hanya akan membuat sekolah kebingungan.  

Oleh karena itu pemerintah Aceh perlu melakukan survei mendalam untuk mengetahui kebutuhan riil biaya pendidikan. Dengan data itu, pemerintah Aceh bisa mengukur apakah dana BOS cukup untuk mencakup biaya pendidikan selama satu tahun. Jika tidak, maka sudah selayaknya Pemerintah Aceh menggangarkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) daerah untuk sekolah. Pasalnya peran dana BOS daerah tersebut berkontribusi untuk mendukung peningkatan pendidikan Aceh.  

Menyiapkan Regulasi  

Di samping itu, Pemerintah Aceh juga perlu menyiapkan regulasi yang jelas bagaimana sekolah dapat mencari anggaran tambahan tanpa membebani orang tua.  Mungkin Pemerintah Aceh bisa merancang regulasi yang memungkinkan sekolah mencari sumber dana alternatif secara transparan dan akuntabel. Jika memungkinkan, pemerintah Aceh dapat menetapkan biaya operasional satuan pendidikan melalui keputusan gubernur. Biaya ini bisa disebut sebagai unit cost atau biaya yang dibutuhkan seorang siswa selama satu tahun ketika mengenyam pendidikan. Hal ini penting untuk mendukung program-program sekolah tanpa melanggar aturan. 

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Semoga melalui partisipasi aktif dari semua pihak, diharapkan pendidikan di Aceh mampu menjadi fondasi kuat bagi lahirnya generasi penerus Aceh yang unggul dan berdaya saing.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved