Podcast Serambi Spotlight

Munawar Liza Zainal : MoU Helsinki Terasa Semakin Hambar

Yang jadi kendala adalah tidak sinkronnya antara apa yang dijanjikan dalam MoU dengan yang diimplementasikan,” kata Munawar.

Editor: mufti
Tangkapan Layar YouTube Serambinews
Serambi spotlight-Munawar Liza Zainal 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Munawar Liza Zainal, Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki 2005 mengungkapkan, hingga 20 tahun perdamaian antara Republik Indonesia dan GAM, belum semua kesepakatan yang tertuang dalam MoU Helsinki dijalankan sesuai kesepakatan.

“Hari ini saya melihat bahwa semakin jauh dari MoU Helsinki, sepertinya semakin hambar, tidak terasa asinnya perdamaian,” ungkapnya saat menjadi narasumber podcast Serambi Spotlight yang dipandu News Manajer Serambi Indonesia Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Rabu (13/8/2025). 

Ia menjelaskan bahwa MoU Helsinki memberi kewenangan luas bagi Aceh untuk mengelola diri sendiri, termasuk sumber daya alam, dengan hanya enam urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat. 

Meski begitu, implementasinya dinilai belum optimal. “Memang bukan semua salah Jakarta, tapi salah Jakarta banyak juga. Yang jadi kendala adalah tidak sinkronnya antara apa yang dijanjikan dalam MoU dengan yang diimplementasikan,” kata Munawar.

Ia menyoroti tiga kelompok yang seharusnya menjadi prioritas MoU, yakni 3.000 mantan kombatan GAM, tahanan politik, dan masyarakat sipil korban konflik.

Berdasarkan kesepakatan, mereka berhak atas tanah pertanian layak, pekerjaan atau jaminan sosial. Namun, menurutnya, hal ini belum terlaksana dengan baik.

Munawar menegaskan bahwa perdamaian Aceh adalah hasil dari pengorbanan panjang yang tidak boleh disia-siakan. “Salah satu makna penting dari perdamaian Aceh adalah bahwa pengorbanan orang dulu itu ada harganya. Perjuangan mereka adalah mempertahankan identitas keacehan, sebagai orang muslim yang berakhlak, punya harkat dan martabat,” ujar.

Ia mengingatkan bahwa perang yang berlangsung dari 1976 hingga 2005 telah mengorbankan darah, harta, jiwa, dan seluruh sektor kehidupan masyarakat Aceh. Kesepakatan damai yang ditandatangani di Helsinki, memuat prinsip “penyelesaian masalah Aceh yang bermartabat untuk semua” pada paragraf pertamanya. Tapi, Munawar menilai setelah dua dekade damai Aceh, banyak hal yang tidak berjalan sesuai kesepakatan.

Karena itu, Munawar mengajak semua pihak mengevaluasi perjalanan dua dekade damai Aceh. “Kita perlu kembali ke 2005, melihat apa yang disepakati antara Republik Indonesia dan GAM, lalu meluruskan apa yang tidak lurus,” pungkasnya.(an)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved