Berita Aceh Utara

Rapai Zikir Raja Buwah di Persimpangan, Tradisi Sakral Aceh yang Perlu Dukungan untuk Tetap Hidup

Tradisi tersebut adalah Rapai Zikir, seni religius khas Aceh yang memadukan alunan bunyi rapai, alat musik mirip rebana berukuran besar dengan lantuna

Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
RAPAI PASE - Ketua Harian Grup Rapai Pase Raja Buwah, Kecamatan Baktiya Barat, Aceh Utara, Idris Yusuf  

Tradisi tersebut adalah Rapai Zikir, seni religius khas Aceh yang memadukan alunan bunyi rapai, alat musik mirip rebana berukuran besar dengan lantunan zikir, syair nasihat, serta shalawat.

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Seni tradisional Rapai Zikir Raja Buwah di Kecamatan Baktiya  Barat Kabupaten Aceh Utara, warisan budaya religius khas Aceh, kini berada di ujung tanduk.

Tradisi tersebut adalah Rapai Zikir, seni religius khas Aceh yang memadukan alunan bunyi rapai, alat musik mirip rebana berukuran besar dengan lantunan zikir, syair nasihat, serta shalawat.

Namun, sudah tiga tahun vakum. Saat ini pengurus grup Rapai Pase Raja Buwah sedang berupaya menghidupkan kembali tradisi yang telah diwariskan turun-temurun ini.

Namun terkendala berbagai tantangan, terutama masalah biaya dan regenerasi.

“Biaya latihan cukup besar, karena kami harus membeli kulit sapi atau kambing untuk membuat rapai baru.

Selain itu, kami juga butuh tempat latihan, dan dana operasional lainnya,” ujar Ketua Harian Rapai Zikir Raja Buwah, Idris Yusuf kepada Serambinews.com, Rabu (18/6/2025).

Baca juga: VIDEO - Rakyat Aceh Sambut Mualem Bak Pahlawan Berhasil Kembalikan 4 Pulau Kembali ke Pangkuan Aceh

Seiring waktu, sebagian besar pemain lama telah berpindah tempat tinggal, dan belum ada pengganti yang siap untuk mengambil alih peran mereka.

Di sisi lain, saat ini hanya satu orang yang masih menguasai seluruh syair Rapai Zikir versi Pase secara lengkap, yaitu Syeh Abdul Wahab (55), asal Gampong Cot Murong, Kecamatan Baktiya Barat.

Meski usianya sudah tidak muda, Syeh Wahab tetap bersedia melatih dan menurunkan ilmunya kepada generasi muda.

“Kalau tidak kita siapkan untuk penerus dari sekarang, tradisi ini bisa hilang dalam satu generasi,” ujar Idris Yusuf.

Rapai Zikir ini memiliki karakteristik yang berbeda dari Rapai Geleng.

Dalam pertunjukannya, grup ini menggunakan beberapa rapai berukuran sedang hingga rapai uroh, jenis rapai yang lebih besar dan menghasilkan dentuman khas yang kuat.

Baca juga: Usai Jadi Imam Shalat Subuh di Babahrot, Bupati Abdya Tinjau Rumah Tidak Layak Huni di Blang Raja

Seni ini biasanya ditampilkan dalam perhelatan adat, peringatan hari besar Islam, hingga kegiatan keagamaan di meunasah dan masjid.

Jenis lagu yang dibawakan dalam Rapai Zikir adalah syair nasihat, yang semuanya diturunkan dari generasi sebelumnya tanpa perubahan sedikit pun.

“Kami sengaja tidak mengubah apa pun. Tradisi ini bukan sekadar hiburan, tapi amanah budaya dan spiritual dari para leluhur, yang harus dijaga kemurniannya,” tegas Yusuf.

Nilai religius dan sosial menjadi inti dari Rapai Zikir. Tak hanya menyampaikan pujian dan shalawat, dalam lagu-lagunya juga terdapat pesan moral, ajaran Islam, dan nilai-nilai kebijaksanaan yang relevan sepanjang masa.

Lagu-lagu seperti syair berisi shalawat menjadi wajib. Sedangkan syair debus menjadi bagian dari inti dari pertunjukan, dengan irama dan lirik yang menggugah hati pendengar.

Namun, grup ini kini menghadapi kendala yang lebih mendasar: tidak memiliki tempat latihan tetap.

Baca juga: SLB Negeri Aneuk Nanggroe Lhokseumawe Borong Juara di LKS Disabilitas Wilayah III

Dulu mereka berlatih di depan rumah ketua sebelumnya, namun ketua tersebut telah meninggal dunia dua bulan lalu.  

“Kebudayaan tidak boleh ditinggalkan. Masing-masing daerah memiliki tradisi sendiri, dan kalau bukan kita yang merawatnya, siapa lagi?” tutur Idris.

Dalam situasi yang semakin sulit ini, para pelaku seni Rapai Zikir hanya bisa berharap pada kepedulian semua pihak.

“Kami siap lanjutkan warisan ini. Tapi kami butuh dukungan dari pemerintah, dari masyarakat, dari siapa pun yang peduli pada budaya Aceh.

Jangan sampai Rapai Zikir hanya tinggal nama di buku sejarah,” tutup Idris Yusuf dengan penuh harap. (*) 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved