JAKARTA, SERAMBINEWS.COM - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf
mengatakan, kepolisian di Aceh mungkin saja melanggar hak asasi manusia
universal ketika menangkap anak-anak punk di Kota Banda Aceh pada pekan
lalu.
Namun, Irwandi mengatakan, Pemerintah Daerah Aceh peduli
dengan masa depan anak punk di wilayahnya. Penertiban dilakukan
semata-mata bertujuan memasyarakatkan mereka kembali.
"Okelah
kalau dilihat universal, memang ada salahnya juga sedikit. Tapi siapa
yang memikirkan HAM mereka di masa depan? Di Aceh ada sekitar 700 anak
punk. Mereka tidak mau pulang ke rumah orang tua. Hidup di taman-taman.
Mau jadi apa mereka? Nge-punk-nya masa muda saja, dan membuang masa
sekolah, masa mengaji. Suatu saat mereka akan sadar mau jadi apa mereka.
Kalau tidak bekerja, mereka mau menjadi apa?" kata Irwandi kepada para
wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/12/2011).
Irwandi menjelaskan pola hidup anak punk di Aceh. Umumnya, mereka tidur
di taman, bernyanyi sepanjang malam, dan tak jarang bermabuk-mabukan dan
mengonsumsi narkoba.
Para punker, demikian mereka disapa, juga
dikatakan terbukti memalsukan surat izin terkait acara konser di Taman
Budaya, Banda Aceh. Mereka mengatasnamakan organisasi lain agar
mendapatkan izin dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).
Irwandi
mengaku setuju dengan langkah kepolisian yang membina 65 anak punk di
Sekolah Polisi Negara (SPN) Saree, Aceh Besar. Irwandi berharap, setelah
dibina, para anak punk tersebut dapat kembali hidup bermasyarakat. Tak
menutup kemungkinan beberapa di antaranya akan diberikan pelatihan
menjadi tenaga satuan pengamanan (satpam). "Atau jika ada yang mau
sekolah, kita berikan beasiswa atau yang lain," katanya.
Ketika
ditanya mengapa kepala anak punk tersebut dicukur sampai botak dan
diceburkan di kolam, Irwandi hanya mengatakan, "Kalau itu, ya, cara
polisi. Polisi saja digitukan kalau masuk."
Gubernur Aceh Setuju Penertiban Anak Punk
Editor: hasyim
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger